Monolog Tak Terdengar

Monolog Tak Terdengar
Biarkan skizofrenia menjamah mewarnai mozaik-mozaik hidupku

Tuesday, May 13, 2014

Ketika Harap Menjadi Ratap

Kau yang muncul dalam mimpiku siang tadi, membuatku enggan bangun, aku ingin terus terpejam dan berharap agar tidak terbangun dari mimpi ini. Dan Air mataku mulai menetes saat aku tersadar bahwa semua itu hanya mimpi.

Aku yang berdetik-ditik diringkus diam setelah itu, mencoba untuk terus menahan sakit yang tiba-tiba menusuk hati. Aku benci seperti ini, dilemahkan oleh cinta. Terlalu berharap tentang kamu, membuatku sakit.

Banyak pengandaian yang muncul tiap kali aku mengingat tentangmu. Semua harap yang hanya menyentuh udara disekitarmu. Tak pernah kau hiraukan. Membuatku kembali sakit. Menjadi dalam kekosongan ketika seluruh harap ini menjadi ratap.




Bud, telah setahun kamu berada dihatiku, dalam tempat yang benar-benar kokoh. Tempat yang tak pernah sukses kuotak-atik. Kamu mengendap disana. Tanpa kusadari, sudah setahun, meski aku telah setengah mati menghapusnya dan mencoba menggantinya dengan nama lain. Namun gagal berkali-kali.

Aku mulai putus asa sekarang, Bud. Terlalu sakit jika terus-terusan menimang harap akanmu. Yang aku tahu semua hanya sia belaka.

Bukannya aku tidak berusaha melupakanmu. Kamu tahu sendiri, berapa kali aku berganti status. Namun semua itu juga alpha dalam dada. Ratusan kalipun aku dan dia bertukar kata cinta tetap hatiku tak pernah se-inchi pun bergeser mendekat ke dia. Tak pernah sukses berpaling dari kamu. Sekarang aku sudah menyerah untuk berusaha melupakanmu, aku tidak akan lagi menghindar dan berpura-pura tidak mencintaimu. Karena kenyataannya tidak begitu, aku tidak akan lagi membohongi diri. Tak akan lagi berlari dari kenyataan, tapi tenang saja aku sudah berjanji untuk tidak lagi mengusikmu, cukup dari jarak yang kubentang sendiri ini saja aku melihat kamu. Bisa melihat kamu tersenyum dengan gula-gula yang menenggelamkanku. Dan semua itu sudah cukup membuatku sesak nafas namun membahagiyakan.

Dengan dibanjiri air mata juga harap yang semakin meratap, aku mingkin selamanya memang hanya mampu melihatmu, lalu dalam bisik dihati mendoakanmu. Semoga kamu selalu bahagiya, selalu mendapat yang terbaik. 

Terisak dalam diam menahan seluruh perih. Karena aku sendiri sadar, meskipun kita masuk dalam suatu ruangan yang sama, semua dapat melihat kamu mengenakan pakaian yang pantas dan sesuai sedangkan aku hanya compang-camping dan akan menjadi hinaan siapapun. Aku cukup tahu diri, Bud. Bahkan sebenarnya aku tidak lagi memiliki muka untuk sekedar menatapmu. Tapi maafkan aku, terkadang aku tidak mampu untuk tidak melirik kamu meski setelah itu aku maki diri aku sendiri. Tapi kamu tahu, cukup satu kedip mata melirikmu pun menjadi kebahagiyaan luar biasa buatku. Apa lagi yang bisa aku lakukan?

Tapi kamu tak perlu khawatir, Bud. Aku tak akan pernah mengganggu kehidupanmu lagi, aku tak akan pernah mengusikmu lagi. Semoga kamu selalu bahagiya, yang terbaik selalu untukmu.



Thursday, May 8, 2014

Menghansaplast Luka Hati

Dear Diary Onlenku,

Dalam kegelisahan dan rasa takut yang amat sangat ini, aku mencoba untuk terus berusaha optimis. Semoga apa yang aku takutkan tidak akan pernah terjadi.

Dalam status sendiri ini, aku juga selalu berusaha untuk tidak kesepian. Seperti sekarang dengan menjadi rutin menyapa kamu diaryku :*

Berkeluh kesah diruang diammu, curhat, sekedar berbagi risau yang tiap detiknya meringkus tarikan nafas yang kuhelakan di udara. Aku bersyukur dalam melegakan seluruh sesak yang menyesak di dada ini tak perlu dengan asap atau botol atau pil putih atau segala perusak lainnya.



