Monolog Tak Terdengar

Monolog Tak Terdengar
Biarkan skizofrenia menjamah mewarnai mozaik-mozaik hidupku

Tuesday, December 31, 2013

Puncak Gunung Merbabu dan Bianglala Rasa

Pagi ini aku dapat sms yang didalamnya terdapat sapaan dari Gunung Merbabu, sontak membuat aku teringat akan pendakian aku kesana dulu. Juga tentang aku yang belum berani menuliskannya dalam tetesan monolog ini, tapi aku rasa sekarang aku sudah cukup berani untuk berkisah. Mungkin tak akan sedetail yang ada namun paling tidak itu adalah bagian yang juga telah mengantarkan aku pada masa sekarang.
Dan demi penghormataanku pada sejarah mungkin, selain aku juga punya banyak alasan untuk harus menuliskan ini. Karena memang aku takut semua itu hilang, jadi biarlah poto-potoku juga ikut bercerita.



Menatap jauh kedepan dimana Gunung Merapi tegak menjulang,
dan kaki yang menapak pada Gunung Merbabu bisa kembali menguat dalam melangkah menuju puncak.
Seperti mengisi semangatku kembali.








Sebagai manusia biasa, yang telah diajarkan turun temurun. Mengunggapkan apa yang ingin dikatakan oleh hati pada selembar kertas lalu menyampaikannya dipuncak. Terlintas dalam benak benarkah hal tersebut juga dilakukan oleh Soe Hok Gie?
Saat tak ada kamera, saat mendaki dalam kesendirian, saat perenungan yang dicari,
juga menuliskah ia pada selembar kertas yang diberi keterangan gunung blablabla dengan ketinggian blablabla mdpl?


Sebenarnya menatap gulungan awan diantara bunga-bunga Edelweis yang indah sudah cukup untukku. Sambil melamunkan banyak hal, menikmati pemandangan yang disuguhkan oleh gunung. Seperti itulah pemikmatanku dan pengakrabanku pada alam raya ini. Karena aku telah menganggap alam raya adalah sekolahku, bukan hanya seperti toko-toko sepanjang jalan yang kulewati tanpa aku mampir.
Maka terkadang aku begitu tidak menikmati, ketika naik gunung hanya naik terus lalu sampai puncak, poto-poto hingga puas lalu turun.
Aku benar-benar tidak paham dengan pendakian yang seperti itu, dimana kita akan berbincang dengan alamnya? Ketika seolah kita hanya melewatinya dengan berlari.
Karena itu saat naik gunung aku akan banyak mengajak berhenti sejenak, demi mampu merekam pemandangan itu dalam benak meski hanya beberapa detik.
Adakah yang semisi dan visi denganku dalam naik gunung? Mendaki dengan menikmati kanan kiri, sedang saat mendaki kilat yang dilihat hanyalah jalan dimana tapak kaki akan melangkah dengan benar, tanpa benar-benar menyapa alam namun hanya melewatinya dan akan timbul perasaan aku pernah disitu. Pada suatu saat nanti, memang pernah disitu menapakinya namun hanya melewati tanpa benar-benar mengenal.





Kebersamaan bersama teman-teman dan sahabat jugalah yang menjadi kesukaanku dalam naik gunung, bisa belajar berbagi, saling membantu dan dalam kebersamaan itulah aku belajar banyak hal.
Melewati waktu dengan orang-orang yang seru, membuat putaran waktu yang sebenarnya sama namun terasa bisa begitu cepat berputar.




Juga mengikut serkatakan segala apa yang kita cinta, apa yang menjadi identitas dan mengenalkannya pada alam yang menyapa namun terkadang kita acuhkan.
Dimana diri menjadi seorang aremanita dan kamtis, begitu tersenyum saat bisa mengusung keduanya dalam suatu pencapaian sebuah puncak gunung.
Mengibarkan Sang Saka Merah Putih yang begitu haru hingga air mata yang tak mampu terbendung pun menetes ikut menyejukkan bumi pertiwi yang saat itu 17 Agustus 2013 sedang mengalami musim kemarau.



Ikut dalam upacara kemerdekaan 17 Agustus 2013 di Gunung Merbabu, sungguh suatu hal yang peresapannya sampai kehati. Hingga air mata menetes tanpa disadari. Begitu haru biru yang dirasakan.
Ketika Sang Saka Merah Putih kembali kita perjuangkan menuju puncak.





dan diawal, kenapa aku katakan bahwa aku belum cukup berani dalam menuliskan kisahku di Merbabu, itu adalah karena aku melakukan pendakian bersama pacarku, yang sekarang statusnya bisa disebut mantan. Akan ada banyak rasa ketika kalian memulai perjalanan dengan orang yang dirasa memiliki status dekat. Ribuan rasa yang menyapa, namun ketika semua itu sirna, maka yang ada hanya kenangan, dimana selanjutnya terserah kalian dalam meresapi bekas-bekas yang ditinggal tersebut.
Aku sendiri dalam hal ini hanya menyerahkan semua pada waktu. Waktu adalah obat yang paling ampuh. Ketika ada yang hilang atau memang kita sendiri yang melepaskanya, ada penyesalan atau tanpa penyesalan semua itu tetap menjadi bagian yang mengisi hidup kita.
Tak akan rumpang ketika kita berani mengingat dan mengenangnya menjadi sebuah pengalaman, proses pembelajaran atau suatu rangkaian dari proses menuju kedewasaan.


Mengingat semua yang pernah aku capai, pernah aku sapa bahkan aku kenal. Akan menjadi kenangan yang memberikan berbagai rasa didalamnya.
Aku bersyukur karena dalam perjalananku sampai saat ini, aku telah kaya dengan jutaan rasa yang menyapaku. Mungkin ini semua juga masih belum seberapa, karena itu aku tidak akan bosan berpetualang, hingga tandas semua rasa yang akan tercipta.
Semoga dengan semua itu bisa menjadi pencerah aku sepanjang hidup.


