Gunung Kemukus di
Kabupaten Sragen, Jawa Tengah kawasan itu dikenal bukan hanya karena keindahan
alamnya, namun juga untuk berziarah dan ritual pesugihan. Pelaksanaan ritual
bisa dilaksanakan setiap hari. Namun, terdapat hari-hari tertentu yang
dipercaya membawa berkah tersendiri. Misalnya, saat malam Jumat Pon dan malam
Satu Suro.
Ritual mesum ini banyak dilakukan oleh orang-orang yang
mencari jalan pintas untuk menjadi kaya. Di gunung ini, ratusan warga dari
berbagai wilayah di Jawa terutama datang berduyun-duyun ke Gunung Kemukus ini.
Mereka bertujuan untuk mencari pasangan melakukan ritual pesugihan itu.
Bagaimana sebenarnya ritual ini bisa menjadi semacam tata cara dan menjadi
semacam tradisi yang sesat?
Tempat ritual ini berada di Gunung Kemukus tepatnya
terletak di Desa Pendem, Kecamatan Sumber Lawang, Kabupaten Sragen, 30 km
sebelah utara Kota Solo. Untuk mencapai daerah ini tidak terlalu sulit, dari
Solo bisa naik bus jurusan Purwodadi dan turun di Belawan, dari situ di sebelah
kiri jalan akan ditemukan pintu gerbang yang bertuliskan “Daerah Wisata Gunung
Kemukus”, dari gerbang tersebut kita bisa naik ojek atau berjalan kaki menuju
tempat penyeberangan dengan perahu.
Gunung Kemukus identik sebagai kawasan wisata seks karena
di tempat ini orang bisa sesuka hati mengkonsumsi seks bebas dengan alasan
untuk menjalani laku ritual ziarahnya, itulah syarat kalau mereka ingin kaya
dan berhasil.
Lokasi utama yang dituju
para peziarah adalah makam Pangeran Samudro dan para pengawalnya. Ada beberapa
versi tentang mitos Pangeran Samodro ini yang masing-masing mempunyai
kepentingan sebagai alasan pembenar dalam mencapai tujuan, yaitu versi
pemerintah daerah setempat, versi peziarah dan versi penduduk setempat.
Berdasarkan pertimbangan bahwa versi pemerintah daerah setempat tersebut sering
dimuati unsur politis, maka hanya akan dikemukakan secara ringkas versi
peziarah dan versi penduduk setempat saja.
Objek Wisata Ziarah
Makam Pangeran Samudro yang lebih dikenal dengan sebutan Gunung Kemukus, selalu
menarik untuk diulas. Hal yang menjadikan objek wisata ini menarik adalah
pandangan pro dan kontra tentang Makam Pangeran Samudro itu sendiri dan kisah
yang beredar di tengah masyarakat. Ada 2 (dua) paradigma yang berkembang di
tengah-tengah masyarakat tentang Makam Pangeran Samudro atau Gunung Kemukus.
Pertama, adanya keyakinan di sebagian masyarakat bahwa apabila ingin mendapat
berkah atau permohonannya terkabul, maka orang yang datang ke Makam Pangeran
Samudro harus melakukan ritual berhubungan intim dengan lawan jenis yang bukan
suami atau istrinya selama 7 kali dalam satu lapan atau 35 hari.
Paradigma negatif ini
perlu diluruskan agar para peziarah tidak terjebak dalam paradigma dan
kepercayaan yang keliru. Setiap peziarah atau pengunjung yang menginginkan
permohonan atau keinginannya terkabul haruslah memohon kepada Tuhan Yang Maha
Esa, dengan berdoa dan berusaha di jalan yang benar. Singkatnya, paradigma
negatif yang berkembang di tengah masyarakat tersebut tidak benar adanya.
Kedua, berziarah ke Makam Pangeran Samudro atau Gunung Kemukus adalah suatu
kegiatan ritual yang mengandung nilai keutamaan dengan mengingat jasa dan
keluhuran jiwa dari figur yang diziarahi. Dengan berziarah di tempat tersebut,
manusia diharapkan untuk selalu ingat akan kematian sehingga dalam kehidupan
sehari-hari mereka akan lebih mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa dan
selalu berbuat kebaikan sesuai dengan keluhuran jiwa dan teladan dari figur
yang diziarahi.