Aku rasa aku tidak harus sepahit itu dalam menyikapi rasa galau ini. Galau yang kuhalau dengan berbagai cara, menulis, menonton film, menonton ulang One Piece, main game Criminal Case atau sekedar yang cukup serius dengan mengerjakan tugas. Biasanya akan terselip satu kegiatan yang dulu bisa begitu akrab denganku yaitu membaca, tapi kali ini sepertinya itu tidak begitu cocok dengan situasi sekarang. Maaf buku, padahal sederet novel, cerpen dan buku-buku Kahlil Gibran sudah bertumpuk di rak bukuku, beberapa masih rapi dengan plastiknya. Tapi hanya kuabaikan, aku belum ingin menambahi aktivitas dengan menyentuh buku. Sekarang yang ringan-ringan saja dulu.

Diary kamu tahu, aku rasa saat ini aku juga cukup menarik diri dari kerumunan teman-temanku. Maaf untuk sekarang aku memang sedang ingin sendiri. Sejenak menarik diri, sejenak sendiri.

Aku janji ini tidak akan lama, setidaknya aku masih suka bercanda dengan teman-temanku, menanggapi dan menggenapi semua tawa teman-temanku. Meskipun jika dilihat, tak pernah seintim biasanya, karena aku memang sedang tidak seperti biasanya.

Banyak hal yang tidak mampu aku ceritakan secara gamblang, biar cukup aku saja yang menyimpannya untuk ini atau kubagi dengan orang yang benar-benar kupercaya seperti sahabatku. Tidak terlalu besar isolasi diriku ini, aku cukup terbuka setidaknya dengan sahabatku.


Diary, aku tahu rumah hatimu cukup menampung sebesar apapun keluh kesahku, tapi dari situ aku juga sadar semua tidak mampu aku lampiaskan di rumah hatimu, diaryku. Contohnya saja kemarin, bahkan setelah menulis, mencoret-coreti kamu, meluapkan seluruh apa yang sedang kurasakan dan kupikirkan tetap saja aku belum puas. Setelah itu aku tetap nongkrong di warung hingga larut malam, curhat dengan sahabatku Yayun, makan mie pake telor dan meneguk secangkir kopi.

Bahkan hingga semua kesyahduan warung dirusak anak-anak Batak-pun juga tidak membuat setelah selesai makan langsung pulang. Kuiyakan saja ajakan Yayun untuk ‘mbelong’ jalan-jalan malam sejalan-jalannya sang kaki melangkah. Aku berharap bisa sejanak melupakan ‘nyesek’ yang memang lagi mampir di hidupku ini.

Meskipun hanya Sekaran-Banaran, tak seekstrim dulu sampai Sekaran-Ungaran-Banyumanik jalan kaki. Tapi melewati gang-gang kost yang sempit, gelap, dan sepi semua itu cukup bisa menghibur diri. Dengan bumbu rasa malu kalau bertemu dengan teman serombel, rasa senang bisa becanda konyol seperti aku biasanya, juga sedikit bumbu rasa takut kalau ada hantu iseng atau preman nakal. Karena jam di layar hape memang sudah menunjukan lewat tengah malam.

Kaos oblong Kamtis Unnes, celana pendek dan sendal jepit, cuek saja melewati tiap kost-kost ala kadarnya nan sepi milik mahasiswa dan mahasiswi Unnes. Cukup gila saat harus melewati gang yang disitu didiami oleh kost cowok samping potokopian :p 

Beberapa kali gagal untuk berani lewat kost tersebut rasanya konyol sekali, saat telah terlihat terasnya tetapi tidak berani melewatinya alhasil harus ‘mlipir’ lewat jalan tikus menuju jalan di Gedung FBS. Tembus hingga jalan besar Banaran, jam satu pagi teriak-teriak memanggil nama temanku. Lalu kembali terdampar pada gang-gang yang masih sangat asing, mendapati jalan buntu sampai menemukan diri kembali harus melewati kost samping potokopian tersebut :p

Kalau dihitung mungkin bisa lebih dari 5 kali gagal berjalan melewati depan kost tersebut. Dari yang langsung berlari balik arah, cari jalan lain, sampai jajan es teh di angkringan terdekat dari kost ‘angker’ tersebut. Mengumpulkan keberanian. Bayangin aja, baru lihat temboknya aja aku sudah deg-deg’an setengah mati, sesak nafas senin-kamis sampai jangan-jangan yang paling aku takutkan aku langsung pingsan tergeletak depan kost tersebut. Haha lebay ya, tapi memang kenyataannya seperti itu.