Kisah dari Gunung Merbabu 3142 mdpl
16 - 17 Agustus 2013

Monday, December 30, 2013

Wortel dan Sore


Bangun tiap jam 3 pagi sesegera mungkin atau terbangun dengan omelan dari ibuku, bahkan bisa lebih parah lagi, jika emosi ibuku sedang memuncak, sambal tumpang bisa menjadi cuci muka buatku. Kata-kata kasar seakan menjadi sarapan pagiku. Cukup sakit bila dirasa, seorang ibu yang seharusnya halus tutur katanya namun bisa begitu mudahnya mengeluarkan kalimat-kalimat yang menusuk hati, hinaan dan cacian yang terkadang diluar batas kesopanan. Hingga tangan yang melayang kemanapun emosi ingin dilampiaskan.

Dengan terhuyung dan setengah sadar satu tempat yang aku tuju yaitu dapur. Terkadang dengan duduk dibangku kecil yang dinamai dingklik, tapi jika tidak kebagian dingklik ya jongkok pun jadi, tangan kanan memegang pisau dan tangan kiri memegang tempe. Urut-urutannya adalah, membuka bungkus tempe lalu menyisiri tempe agar bumbunya mampu merasuk. Setelah itu beralih ke pekerjaan yang perintahkan ibuku, ya menguleg sambal, mencuci sayuran atau sekedar menunggui masakakan dan mengaduknya. Lalu wara-wiri dapur ke garasi, dapur ke garasi, sampai siap segala masakan di warung yang sebenarnya garasi tapi telah disulap menjadi tempat jual beli sarapan.

Hingga saatnya aku mandi lalu berangkat sekolah, rutinitas pagi aku seperti itu semenjak aku mulai mengenal dapur dan cukup bisa membedakan antara yang mana pisau dan yang mana sendok. Cukup melelahkan tapi itu buatku adalah sebuah kewajiban. Pada masa putih merah dulu aku hanya melaksanakan meski kadang enggan dan pada masa putih biru aku cukup berani melawan. Pikiranku adalah "kenapa ibuku harus mau repot-repot bekerja seperti ini, bangun pagi lalu kerja berat yang begitu menyiksa, padahal ibu teman-temanku yang juga istri PNS tidak sengoyo ibuku." Maka pada masa putih abu-abu pikiranku sudah cukup berubah drastis yaitu "Kasihan ibuku, jika ibu teman-temanku sepagi itu masih dengan nyenyaknya tidur dan bangun hanya untuk mengantri sarapan diwarung ibuku, tetapi ibuku sudah bersusah payah bekerja mencari uang."


Teringat memori saat bulan Ramadhan, ibu juga berjualan untuk sahur. Tengah malam sudah bangun, menyiapkan semua yang akan dijual. Lalu jam dua sudah buka. Pernah saat itu buka hari pertama, bapak dan ibu duduk di pinggir jalan berdua dipagi yang sepi, menunggui pembeli yang tak kunjung datang. Melihat keadaan seperti itu dadaku sangat sesak, nyeri sakit sekali. Dalam dingin pagi sudah berjuang bekerja demi anak-anaknya agar tidak ketinggalan dengan yang lain. Mataku panas melihat itu, dan air mata menetes menganak sungai dipipiku.

Ibuku meskipun dengan segala amarahnya yang tiap saat meledak karena memang tempramennya seperti itu tetapi beliau adalah pribadi yang ulet dan pekerja keras. Kami anak-anaknya pun juga diajari seperti itu, bukan hanya bangun sepagi mungkin untuk membantu tapi pekerjaan juga sudah dimulai sejak aku pulang sekolah. Memilah-milah sayuran, meracik bumbu dan yang seolah telah menjadi temanku tiap sore adalah wortel.

Bahan baku membuat bakwan dan bakmi, mengupas wortel lalu memarutnya dan mengirisnya. Dengan berat berkilo-kilo menjadi pekerjaan yang harus kuselesaikan. Setiap sore itulah pekerjaanku, pekerjaan yang seharusnya bisa selesai dengan cepat pun bisa sampai berjam-jam karena aku melakukannya dengan menonton TV atau terkadang jika ada bentakan untuk tidak menonton TV aku pasti memasang hetset dan mendengarkan mp3. Didekat pintu masuk, itulah tempatku menyelesaikan perkerjaanku dengan wortel-wortel. Karena aku memang tidak suka terus-terusan berada di dapur yang gerah dan hanya akan mendengarkan ocehan ibuku tentang keluhannya atas banyak hal. Dari balik pintu yang kubiarkan terbuka, selalu terlihat olehku, teman-teman sebayaku baik cewek maupun cowok sedang motoran sore-sore. Terkadang ada rasa iri juga melihat hal iku, rasa keinginan seperti mereka.


Ternyata rasa iriku memang mengendap bertahun-tahun, jika saat masih kanak-kanak dulu aku begitu iri pada teman-teman yang bisa bebas bermain, baik kasti, petak umpet atau lomtat tali. Maka saat aku beranjak remaja keinginan lain yaitu bisa motoran sore-sore atau sekedar berkumpul bersama teman-teman. Ketika yang lain bisa begitu bebasnya bercanda dan bermain diluar bersama teman-teman. Aku hanya berteman wortel dan sore hingga menggulung Magrib lalu Isya. Hingga tuntas pekerjaan bantu-bantu ibu diwaktu sore sampai petang dan malam menjemput lelah yang luar biasa.


Begitulah keadaan yang aku terima. Dalam dadaku begitu banyak hal yang aku salahkan, banyak hal yang aku keluhkan, banyak hal yang ingin aku ledakkan, namun untuk sekedar melakukan itu pun aku tak mampu karena memang bukan sifatku. Bagiku semakin mengeluh maka rasa capeknya juga akan semakin terasa berlipat-lipat kali.

