Lama tak kusapa dari sudut sini, lorong-lorong kemarin terlalu gelap, terlalu pekat hingga menelantarkan tiap kata yang merengek minta ditata.
Lama memang harus
kuguyur dahulu amarah didada ini, agar tak mengotori tiap tetesan monolog dalam
sudut sini.
Mengurai kembali apa
yang begitu bergumpal-gumpal dalam otak, agar tali yang kan menjadi ku miniti
jalan dalam mengalirkan lentik sang jemari bisa menderas kembali.
Jernih
sejernih-jernihnya, jangan sampai terkotori oleh emosi sesasat yang tercipta
dari apa yang kunamakan 'attitude plagiat' oleh mu.
Yang juga begitu
mengobrak-abrik pikiranku kemarin.
Detik ini kucumbui
dengan keikhlasan luar biasa, kembali menata pena menggores kata dalam
kesabaran yang semoga tak kan pernah luntur.
Karena itu yang
paling aku benci dan tidak mudah meski sekedar mengacuhkan saja.
Ingin ku lontarkan
segala amarah tumpah ruah hingga darah mengarah tepat dalam klimaksnya, namun
apa daya, segala yang bertameng 'inspirasi' memang malah menjadi senjata paling
ampuh. Tapi dalam lorong ini penilaian mutlak tetap sama, 'ciri khas'
kepenulisan tiap orang itu berbeda-beda.
Tapi bagaimana, aku
menyerah untuk semua perdebatan sengit itu, bukan berarti kalah! karena dalam
hal ini kamu telah kuberikan kesempatan kedua, maka gunakan lah sebaik mungkin.
Untuk ku sendiri yang
terpenting sekarang adalah untuk tidak takut dalam menulis.
Aku tidak ingin
menjadi pengecut dan trauma menulis. Yang jelas aku tidak ingin mengecewakan
kata yang siap terpilin menjadi kalimat dan menyusun monolog entah apa.
Seperti puisiku
sebelumnya, aku tidak akan memasung kata meski hanya menyusun monolog saja.
Dan sekarang
kutekankan, jika memang itu gaya penulisanmu (plagiat) maka lanjutkan saja.
Di sudut sini aku
berkata, ATAS NAMA APATIS.
No comments:
Post a Comment