Yosh setelah cukup lama juga nongkrong di gazebo milik fakultas impianku (sebut saja FBS) sambil berbacksound dengan suara musik dari latihan anak-anak band FBS, dan karena angin pagi yang dingin sudah cukup mengusik maka akhirnya sukses juga mengumpulkan keberanian untuk uji nyali melewati kost ‘angker’ di belakang FBS tersebut. Yohooooo aku menang.

Meskipun sudah gelap dan penghuninya sudah masuk kedalam kamar masing-masing, tapi bisa melihat terasnya saja sudah cukup membuatku berlonjak senang. Haha kaya anak kecil :p

Dan akhirnya mbelong pagi dini hari ini pun cukup menghansaplast lukaku. Diary, doakan saja untuk tulisan selanjutnya aku sudah bisa berbagi yang lebih cerah dari ini. Semoga saja aku sudah terlepas dari rasa sakit dan juga dari rasa takut luar biasa yang sedang menimpaku ini. Diary, tolong doakan aku.




Wednesday, May 7, 2014

Karma?

Saat aku ditinggalkan begitu saja tanpa ada kata perpisahan, tanpa ada kata putus, tanpa ada secuil pamit yang terselip dari mulut seorang yang selama ini selalu bilang cinta ke aku. Saat aku sudah tak lagi pantas untuk lebih lama dinamai pacar maka inilah yang terjadi, aku dibuang seperti sampah! Tapi ternyata yang terpikir dalam otakku adalah apakah aku dimasa lalu juga pernah memperlakukan  pacarku seperti itu juga? Jika pernah, berarti aku memang pantas mendapat balasannya. Karma?

“Itu proses Mon. Saat ini kamu jadi kepompong dalam siklus hidupmu, berat. Ini jalan yang harus kamu lalui, ini hadiah Mon... Kau tau Mon? Tak akan ada manusia ‘kuat’ tanpa adanya cobaan :)” begitu kata seorang teman curhatku.

Baik, sudah kuedit sekarang, tak lagi kunamai karma tapi hadiah. Iya, ini aku anggap sebuah hadiah untukku. Agar aku tidak semena-mena lagi terhadap perasaan orang lain. Hadiah untukku agar lebih dewasa lagi.

Sedikit sakit memang, terasa ada yang hilang, tapi tak ada amarah, aku tak pernah menyalahkan siapapun tentang ini, tidak juga dia, tidak juga aku sendiri. Tetapi semua ini kuanggap sebagai penampar diriku sendiri agar lebih sadar, agar aku kapok mungkin. Agar disuatu saat nanti tidak lagi seenaknya memperlakukan perasaaan orang lain yang sudah tulus benar-benar mencintaiku.

Aku belajar dari hadiah ini J

Terima kasih untuk seorang yang sudah melepasku tanpa satu katapun, terima kasih juga untuk seorang teman yang selalu bisa mengingatkanku bahwa selama aku masih berpijak di bumi ini, maka cobaan akan selalu menempa agar diri semakin dewasa.

Aku belajar lagi sekarang J


Sejuta kata maaf yang terdalam dari hatiku juga untuk semua orang yang dimasa lalu pernah aku sakiti. Aku jahat ya? Maaf...




Tuesday, May 6, 2014

Kunamai Patah Hati

Hari ini dia datang lagi, jurstru setelah aku memutuskan untuk tidak lagi menemuinya. Mengetuk pintu kamar kostku membawa seikat bunga mawar juga bujuk rayuan agar aku membukakan pintu. Aku tetap ditempatku tak bergeming memandangi serakan poto-poto yang telah kurobek-robek semua. Tidakkah kehidupanku terlalu ringan untuk aku robek juga?

Kuabaikan ketukan di pintu tersebut hingga tidak terdengar lagi suara dari luar. Dan aku kembali mulai tenggelam dalam duniaku. Duniaku yang dulu, dimana aku begitu merasa sangat berharga. Dunia yang penuh dengan kebersahajaan, dunia yang hanya seluas lingkup kamar namun begitu bermakna. Dunia yang sempat aku tinggalkan, tak kusentuh karena aku terlalu sibuk berlari di luar dan terlalu sibuk memenuhi ephoria yang tiada arti.


Kubuka lagi leptopku yang mulai berdebu dan dingin, tak lagi sehangat dulu. Mulai kuceraikan kenyataan yang pahit tak seindah angan-angan dan mulai kucipta kembali khayalan bernama novel. Dalam ketikan pertama kujuduli novelku ini PATAH HATI.





Aku Ingin Menulis Dear Diary

Malam ini dengan berteman bulan sabit yang memancarkan cahaya keemasan di langit aku ingin mengetik isi hatiku. Sepertinya sangat jarang aku bercerita tentang kisah cinta dalam diary onlen ini. Atau aku menuliskannya dengan berpuisi? Tidak pernah gamblang aku bercerita, tapi kamu tahu? aku hanya manusia biasa.