Menerima keadaan yang ada, seperti memakan makanan yang telah disediakan meskipun kita tidak suka dengan makanan itu tetapi karena kita begitu lapar maka memang harus kita lahap juga makanan tersebut. Aku rasa begitulah keadaanku pada waktu itu. Mau tidak mau suka atau tidak suka, tetap harus kujalani, dan sama-sama menjalani kehidupan seperti itu, alangkah akan lebih sedikit ringan jika kujalani dengan ikhlas dan selalu tersenyum. Tidak akan terasa capeknya jika memang tidak kita resapi berlebihan, dan aku juga tidak ingin menambah rasa capek dengan mengeluh. Banyak hal yang mampu aku kerjakan untuk menghapus rasa capek dan yang jelas itu bukan dengan mengeluh apalagi menyalahkan banyak hal namun tidak bisa merubah apapun malah hanya akan menambah runyam. Maka itulah caraku, selalu dengan keceriaan yang ada, walau bagaimanapun keadaan yang harus kujalani.



Wednesday, December 25, 2013

Rindu Kembali Melagu


Begitu rindu
Begitu aku
Menyapa kamu
Dengan tawaku
Berharap mampu membahagiyakan kamu
Hanya itu

Blora, 22 Desember 2013

Wednesday, December 18, 2013

Belum Kelar atau Bersemi Kembali ?


Mengenali perasaanku sendiri, harus lebih pintar-pintar. Karena aku memang benar-benar pribadi bertipe sanguin, yang dalam menetapkan sebuah keputusan dan pilihan senantiasa menggunakan perasaan daripada pemikiran. Ternyata meskipun aku dari dulu bilang pada diriku sendiri bahwa aku merupakan orang yang selalu memelihara logika daripada terlalu memanja hati, namun kenyataan berkata tak selalu seperti itu.

Begitulah, maka dari itu setelah aku memahami keaslian pribadiku sendiri, aku harus lebih bisa mengontrol perilaku, terlebih sekarang aku sudah berkepala dua.

Menghela nafas berulang kali tiap ketemu dia yang akhir-akhir ini kembali dekat. Perhatian, canda tawa, kebersamaan yang dulu pernah pudar karena nama lain yang mengisi hatiku, kini terasa lagi. Sebenarnya aku takut membiarkan rasa itu menyapa hatiku lagi, karena dulu dengan nama itu pernah mengendap disana, dan cukup mengoyak hatiku juga saat aku berusaha mati-matian melupakan nama itu. Namun kenapa sekarang muncul lagi? karena aku bukan orang yang pengecut dalam mengidentifikasi perasaan itu, jadi benar sudah kupastikan itu memang perasaan yang sama, dengan nama yang sama.

Sungguh melelahkan sebenarnya, mengulang apa yang pernah dirasa dengan orang yang sama. Endingnya pun bisa dipastikan juga sama. Harus seperti dulu, mencintai dalam diam lalu lenyapkan. Aku cukup belajar dari hubunganku yang kemarin, dari sahabat menjadi pacar lalu karena meskipun sudah ribuan kata cinta dan sayang diucapkan tetap saja hatiku tidak mendekat ke dia seinchi pun maka harus ku akhiri, hingga sekarang berubah menjadi orang asing. Benar rusak persahabatan sangat merugi rasanya.


Pernah benar-benar aku sukses tidak lagi peduli dengan dia, namun kenapa sekarang timbul lagi perasaan seperti dulu? Belum mati atau memang tumbuh lagi? Cinta lama belum kelar atau cinta lama bersemi kembali?

Friday, December 13, 2013

Kembali Melibas Senja


Kembali terulang melibas habis senja hingga orensnya memekat
Dalam kuluman keindahan yang berangsur berganti dengan keindahan lain
Aku selalu suka senja
Karena diantara senja selalu memiliki cerita
Cerita manis yang bercermin pahit
Dan dari senja aku selalu meringkih namun dengan cepatnya juga menguat setelah itu
Senja adalah akhir sekaligus awal

Pekalongan, 18 Juni 2013

Tiba-Tiba Hening

Dia masih dengan logat Pontianaknya sedang video call-an dengan keluarganya di pulau seberang sana. Saat kuintip sedikit sepertinya itu ibunya yang ada dilayar leptop. Sambil aku pura-pura sibuk dengan leptopku sendiri, aku mencoba mencerna apa yang mereka bicarakan. Tapi percuma karena tak satupun kata yang kumengerti. Dulu pernah sempat aku cari-cari di internet tentang bahasa daerah Pontianak sana, karena buatku segala hal yang berhubungan dengan dia adalah menarik.
Karena hari libur kampus cukup sepi, hanya ada beberapa mahasiswa yang sedang mencari gratisan internet di kampus. Aku sendiri setelah menerima sms dari dia, langsung saja ke kampus. Dia bilang juga ngajak teman yang tidak pulang kampung untuk wifian bareng, tapi ternyata cuma aku dan dia saja yang menghuni gedung perkuliahan ini sambil menatap leptop masing-masing.
"Haha kamu pasti gak ngertikan tadi aku ngomong apa?" kata dia setelah mengakhiri kangen-kangenannya dengan ibunya di rumah. "Jelas aja aku gak ngerti bahasamu, Tan." jawabku setengah malas, karena pertanyaan seperti itu sudah jelas adalah sebuah lelucon dari dia. Lalu gantian handphoneQ yang berkedip-kedip. Di layar hape mengeluarkan nama yang sudah sangat aku kenal, ingin rasanya tidak kuangkat lalu aku matikan tapi dia terlanjur bilang "angkat saja" malah akan terkesan aneh jika tidak kuangkat. Tapi tidak begitu lama percakapan sudah aku tekan tombol akhiri panggilan. Sungguh membosankan saat aku mendengar kalimat "kamu pasti lagi sama dia kan?" dari seberang percakapan sana. Sebuah pertanyaan yang menyelidik dengan rasa marah dan cemburu yang begitu tidak aku sukai.
"Pacar ya?" tanya dia sambil ngelirik aku yang kembali pada kesibukanku facebookan. "Iyee" jawabku singkat saja. Tapi setelah itu kuamati apakah ada perubahan dari wajahnya. 'hemb' tetap sama, biasa saja begitulah dia yang hanya menganggapku sebagai teman. Menemani dia wifian di sini.
"Kamu suka ya sama aku, Jen?"
'Deg!' jantungku dengan kampretnya berdetak gak karuan. "Maksunya apa Tan? Ngawur ah" kujawab sekenanya mencoba menutupi perasaanku yang sebenarnya.
"Gak usah bohong Jen, kelihatan kog hehehe" sambil dia nyengir kuda. "Gak usah ditutupi lah, aku bisa baca pikiranmu lhow"
'Sialan jantungku rasanya mau loncat dari tempatnya' bibirku benar-benar dibuat beku karena dia. Aku tidak bisa menjawab pertanyaan dia.
"Apanya yang mau loncat?" tanya dia sambil senyum-senyum.
'Jadi apa benar rumor yang beredar selama ini kalo dia bisa baca pikiran orang, karena dari tadi aku tidak bilang apa-apa, hanya mampu kujawab dalam hati saja'
Lagi-lagi dia hanya tersenyum dan tiba-tiba semua jadi hening.


