Dan demi penghormataanku pada sejarah mungkin, selain aku juga punya banyak alasan untuk harus menuliskan ini. Karena memang aku takut semua itu hilang, jadi biarlah poto-potoku juga ikut bercerita.
Menatap jauh kedepan dimana Gunung Merapi tegak menjulang,
dan kaki yang menapak pada Gunung Merbabu bisa kembali menguat dalam melangkah menuju puncak.
Seperti mengisi semangatku kembali.
Sebagai manusia biasa, yang telah diajarkan turun temurun. Mengunggapkan apa yang ingin dikatakan oleh hati pada selembar kertas lalu menyampaikannya dipuncak. Terlintas dalam benak benarkah hal tersebut juga dilakukan oleh Soe Hok Gie?
Saat tak ada kamera, saat mendaki dalam kesendirian, saat perenungan yang dicari,
juga menuliskah ia pada selembar kertas yang diberi keterangan gunung blablabla dengan ketinggian blablabla mdpl?
juga menuliskah ia pada selembar kertas yang diberi keterangan gunung blablabla dengan ketinggian blablabla mdpl?
Sebenarnya menatap gulungan awan diantara bunga-bunga Edelweis yang indah sudah cukup untukku. Sambil melamunkan banyak hal, menikmati pemandangan yang disuguhkan oleh gunung. Seperti itulah pemikmatanku dan pengakrabanku pada alam raya ini. Karena aku telah menganggap alam raya adalah sekolahku, bukan hanya seperti toko-toko sepanjang jalan yang kulewati tanpa aku mampir.
Maka terkadang aku begitu tidak menikmati, ketika naik gunung hanya naik terus lalu sampai puncak, poto-poto hingga puas lalu turun.
Aku benar-benar tidak paham dengan pendakian yang seperti itu, dimana kita akan berbincang dengan alamnya? Ketika seolah kita hanya melewatinya dengan berlari.
Karena itu saat naik gunung aku akan banyak mengajak berhenti sejenak, demi mampu merekam pemandangan itu dalam benak meski hanya beberapa detik.
Adakah yang semisi dan visi denganku dalam naik gunung? Mendaki dengan menikmati kanan kiri, sedang saat mendaki kilat yang dilihat hanyalah jalan dimana tapak kaki akan melangkah dengan benar, tanpa benar-benar menyapa alam namun hanya melewatinya dan akan timbul perasaan aku pernah disitu. Pada suatu saat nanti, memang pernah disitu menapakinya namun hanya melewati tanpa benar-benar mengenal.
Kebersamaan bersama teman-teman dan sahabat jugalah yang menjadi kesukaanku dalam naik gunung, bisa belajar berbagi, saling membantu dan dalam kebersamaan itulah aku belajar banyak hal.
Melewati waktu dengan orang-orang yang seru, membuat putaran waktu yang sebenarnya sama namun terasa bisa begitu cepat berputar.
Juga mengikut serkatakan segala apa yang kita cinta, apa yang menjadi identitas dan mengenalkannya pada alam yang menyapa namun terkadang kita acuhkan.
Dimana diri menjadi seorang aremanita dan kamtis, begitu tersenyum saat bisa mengusung keduanya dalam suatu pencapaian sebuah puncak gunung.
Mengibarkan Sang Saka Merah Putih yang begitu haru hingga air mata yang tak mampu terbendung pun menetes ikut menyejukkan bumi pertiwi yang saat itu 17 Agustus 2013 sedang mengalami musim kemarau.
Ikut dalam upacara kemerdekaan 17 Agustus 2013 di Gunung Merbabu, sungguh suatu hal yang peresapannya sampai kehati. Hingga air mata menetes tanpa disadari. Begitu haru biru yang dirasakan.
Ketika Sang Saka Merah Putih kembali kita perjuangkan menuju puncak.
dan diawal, kenapa aku katakan bahwa aku belum cukup berani dalam menuliskan kisahku di Merbabu, itu adalah karena aku melakukan pendakian bersama pacarku, yang sekarang statusnya bisa disebut mantan. Akan ada banyak rasa ketika kalian memulai perjalanan dengan orang yang dirasa memiliki status dekat. Ribuan rasa yang menyapa, namun ketika semua itu sirna, maka yang ada hanya kenangan, dimana selanjutnya terserah kalian dalam meresapi bekas-bekas yang ditinggal tersebut.
Aku sendiri dalam hal ini hanya menyerahkan semua pada waktu. Waktu adalah obat yang paling ampuh. Ketika ada yang hilang atau memang kita sendiri yang melepaskanya, ada penyesalan atau tanpa penyesalan semua itu tetap menjadi bagian yang mengisi hidup kita.
Tak akan rumpang ketika kita berani mengingat dan mengenangnya menjadi sebuah pengalaman, proses pembelajaran atau suatu rangkaian dari proses menuju kedewasaan.
Mengingat semua yang pernah aku capai, pernah aku sapa bahkan aku kenal. Akan menjadi kenangan yang memberikan berbagai rasa didalamnya.
Aku bersyukur karena dalam perjalananku sampai saat ini, aku telah kaya dengan jutaan rasa yang menyapaku. Mungkin ini semua juga masih belum seberapa, karena itu aku tidak akan bosan berpetualang, hingga tandas semua rasa yang akan tercipta.
Semoga dengan semua itu bisa menjadi pencerah aku sepanjang hidup.
Kisah dari Gunung Merbabu 3142 mdpl
16 - 17 Agustus 2013