Jadi, biarkan aku menulis dear diary.
Dengan suara lagu D'Masiv yang Apa Salahku keluar menusuk-nusuk gendang telingaku melalui hetset, rupanya cukup menciptakan suasana melow. Lagu ini cukup mewakili, diantara kata 'kamu' yang terbaca untuk diriku sendiri, dalam dimensi masa saat itu dan memang untuk 'kamu' yang memang benar-benar kamu dalam dimensi masa sekarang. Mungkin ini karma. Aku yang setiap dalam masalah cinta pasti selalu meremehkan perasaan orang lain. Sekarang dua kali aku harus diperlalukan oleh hal yang sama. Dua kali oleh orang yang tak benar-benar masuk kedalam hatiku, tapi kenapa bisa menyakitiku? Seharusnya jika tidak pernah aku cintai, aku akan santai saja, tidak akan mengefek pada perasaan kan? Tapi mengapa begini?

Dua kali aku dipecundangi hanya karena masalah orang tua mereka. Dalam sebuah hubungan berpacaran, jika memang tidak ingin mengaitkan orang tua kalian, seharusnya tidak perlu membuat hubungan tidak menyenangkan karena itu. Tiba-tiba menarik diri dari aku, menjadi tertutup lalu saat aku tahu penyebabnya adalah masalah keluarga kalian, lalu apa salahku? Kalian tidak ingin bercerita, tapi membuat seolah aku seperti pecundang yang tidak pantas mendengar cerita tentang kondisi keluargamu itu!!! Kalo memang tidak benar-benar ingin membuat aku mengetahui masalah itu, sebaiknya bisa seperti biasa, jangan beri aku tahu!!!!! Jangan buat aku seperti pecundang, tapi sekarang aku dua kali merasakan itu. Oke fine setidaknya aku tidak pernah sukses menyerahkan hatiku pada kalian berdua. Karena meskipun memang sakit tapi hatiku tetap berada ditempatnya semula, sama selama setahun ini.

Jika dengan yang dulu aku mengatakan "kita putus saja sayang" kali ini bahkan tanpa aku harus mengatakan itu rasanya seorang yang selalu bilang cinta ke aku tersebut sudah dengan sendirinya menghilang dari kehidupanku. Dan menyisakan satu sebab yang sama "masalah keluarga" WTF!!!!!!

Biantang malam dan juga kelip-kelip lampu pesawat yang berada diantaranya, bisakah kalian membuatku untuk tidak putus asa seperti ini? Tersangkut pada hati yang sama, selama setahun sekarang. Gagal move on dua kali hahahaa.

Yah aku anggap saja dia yang masih berstatus pacar difacebookku sudah benar-benar tidak menginginkanku lagi, percuma!

Diary? apa kamu bingung dengan tulisanku kali ini? Aku memang sedang tidak ingin terjerat EYD ataupun menulis dengan sudut pandang yang baik dan benar, aku hanya ingin mengetikkan apa yang ada dalam hatiku. Tapi jika ternyata membingungkan seperti benang kusut seperti itu pastilah isi hatiku juga sedang seperti itu.

Dalam tulisanku ini intinya satu, hubungan berpacaranku kembali bermasalah. Sebenarnya tidak sepenuhnya benar jika penyebabnya karena dalam hatiku masih ada satu nama sama yang tidak pernah bisa kuubah. Namun juga karena pihak pacarku yang juga memberikan 'virus penyakit' tersebut. Menyeret masalah keluarganya dalam hubungan ini, sebenarnya aku tidak pernah melarang. Namun hanya memotong 'virus' tersebut hanya sebatas judul 'masalah keluar' tanpa memberikan seluruhnya bagaimana cerita yang sebenarnya. Membuat aku semakin seperti pecundang!!! Dan dua kali aku merasakan ini, dibuat tidak enak karena masalah tersebut. Jika tidak benar-benar ingin bercerita seharusnya tidak perlu membuat hubungan menjadi tidak enak dan lebih bagunya lagi tidak perlu mebuat aku tahu mengenai itu. Cukup kalian simpan sendiri saja, tanpa harus melibatkan hubungan ini. PAHAM???

Aku tidak tahu sekarang harus bagaimana, setidaknya aku sudah berusaha memperbaiki, namun jika yang diperbaiki hanya mengabaikan. Ya sudah, aku bisa apa lagi? Aku cukup capek untuk memikirkan banyak hal sedangkan yang ini tidak ingin aku pikirkan.

Satu yang aku tahu sekarang, AKU TIDAK LAGI INGIN PACARAN.