Thursday, December 12, 2013

Bahagiya itu kita sendiri yg ciptain


Aku beruntung menjadi pribadi yang seperti ini, yang jika merasa sedih tidak pernah bisa awet tahan lama. Karena aku memang bukan tipe yang berpikir harus merasa sedih berlarut-larut. Buatku hidup cuma sekali, akan sangat rugi jika hanya dihabiskan untuk bersedih. Selain itu aku juga percaya bahwa tiap diri kita itu berhak bahagiya. Tapi ketika kebahagiyaan yang kita damba tersebut tidak kunjung datang juga, maka yang selalu aku yakini adalah aku harus menciptakan kebahagiyaan untuk diri sendiri.

Ketika setiap orang disekitar kita begitu sibuknya dengan rutinitas mereka masing-masing, akankah kita berharap mendapatkan kebahagiyaan dari mereka? Aku rasa jawabannya adalah tidak perlu, jika kita tidak ingin kecewa maka kita tidak perlu berharap pada orang lain. Selagi kita masih mampu untuk mewujudkan sendiri apa yang kita harapkan, maka berharap pada diri sendiri dan berusaha untuk menjadikannya sebuah kebahagiyaan yang kita senyumi aku rasa itu jauh lebih baik.

Jika ku ulas balik. Aku ingat pada masa aku masih berseragam putih merah dulu, yang selalu aku yakini bahwa setiap mendung dan hujan pasti ada hari yang cerah dan jika beruntung akan ada juga pelangi yang melengkung dengan indahnya di langit. Maksudnya adalah bahwa setelah kesedihan pasti ada kebahagiyaan dan aku juga percaya jika hari ini sedih pasti besok akan bahagiya. Begitulah aku hidup pada masa kanak-kanak dulu. Paling tidak pemikiran seperti itu selalu mendatangkan semangat luar biasa dalam aku melalui setiap masalahku di waktu dulu. Saat begitu putus asa yang ada, hanya ingin mati yang dirasa dan ketakutan luar biasa akan hidup dan terpaan masalah, aku pasti dengan memunculkan rasa optimis berpikir, semua ini akan cepat berlalu, akan ada saatnya semua masalah dan rasa tidak menyenangkan ini hanya akan menjadi hal yang terlupa. Begitulah waktu dengan fungsinya, melindas apapun yang dibelakang.

Aku tersenyum dan sangat bersyukur memiliki pribadi yang seperti itu bahkan sudah tercipta pada masa kanak-kanak dulu. Aku yang terbangun dari sebuah pemikiran positif masa kanak-kanak pun menjalani hidup dengan mencipta kebahagiyaan. Pemikiranku sekarang meski tak sama persis lagi dengan masa itu namun aku rasa tidak jauh berbeda, yang jika aku dulu menempa semangat dengan berpikir seperti itu sembari pasrah menunggu bahagiya. Maka aku yang sekarang ternyata adalah pribadi yang benar-benar menciptakan kebahagiyaan untuk diriku. Saat sedih datang, perlahan aku menghapusnya dengan caraku. Melakukan hal-hal yang membuatku kembali bahagiya, seperti mendengarkan lagu, mencari hal-hal baru di internet, atau sekedar menyalurkannya pada puisi. Tiap-tiap kita pasti punya hal yang disenangi masing-masing, maka lakukanlah itu untuk sekedar melupakan rasa sedih yang sedang melanda diri.

Dan dari keseluruhan aku rasa adalah yang terpenting mensugesti diri untuk tidak melihat ruang sedih dalam diri kita ini seperti sebuah gunung menjulang tinggi besar, dengan kata lain jangan selalu membesar-besarkan rasa sedih yang ada. Karena dengan diri kita yang lebay menghadapi rasa sedih maka kita akan terperosok pada rasa sedih yang berkepanjangan. Jadi jangan biarkan diri kita sendiri bermanja-manja dengan rasa yang menyakitkan tersebut. Ketika cara memperoleh kebahagiyaan di dunia dalam hal ini tidak melanggar atau bertentangan dengan aturan Allah, rasanya kita memang harus melakukan cara tersebut.

Hidup cuma sekali, jangan dihabiskan untuk bersedih. Kebahagiyaan itu ada bukan hanya untuk ditunggu kedatangannya tapi harus kita cari dan perjuangkan untuk memperolehnya. Karena kebahagiyaan itu kita yang ciptain. Percayalah kita semua berhak bahagiya.



Wednesday, December 11, 2013

Harapku Akanmu, Bayu

Bayu yang memandikan luka-luka,
membasuh hingga sembuh.
Aku sungguh berharap dari kamu, bayu.
Hari ini kembali tercipta asa yang membuncah tapi kandas tanpa bekas.
Begitu menyiksa yang ada.
Ketika aku yang dengan sekuatnya, mengubah segala hal yang kering menjadi kembali segar ternyata aku sendiri lupa untuk mencipta diri kembali segar.
Terlewat? Iya, aku melewatkan diriku sendiri.
Karena itu bayu aku mencoba berharap lebih dari kamu, meskipun entah apakah akan kutemu lagi harap yang menjadi ratap, atau yang indah.
Entah.
Bayu, adakah kamu dalam resah kesah yang kuhembus?
Kuharap kamu tak menyentuh itu, tapi jika tersentuh olehmu, aku juga berharap lagi semoga kamu bisa kembali setelah bermetamorfosa menjadi kesah yang terbungkus kasih.
Tak banyak harapku, hanya diantara perdu yang mengilalang atau berkerlip taburan bintang, kamu mampu menyisihkan sedikit waktumu untuk membasuh luka-luka ini, bayu.