Secara administratif,
Obyek Wisata Gunung Kemukus terletak di Desa Pendem, Kecamatan Sumberlawang,
Kabupaten Sragen, Jawa Tengah. Secara geografis, Objek Wisata Gunung Kemukus
terletak sekitar ± 29 km di sebelah utara Kota Solo. Dari Sragen sekitar 34km
ke arah utara. Jarak tersebut bisa dicapai dengan menggunakan kendaraan pribadi
maupun kendaraan umum. Dari kota Sragen dapat ditempuh selama ± 45 menit dengan
kendaraan bermotor melewati jalan Sragen - Pungkruk/Sidoharjo - Tanon - Sumberlawang/Gemolong
- Gunung Kemukus.
Mitos Versi Peziarah
Ketika kerajaan
Majapahit runtuh pada tahun 1478, berdirilah kerajaan Demak dengan seorang raja
bernama Raden Patah. Raden Patah mempunyai putra bernama Pangeran Samodro yang berperilaku
tidak terhormat karena dia jatuh cinta kepada ibunya, yaitu R.A. Ontrowulan.
Ternyata cintanya itu diterima oleh ibunya. Ketika Raden Patah mengetahui
hubungan mereka, Pangeran Samodro dicari dan diburu sampai di Gunung Kemukus.
Sementara itu, R.A.
Ontrowulan menjadi gila kepada anaknya sendiri, karenanya ia meninggalkan Demak
untuk mencari anaknya itu. Kemudian terjadilah suatu pertemuan yang
menyedihkan, dan mereka melakukan hubungan badan yang seharusnya tidak boleh
dilakukan oleh seorang ibu dengan anaknya. Selanjutnya datanglah utusan Raden
Patah yang hendak membunuh Pangeran Samodro. Lalu dia bunuhlah Pangeran Samodro
itu. Sebelum menghembuskan nafas terakhirnya, Pangeran Samodro berucap: “Bagi
siapa saja yang mempunyai keinginan atau cita-cita, untuk mendapatkannya harus
dengan sungguh-sungguh, mantap, teguh pendirian, dan dengan hati yang suci.
Jangan tergoda apa pun, harus terpusat pada yang dituju atau yang diinginkan.
Dekatkan dengan apa yang menjadi kesenangannya, seperti akan mengunjungi yang
diidamkan (dhemenane)”.
Mitos Versi Penduduk Asli Daerah Setempat
Pangeran Samodro adalah
putra tertua istri resmi Prabu Brawijoyo dari kerajaan Majapahit. Ketika
menginjak dewasa, untuk mengumpulkan pengalaman yang akan berguna di kemudian
hari, ia dilepas ke dunia luar. Beberapa tahun kemudian, Pangeran Samodro
kembali ke istana dan ia jatuh cinta kepada salah seorang selir ayahnya yang
bernama R.A. Ontrowulan. Cintanya itu diterima. Ketika Prabu Brawijoyo
mengetahuinya, beliau sangat marah dan mengusir mereka berdua. Kemudian
menetaplah mereka di Gunung Kemukus sebagai suami-istri dengan bahagia.
Sebelum menetap di Gunung Kemukus, mereka mengembara ke daerah yang kini
menjadi Kecamatan Sumber Lawang. Suatu tempat perhentian yang sangat disenangi
oleh R.A. Ontrowulan adalah sebuah sumber air di kaki gunung yang saat ini
dikenal sebagai Sendang Ontrowulan. Di sendang itu pula ia sering duduk dekat
pohon jati dan bermeditasi sepanjang hari. Konon, sendang itu dibuatnya dengan
menancapkan sebatang tongkat ke dalam tanah. Dan pohon-pohon besar yang menjadi
hutan lebat di sekelilingnya berasal dari bunga-bunga pengikat rambut yang
jatuh ketika R.A. Ontrowulan menggoyangkan rambutnya yang panjang. Pada suatu
waktu, ketika R.A. Ontrowulan pergi bermeditasi di sebuah tempat yang jauh dan
untuk waktu yang lama, Pangeran Samodro jatuh sakit dan meninggal dunia.
Oleh penduduk desa Blorong, jenazahnya dimandikan di Sendang dan
dimakamkan. R.A. Ontrowulan tidak mengetahui kejadian itu. Ketika kembali, ia
mandi di Sendang dan langsung pergi ke puncak Gunung Kemukus untuk bertemu
dengan suami tercinta. Namun yang dijumpainya adalah orang-orang desa yang baru
saja menguburkan suaminya. Dia sangat sedihlah mengetahui kenyataan tersebut,
dan ia pun meninggal di tempat itu. Kemudian walaupun sudah larut malam dibuatnyalah
makam untuknya.
