Kau yang muncul dalam mimpiku siang
tadi, membuatku enggan bangun, aku ingin terus terpejam dan berharap agar tidak
terbangun dari mimpi ini. Dan Air mataku mulai menetes saat aku tersadar bahwa
semua itu hanya mimpi.
Aku yang berdetik-ditik diringkus diam
setelah itu, mencoba untuk terus menahan sakit yang tiba-tiba menusuk hati. Aku
benci seperti ini, dilemahkan oleh cinta. Terlalu berharap tentang kamu, membuatku
sakit.
Banyak pengandaian yang muncul tiap kali
aku mengingat tentangmu. Semua harap yang hanya menyentuh udara disekitarmu. Tak
pernah kau hiraukan. Membuatku kembali sakit. Menjadi dalam kekosongan ketika seluruh harap ini menjadi ratap.
Bud, telah setahun kamu berada dihatiku, dalam tempat yang benar-benar kokoh. Tempat yang tak pernah sukses kuotak-atik. Kamu mengendap disana. Tanpa kusadari, sudah setahun, meski aku telah setengah mati menghapusnya dan mencoba menggantinya dengan nama lain. Namun gagal berkali-kali.
Aku mulai putus asa sekarang, Bud. Terlalu sakit jika terus-terusan menimang harap akanmu. Yang aku tahu semua hanya sia belaka.
Bukannya aku tidak berusaha melupakanmu. Kamu tahu sendiri, berapa kali aku berganti status. Namun semua itu juga alpha dalam dada. Ratusan kalipun aku dan dia bertukar kata cinta tetap hatiku tak pernah se-inchi pun bergeser mendekat ke dia. Tak pernah sukses berpaling dari kamu. Sekarang aku sudah menyerah untuk berusaha melupakanmu, aku tidak akan lagi menghindar dan berpura-pura tidak mencintaimu. Karena kenyataannya tidak begitu, aku tidak akan lagi membohongi diri. Tak akan lagi berlari dari kenyataan, tapi tenang saja aku sudah berjanji untuk tidak lagi mengusikmu, cukup dari jarak yang kubentang sendiri ini saja aku melihat kamu. Bisa melihat kamu tersenyum dengan gula-gula yang menenggelamkanku. Dan semua itu sudah cukup membuatku sesak nafas namun membahagiyakan.
Dengan dibanjiri air mata juga harap yang semakin meratap, aku mingkin selamanya memang hanya mampu melihatmu, lalu dalam bisik dihati mendoakanmu. Semoga kamu selalu bahagiya, selalu mendapat yang terbaik.
Terisak dalam diam menahan seluruh perih. Karena aku sendiri sadar, meskipun kita masuk dalam suatu ruangan yang sama, semua dapat melihat kamu mengenakan pakaian yang pantas dan sesuai sedangkan aku hanya compang-camping dan akan menjadi hinaan siapapun. Aku cukup tahu diri, Bud. Bahkan sebenarnya aku tidak lagi memiliki muka untuk sekedar menatapmu. Tapi maafkan aku, terkadang aku tidak mampu untuk tidak melirik kamu meski setelah itu aku maki diri aku sendiri. Tapi kamu tahu, cukup satu kedip mata melirikmu pun menjadi kebahagiyaan luar biasa buatku. Apa lagi yang bisa aku lakukan?
Tapi kamu tak perlu khawatir, Bud. Aku tak akan pernah mengganggu kehidupanmu lagi, aku tak akan pernah mengusikmu lagi. Semoga kamu selalu bahagiya, yang terbaik selalu untukmu.