Sunday, December 8, 2013

Hadiah Ulang Tahun Dari Allah


Sebelumnya aku menuliskan ini bukan karena aku ingin pamer aku sholat, sungguh tidak ada sedikitpun terbersit pikiran seperti itu, karena pernah beberapa hari yang lalu aku update status di facebook ku yang intinya bercerita kalo aku mau sholat subuh. Tetapi malah ditanggap negatif sama temanku, dianggap bahwa aku pamer. Dalam hati aku mengatakan “Maaf tidak semua orang itu memiliki pikiran yang buruk seperti kamu”. Aku menulis cerita ini bukan karena aku ingin pamer atau disebut kalo aku orang yang beriman, menjalankan sholat lima waktu, serta begitu patuhnya terhadap Allah. Justru sebaliknya, aku ingin menceritakan semua apa adanya. Aku berharap ceritaku ini yang kutulis dalam blog ini bisa memberikan secuil pencerahan dan semoga bisa bermanfaat bagi pembacanya itu saja.

Sebenarnya aku hanya ingin mengingatkan, bukankah kita sesama manusia harus saling mengingatkan? Saling memberi kabar jika itu bermanfaat, bahkan sesuatu yang senegatif apapun dan semengerikan apapun itu, aku tahu semua itu bisa jadi bermanfaat ketika kita mampu mengambil sisi baiknya. Karena itu aku bercerita dalam blog ini, memang tidak secara detail aku menceritakan tentang mimpi yang aku alami, tapi sungguh gambaran tentang hari kiamat yang secuil aku rasakan dalam mimpiku itu sangat mengerikan.

Semengerikan apapun mimpi semalam, tapi aku menyebutnya sebagai mimpi indah. Terbangun dengan rasa takut luar biasa, rasa ketercengangan hingga aku tak bergerak dari tempat tidurku beberapa detik. Lalu dengan terhuyung dan kesadaran yang belum sepenuhnya kumiliki, aku berjalan ke kamar mandi setelah menatap jam dinding yang menunjukan pukul enam pagi. Namun melihat kran yang menyala tetapi tidak mengeluarkan air aku sadar bahwa air di atas sedang mati. Masih dengan kesadaran yang setengah ku putuskan untuk mencari air di kamar mandi bawah. Menuruni tangga entah kenapa detak jantungku tak karuan.

Kamar mandi satu penuh, kamar mandi kedua juga dalam keadaan yang sama, tertutup. Tapi aku tetap melanjutkan berjalan ke kamar mandi di belakang, dekat kamar kost cowok. Meski dengan hati yang gentar, karena malu dan takut jika terlihat oleh cowok. Pertama karena tidak sedang berkerudung, kedua karena baju tidur yang kugunakan berwarna pink. Namun mempertimbangkan bahwa hari masih terlalu pagi, terlebih ini adalah hari minggu, aku berpikir tentu mereka masih nyenyak tidur. Benar saja, aku sangat beruntung karena tidak satupun kutemui makhluk adam tersebut.

Ini semua demi air wudhu, masih belum terlambat untuk sholat subuh. Kulihat matahari belum sepenggalah naik, semoga saja memang masih belum terlambat dan aku sendiri pun juga baru terbangun jam segitu. Kurasa masih bisa ditoleransi oleh Allah, ada yang bilang Islam itu fleksibel. Aku berjanji untuk hari berikutnya aku akan bangun lebih pagi, saat adzan subuh.

Kembali ke kamarku di kost atas, lalu menunaikan sholat dua raka’at. Menangis dalam doa dan memohon ampun. Sungguh, lagi-lagi Allah menegurku dengan cara yang tak pernah kusangka. Mungkin karena diri ini kelewat nakal sebagai hamba, benar begitu ya Rabb?

Selesai melaksanakan kewajibanku, aku duduk disamping tempat tidur, sambil menyeka air mata kucoba memikirkan apa yang barusan aku alami dalam mimpiku. Aku tidak akan menceritakan secara detail dalam blog ini, intinya aku bermimpi melihat matahari yang hampir tenggelam di sebelah barat lalu kembali terbit, hari itu senja begitu indah dan matahari berwarna orenz dengan bulatnya. Tapi dengan mata terbelalak aku beserta orang-orang yang berada dalam mimpiku tersebut tak mampu berkedip melihat matahari tersebut terbit lagi dari ufuk barat. Berangsur-angsur dengan biasan yang tak pernah kulihat sebelumnya matahari tersebut bergerak kearah timur. Dengan hati yang menciut dan rasa takut luar biasa aku tahu betul ini semua maksudnya apa. Sambil berharap bahwa semua ini hanya mimpi saja. Namun dalam mimpiku tersebut semua terasa begitu nyata. Rasa takutnya, rasa penyesalannya, rasa ingin mengulang waktu lalu bisa menjadi orang yang beriman, keberharapan bahwa semua ini hanyalah sebuah mimpi, namun saat kucubit diriku sendiri merasakan sakit. Semua seperti nyata kualami. Lalu setelah itu seperti yang telah di tuliskan dalam Al-Qur’an. Tak kusangka aku mengalami mimpi yang membuat hatiku begitu bergetar bahkan setelah aku terbangun dalam kasur empuk dalam kamarku sendiri.