Pada suatu hari, beberapa tahun setelah meninggalnya Pangeran Samodro dan
R.A. Ontrowulan, Pangeran Samodro menampakkan diri dalam penglihatan orang
tertua di desa. Pangeran Samodro berpesan pada orang tua itu bahwa ia akan
memenuhi keinginan setiap orang yang datang ke makamnya dengan membawa bunga,
dengan syarat bahwa orang yang datang itu harus memberi kesan telah mempunyai
pasangan.
Demikianlah mitos Pangeran Samodro dari dua versi yang berbeda, yang
rupanya ditafsirkan secara berbeda pula. Menurut keyakinan para peziarah,
Pangeran Samodro adalah orang yang sering bertapa dan mempunyai kekuatan sangat
besar. Untuk memperoleh hasil yang memuaskan, Pangeran Samodro menginginkan agar
para peziarah datang sebanyak tujuh kali dalam waktu peziarahan dan melakukan
hubungan seks dengan orang yang bukan pasangan resmi.
Jumlah tujuh kali didasarkan pada pengalaman bahwa jumlah tersebut membawa
hasil atau rejeki tersendiri. Sedangkan hubungan seks dengan ‘orang yang bukan
pasangan resmi’ adalah penafsiran dari kata dhemenane yang ditafsirkan oleh peziarah sebagai kata dhemenan yang berarti ‘pacar gelap’,
yaitu laki-laki atau perempuan lain yang bukan suami atau istri.
Adapun dalam penafsiran versi penduduk setempat, walau pun ada persamaan
namun sangat berbeda dalam bagian akhir dari cerita mitos tersebut. Pangeran
Samodro memang memberi syarat harus adanya pasangan, tetapi tidak mensyaratkan
adanya hubungan seks. Hal tersebut dianggap tidak begitu penting dan dapat
dilakukan dengan aman di rumah saja. Penduduk setempat yang datang berziarah
umumnya membawa pasangan resminya sendiri. Jadi bagi yang berminat mengikuti
ritual di Gunung Kemukus tinggal pilih saja, mau mengikuti versi yang mana.
Kisah mengenai Pangeran Samudro tersebut memiliki banyak tafsiran. Kisah
lainnya menyebutkan bahwa Pangeran Samudro adalah seorang pangeran dari
Kerajaan Majapahit. Tapi ada pula yang menyebut dia dari zaman Pajang. Dia
jatuh cinta kepada ibu tirinya, Dewi Ontrowulan. Ayahnya yang mengetahui
hubungan anak-ibu itu menjadi murka. Pangeran Samudro lantas diusir. Dalam
kenastapaannya, dia mencoba melupakan kesedihannya dengan melanglang buana.
Akhirnya ia sampai ke Gunung Kemukus.
Tak lama kemudian, sang ibu menyusul anaknya ke Gunung Kemukus untuk melepaskan
kerinduan. Namun celakanya, sebelum sempat berhubungan badan, penduduk sekitar
memergokinya. Keduanya dirajam beramai-ramai hingga akhirnya tewas. Keduanya
kemudian dikuburkan dalam satu liang lahat di gunung itu. Tapi menurut cerita,
sebelum menghembuskan napasnya yang terakhir Pangeran Samudro sempat
meninggalkan sebuah pesan. Ia berujar, "Siapa saja yang dapat melanjutkan
hubungan suami-istrinya yang tidak sempat terlaksana itu akan terkabul semua
permintaannya".
Ada pula yang meyakini kuburan itu adalah milik Syeikh Siti Djenar. Dia
dihukum para wali karena dianggap menyebarkan ajaran sesat. Menurut KRHT Kresno
Handayaningrat, tokoh budaya setempat, Syeikh Siti Djenar dieksekusi di tempat
tersebut.
Memang, tak ada catatan sejarah mengenai sosok Pangeran Samudro. Namun,
mitos telah telanjur berkembang. Orang yang mengunjungi makam Sang Pangeran
dipercaya memperoleh berkah, berupa jabatan dan harta kekayaan.
Tentu saja menjalankan ritual pesugihan di tempat itu adalah hak
masing-masing peziarah. Sayangnya, ritual itu kemudian berkembang dengan bumbu
seks bebas yang dilakoni sebagian peziarah. Lagi-lagi kegiatan menyimpang
tersebut dipengaruhi mitos. Pangeran Samudero juga berbuat yang sama dengan ibu
tirinya di sana.
Ketika malam Jumat Pon, para peziarah bersiap untuk melakukan ritual
pesugihan di Makam Pangeran Samudro. Sebelum memasuki arel makam, para peziarah
harus mengunjungi Sendang Ontrowulan dan Sendang Taruno. Di sana, mereka
membersihkan diri, seperti yang dilakukan Dewi Ontrowulan ketika akan menemui
Pangeran Samudro.