Ada yang bilang bahwa kita hidup di dunia ini hanya mampir  ngombe alias numpang minum saja. Dunia yang fana dan hanya sebentar kita berada di sini, tapi mungkin disinilah bagian yang paling melenakan manusia. Alam kandungan, alam dunia, alam kubur dan yang paling kekal dari kesemuanya, akhirat. Aku berharap bisa meraih kebahagiyaan di alam yang terakhir tersebut. Tapi tentu tidak akan semudah itu. Aku pernah naik turun, pernah merasa begitu bergetar hatiku ketika hanya menyebut kata bismillah saja, tapi aku juga bahkan pernah begitu muak dan malah memasang hetset ketika mendengar seruan adzan. Semua ini butuh proses, namun kegagalan yang selama ini aku jalani mungkin karena aku melakukan semua dengan naik lift, bukan naik tangga yang selangkah demi selangkah. Buatku sekarang yang terdekat adalah membetulkan lagi sholatku. Selama ini tak pernah terjaga baik sholatku, aku juga masih terkadang memperlihatkan auratku kemana-mana, bahkan jika disebut aku menutup aurat dengan benar-pun mungkin masih belum meskipun dalam keadaan memakai jilbab.

Mendapat mimpi yang mengerikan seperti itu, kuanggap adalah kado terindah dari Allah menjelang berkurangnya umurku. Iya mendekati ke-20 tahun aku berada di dunia fana ini, Allah telah menyadarkan aku dengan memberikan hidayah dengan cara seperti itu. Aku ingin dekat lagi dengan Pencipta-ku yang selama ini sudah begitu baik, namun diri ini memang tak pandai berterima kasih. Hingga membuatku selalu menjauh dan semakin jauh. Aku tidak ingin menyia-nyiakan lagi hidupku ini, lalu merugi setelah itu. Aku benar-benar berterima kasih atas mimpi yang semalam aku alami, karena mimpi itulah aku jadi tersadar atas kedurhakaanku pada Sang Maha Pengasih dan Maha Penyayang.

Friday, December 6, 2013

OST. Happy And Love Forever


Lagu itu dalam bahasa China mungkin atau bisa jadi Korea, atau malah Taiwan? Entahlah
Yang jelas itu lagu berbahasa asing, aku sendiri jujur saja tidak mengerti arti dari lagu yang menjadi OST. Happy And Love Forever tersebut. Judul aslinya saja tidak tahu. Penyanyi yang membawakan lagu tersebut juga entah, semua serba tak kuketahui. Bahkan sebenarnya nonton film atau drama atau sinetron yang berjudul diatas saja aku juga tidak. Tapi entahlah saat aku mendengarkan lagu tersebut rasanya aku seperti terserat ke dalam kekosongan hati yang begitu sulit dijelaskan. Aku seperti kembali ke masa yang bahkan aku sendiri tidak mengerti. Cukup membingungkan sebenarnya sekaligus membingungkan juga aku bisa merasa dalam situasi yang bahkan tidak kuketahui tapi aku merasa begitu akrab. Hanya karena mendengarkan sebuah lagu asing namun aku seperti terseret dalam kenangan yang tak asing.
Sebenarnya ada misteri apa dari lagu tersebut? Apakah bukan hanya aku yang merasakan keadaan dejavu seperti itu saat mendengarkan lagu tersebut?


Lagu yang kumiliki dan berada dalam daftar musik di leptopku sudah selama satu tahun tersebut kenapa bisa membuatku seperti tak pernah ada bosannya memutarnya lagi dan lagi. Lagu yang di download temanku lewat leptopku karena dia suka lagu tersebut katanya dan filmnya yang bagus juga. Sedikit membuatku penasaran, pernah aku coba membuka youtube dan mencari film tersebut. Tapi yah hanya sebatas mencari saja, aku tidak begitu tertarik pada video yang di tampilkan youtube tersebut. Jadi tak pernah benar-benar kupahami film yang ternyata berepisode-episode tersebut.


Sekarang setelah satu tahun aku lama tak mendengarkannya dan sekarang aku dengarkan lagi, rasanya masih tetap sama, bahkan semakin menguat. Ketika benar-benar kuresapi lagu yang tak kuketahui artinya ini sambil memejamkan mata bahkan ada seperti tercium bau masker rambut Makarizo yang berwarna kuning, bergambar buah kiwi mungkin, aku tidak begitu paham.
Apa maksud dari semua ini? Benar-benar aneh. Karena aku sendiri tidak pernah memakai hal semacam itu dan pernah melihat serta mencium baunya itupun karena di kamar mandi, terkadang ada mbak kost yang memakai masker rambut dengan merk tersebut. Aku sungguh penasaran, tapi sebesar apapun rasa penasaranku tersebut tak juga mampu terjawab.
Bahkan sampai sekarang.



Saturday, November 30, 2013

Pilihan Terpilih

Ini sudah entah kuluman yang keberapa dari dia dalam satu jam ini. Lalu dalam peluknya yang mesra ku coba bertanya "Sebenarnya apa yang kamu rasakan saat ciuman seperti ini, yank?" Sambil kembali mencium keningku, dia menjawab "Ya seneng donk yank, kan bisa bersama orang yang disayangi" Aku hanya terdiam saat setelah itu, lalu dia jadi sibuk bercerita entah apa, aku tak lagi merespon keadaan saat itu. Aku juga jadi begitu sibuk dengan pikiranku sendiri. Aku merasa apa yang dia rasakan tak sama dengan apa yang aku rasakan selama ini. Terkadang bahkan mati-matian aku mencoba meresapi pelukan hangat dari dia atau ciuman halus dibibir dari dia, segala kemesraan yang selama ini dia berikan penuh untukku. Tapi yang ada hanya hambar, iya memang tubuh ini menerima semua, tapi hati? Tak pernah kurasakan yang namanya tersengat ribuaan volt listrik dalam tubuhku saat bibirnya mengulum bibirku atau rasa hangat yang merambati hati ketika tubuhnya memelukku. Semua terasa biasa, ciuman dengan dia rasanya seperti bibir yang bertemu sendok berisi penuh nasi goreng lalu aku mengunyahnya. Pelukan, terasa seperti tubuh yang memeluk guling saat mata begitu ngantuk. Biasa!


Sedih sekali aku harus menciptakan keadaan seperti ini. Tersangkut diantara ribuan gelembung sabun warna warni nan indah, namun saat kucoba mengambilnya satu maka saat itu juga pecah gelembung tersebut, hingga menyisakan rasa kecewa bertubi. Semua begitu ilusi, begitu senyum yang harus tertarik dalam lengkungan yang palsu. Senyum dengan gincu palsu!