Jika pembersihan diri telah dilaksanakan, para penziarah menemui kuncen
Sendang. Mereka meminta restu dan mengutarakan permintaan sebelum mendatangi
makam. Saat itu, sebagian peziarah membawa pasangan di luar nikah. Kelak,
beberapa pasangan dadakan tersebut akan berhubungan seks yang dipercaya sebagai
prasyarat ritual.
Menurut juru kunci atau kuncen senior makam tersebut bahwa tidak ada syarat
tertentu hanya membawa bunga. Dengan panduan juru kunci mereka berdoa. Melakukan
tawassul atau tahlil supaya mendapatkan barokah.
Lalu para peziarah pun melaksanakan ritual di makam Pangeran Samudro. Tidak
ada panduan resmi, bagaimana ritual harus dilakukan. Yang jelas, para peziarah
harus menyampaikan maksud kedatangan dan mengutarakan permintaan yang
diinginkan. Tentu saja, tidak semua peziarah melakukan seks bebas usai
melakukan ritual di makam Sang Pangeran. Namun, tak sedikit diantara mereka
melakukan hal itu.
Bagi peziarah yang percaya harus melakukan seks bebas di sekitar komplek
makam, tersedia kamar-kamar yang disewakan. Jika kebetulan tidak mempunyai
pasangan dadakan, para penyedia jasa penyewaan kamar juga menyediakan wanita
teman kencan.
Mitos tentang seks bebas sebagai prasyarat pesugihan di Gunung Kemukus
akhirnya menyuburkan prostitusi. Para pekerja seks komersial menjadi teman
kencan bagi para penziarah yang tidak mempunyai pasangan. Tak ada yang melarang
aktivitas seks atau sekedar minum minuman keras dan berjudi di sana. Meskipun
ada plang larangan judi, asusila, dan minum, namun rupanya hal tersebut tidak
berpengaruh.
Masyarakat di sana juga tidak merasa terganggu. Apalagi, mereka mendapatkan
uang dari aktivitas itu. Pendapatan masyarakat dari sewa dan menjual makanan di
daerah tersebut cukup membuat kehidupan masyarakat di sekitar Gunung Kemukus
menjadi sejahtera. Dari situlah mereka mendapatkan penghidupan untuk
sehari-hari.
Prostitusi sebagai dampak mitos ritual seks bebas di Gunung Kemukus
sebenarnya telah disadari pemerintah dan kepolisian Sragen. Namun, sejauh ini
kedua instansi tak berdaya karena keuntungan ekonomis dari kegiatan tersebut
telah menjadi sumber pendapatan warga sekitar.
Bagaimanapun kisahnya, yang dinamakan pesugihan adalah sesuatu yang tidak
baik, apalagi dengan melakukan seks bebas. Mencari harta dengan jalan pintas
yang sudah jelas dilarang oleh agama meskipun dengan selubung sejarah masa lalu
tetap saja tidak dapat dibenarkan. Kepercayaan masyarakat yang seperti itu
sungguh tidak dapat dibenarkan dalam sudut pandang agama maupun asusila.
Sejarah yang seharusnya dapat menjadi pelajaran bagi kehidupan sekarang
malah diselewengkan menjadi tradisi yang merusak moral. Ironisnya pemerintah
yang seharusnya dapat mengatasi penyimpangan tersebut malah tidak mampu berbuat
banyak. Tindakan yang dilarang oleh agama seolah mampu dikaburkan oleh ulasan
sejarah yang tidak mampu membawa ke dalam kebaikan namun malah semakin merusak moral.
Sebagai genarasi yang dibekali aturan dan agama, jelas paham mengenai
pelajaran dari kisah Pangeran Samodra tersebut. Yang mana yang seharusnya
diteladani dan yang mana yang tidak pantas untuk diteladani. Dari kisah
tersebut seharusnya dapat dipahami bahwa perselingkuhan itu bukan tindakan yang
baik dan tidak pantas dilakukan bahkan oleh ibu dan anak. Namun sangat
disayangkan hal tersebut malah menjadi kisah yang diselewengkan dan dibuat-buat
untuk mengambil keuntungan pribadi.
Sebagai manusia yang memiliki agama dan mengerti mengenai hakekat
kesusilaan yang baik, tidak selayaknya meminta pada yang selain Tuhan Yang Maha
Esa, meminta rezki pertolongan dan sebagainya pada hal yang tidak jelas
tersebut adalah musyrik dan sangat tidak disukai Tuhan. Ditambah dengan
melakukan hubungan seks bebas atau zina, tentu hal tersebut sangat dilarang
oleh agama.