Iya memang benar bahwa hidup ini adalah panggung sandiwara, dan dalam kegamangan yang luar biasa ini kurasa aku adalah orang yang berekting dengan begitu baiknya. Sempurna dimata dia, namun untuk hatiku sendiri? Hati seperti menjadi organ tubuh yang berada diruangan tersendiri dan dijauhkan dari tubuhku, entah dimana, mungkin dalam toples biskuit atau dalam kaleng susu, atau terkurung dalam kardus berplester dobel begitu rapat. Dia tidak sadari, tentang pertentangan dalam tubuhku ini. Karena memang seperti yang telah kusebutkan diatas, bahwa aku begitu pintar dalam berekting menjadi kekasih yang romantis dengan kasih sayang penuh untuk dia. Bukan hal yang susah untuk sekedar membalas segala kemesraan dia, meskipun dengan hati yang mati, tak merasakan apapun. Jahatkah aku?

Kembali kutegaskan pada diri bahwa cinta itu butuh proses. Aku selalu meyakini bahwa merasakan cinta itu seperti naik tangga bukan naik lift yang sekali pencet bisa langsung sampai lantai teratas, namun semua membutuhkan proses dalam tiap tiap anak tangganya. Namun hingga mungkin jenuh menaiki tangga yang tak juga mengantarkanku pada lantai yang landai. Hingga kusadari ternyata aku menaiki tangga ini hanya dengan satu kaki dan kaki yang satunya masih tertinggal di tangga gedung yang lain. Iya kurasa perumpamaannya memang seperti itu, karena memang kenyataan yang ada seperti itu. Terlambatlah kusadari bahwa hatiku hanya satu dan tak pernah bergerak mendekat pada pacarku sendiri meski satu inci. Hatiku masih berada di tempatnya yang semula, kaku membeku dimiliki seutuhnya dalam gunung salju merah jambu itu. Lalu aku harus bagaimana? Tetap stag dan melanjutkan sandiwara yang bahkan tak kunikmati sama sekali atau bersiap untuk kehilangan apa yang tak hatiku mengerti?

Dan dalam malam yang mengecewakaan memang semua sandiwara itu kuakhiri 'aku pengen putus yank' lalu dengan perasaan yang acuh kutekan tombol kirim dalam menu dihapeku. Jahatkah aku? Iya atau tidak, tetap kata maaf semoga bisa mewakili. Hingga tidur dalam pelukan pekat malam mengantarkanku pada rasa sendirian nan kesepian hingga saat ini, namun itulah jalan yang kupilih. Biar kumiliki diri dan hati seutuhnya kembali. Sudah lama tak kubuat hatiku sendiri bahagiya. setelah ini aku berjanji aku akan melakukan apa yang hatiku inginkan dan membahagiyakannya.

02:47
Sragen, 30 November 2013

Tuesday, November 26, 2013

Attitude Plagiat


Lama tak kusapa dari sudut sini, lorong-lorong kemarin terlalu gelap, terlalu pekat hingga menelantarkan tiap kata yang merengek minta ditata.
Lama memang harus kuguyur dahulu amarah didada ini, agar tak mengotori tiap tetesan monolog dalam sudut sini.
Mengurai kembali apa yang begitu bergumpal-gumpal dalam otak, agar tali yang kan menjadi ku miniti jalan dalam mengalirkan lentik sang jemari bisa menderas kembali.
Jernih sejernih-jernihnya, jangan sampai terkotori oleh emosi sesasat yang tercipta dari apa yang kunamakan 'attitude plagiat' oleh mu.
Yang juga begitu mengobrak-abrik pikiranku kemarin.
Detik ini kucumbui dengan keikhlasan luar biasa, kembali menata pena menggores kata dalam kesabaran yang semoga tak kan pernah luntur.
Karena itu yang paling aku benci dan tidak mudah meski sekedar mengacuhkan saja.
Ingin ku lontarkan segala amarah tumpah ruah hingga darah mengarah tepat dalam klimaksnya, namun apa daya, segala yang bertameng 'inspirasi' memang malah menjadi senjata paling ampuh. Tapi dalam lorong ini penilaian mutlak tetap sama, 'ciri khas' kepenulisan tiap orang itu berbeda-beda.
Tapi bagaimana, aku menyerah untuk semua perdebatan sengit itu, bukan berarti kalah! karena dalam hal ini kamu telah kuberikan kesempatan kedua, maka gunakan lah sebaik mungkin.
Untuk ku sendiri yang terpenting sekarang adalah untuk tidak takut dalam menulis.
Aku tidak ingin menjadi pengecut dan trauma menulis. Yang jelas aku tidak ingin mengecewakan kata yang siap terpilin menjadi kalimat dan menyusun monolog entah apa.
Seperti puisiku sebelumnya, aku tidak akan memasung kata meski hanya menyusun monolog saja.
Dan sekarang kutekankan, jika memang itu gaya penulisanmu (plagiat) maka lanjutkan saja.


Di sudut sini aku berkata, ATAS NAMA APATIS.

Sunday, November 17, 2013

Tiga Bulan Untuk Selamanya

Malam sudah selarut ini tapi aku masih juga belum ditemui. Terbersit dalam pikirku untuk segera kuakhiri tapi langkah berat untuk mencari maaf sejauh ini haruskah terhenti begitu saja, semua harus sia-sia. "Tidak boleh sia-sia" jawabku dalam hati dan dengan perasaan yang semakin tak terarah aku duduk kembali di pinggir trotowar. Menatap jalan raya yang tinggal satu-satu kendaraan yang melintas, karena memang sudah begitu larut. Melontarkan ingatanku pada kilas balik masa lalu, seperti melihat video yang kubuat sendiri dengan aplikasi Movie Maker, semua membayang dipelupuk mata.

Wednesday, November 13, 2013

Kepalsuan Cinta

Biar cinta habis dikremasi waktu
Lalu terbang dijalanan bersama debu
Ditindas kediktatoran cinta yang palsu
Menjadi retorika yang menggebu-gebu
Mengawali kepalsuan lain


07:23
Sragen, 27 Maret 2011

Tak Kulanjutkan

Membekap sanubari
Mengalirkan nanah dalam darah
Entah apa yang tercampur dalam pikiran
Sekarat membeku ternyata bukan akhir
Ada yang memang tercampur
Dan itu cukup untuk tidak membuat sebuah akhir
Aku berang....
Nanah terlanjur muncrat dari jantung
Luka terlanjur membasuh seluruh tubuh
Duka terlanjur mendikte otak
Tak akan ku lanjutkan
Jika memang bukan akhir
Maka biar aku yang mengakhiri
Harus ada yang diakhiri
Aku mundur dengan teratur
Tak akan kulanjutkan


07:01
Sragen, 25 Maret 2011

Tuesday, November 12, 2013

Kisah Picisan

Hari itu aku terburu-buru pulang, hingga melupakan buku tulisku yang masih tertinggal di kelas. Sebelum genap lantai bawah aku kembali ke lantai dua untuk mengambil buku tulisku. Lorong lantai dua sudah sepi, mungkin karena sekarang hari sabtu jadi teman-teman juga terburu-buru untuk segera pulang. Sebelum mencapai kelas ada deretan jendela yang memperlihatkan isi dalam kelas. Dari jendela paling sudut kulihat Semi mantan pacarku sedang duduk berdua dengan Disa sahabatku, entah apa yang mereka bicarakan. Tapi kulihat Disa menangis dan Semi berusaha untuk menenangkan Disa. Sambil mencoba memeluk Disa, Semi menghapus air mata Disa dan mungkin mengatakan sesuatu tapi karena jarak jadi aku tidak terlalu mendengar apa yang mereka bicarakan. Rasanya meskipun sudah menjadi mantan pacar Semi tapi hatiku tetap saja bergemuruh, ingin rasanya aku marah dan melabrak mereka. Walaubagaimanapun Disa adalah sahabatku yang paling dekat, kenapa harus seperti itu dengan Semi. Karena sudah tidak tahan melihat adegan seperti di sinetron-sinetron itu aku putuskan untuk pulang dan mengabaikan buku tulisku.

Hari seninnya, ada gosip yang mengatakan kalo Disa temanku tersebut hamil. Tak lain dan tak bukan Semi yang dikabarkan sedang dekat dengan Disa adalah cowok yang menghamili Disa. Aku hanya diam menanggapi gosip tersebut, tapi memang hari itu Disa dan Semi tidak masuk sekolah. Gosip memang benar-benar cepat berkembang dalam sekolahku ini. Meskipun cukup kaget juga mendengar gosip itu tapi memang hal yang seperti itu sudah sering terjadi, bulan lalu juga anak kelas sebelah dikabarkan hamil. Karena malas mengikuti upacara bendera hari senin aku dan genk ku seperti biasa bersembunyi dikantin sekolah, setelah menyelesaikan makan bakso, aku dan teman-teman se-genk ku kembali kekelas. Kami juga mencoba mencari tahu kebenaran gosip tentang Disa yang juga satu genk dengan kami. Sambil bercerita tentang apa yang aku lihat kemarin saat dikelas pulang sekolah, kami berjalan keluar kantin tapi karena keasyikan cerita tanpa memperhatikan jalan aku menabrak seseorang yang membawa semangkuk bakso.
Karena benar-benar kesal, aku mengumpat dan marah-marah pada orang tersebut yang telah menabrak aku hingga kuah bakso mengotori seragam OSIS SMP putih biru ku.



(yang penting nulis)

Jangan Pasung Kata


Jangan pasung kata
Meskipun hanya menyusun monolog saja
Namun biarlah kata berlarian
Kaki-kaki kecilnya akan menggores sejarah sepanjang jalan




Senja Itu




Masih pada kisah temaram senja yang sama
dan mengumpulkan bayang langit senja tanpa jeda
yang bersembunyi diantara kecipak riak ombak kecil
mengendap begitu dalam, entah mampu ku tangkap atau tidak
entah...

Sisa-sisa rasa dari inisial B
Pekalongan, 18 Juni 2013

Sakit



Sakit

Hidup


Kadang indah, kadang busuk
Beginilah hidup

Mantingan-Jawa Timur, 30 Desember 2012

Monolog Motivasi Diri


Puisi dalam hati
Memotivasi diri

Gd. C5
dalam perenunganku tentang hidup
Semarang, 7 Mei 2013


Yang Selalu Kupegang


Ketika koma tak juga beranjak dari tempatnya
Mungkin titik yang harus dimunculkan
untuk mengawali kalimat yang baru

Suatu pagi setelah bermalam di PKM FIS UNNES

Aku 'pernah'


dan aku
Juga dingin gelap yang melingkupiku
di jalanan
Terima kasih telah mengingatkanku
bahwa aku 'pernah'
menjadi bagian 'mu'

Yogyakarta, 1 Maret 2013

Rindu Itu Kamu


Banyak sekali ku buat metafora
Tentang rindu tanpa ragu
Tanpa rambu-rambu
Banyak juga monolog perdu nan nan berlagu rindu
Yang manis namun sendu pilu
Yang kusam kelam namun merdu
Yang mentah tak terbantah namun madu
Namun setelah kurangkum satu-satu
Kutarik garis lurus, miring, lengkung, zig-zag, sampai melingkar-lingkar
Dan kuhitung dengan proyeksi ketepatan akurat
Semua hanya berujung pada satu
Yaitu kamu

Untuk inisial B rindu ini bermuara
Semarang, 29 Mei 2013



Mulai Peduli


Haruskah aku tetap peduli,
saat semua yang terasa hanya menyakiti hati?
Iya, sepertinya harus kubuang yang tidak perlu!

Ingin kubunuh rasa itu sebelum ia semakin mengkronis
Inisial B
Pantai Marun, 18 Mei 2013

Pemahamanku


Allah memberi kita mata bukan hanya untuk memandang lurus,
tapi untuk memandang lebih luas

GSG UNNES, 8 April 2013