Aku mengerti Allah menegur hamba-Nya selalu dengan cara yang berbeda-beda. Seperti kisahku ini, yang hari ini kualami. Orang Jawa menyebutnya dengan tindihan.
Begini biar aku ceritakan langsung dengan kisah yang kualami saja. Malam itu karena sudah benar-benar kelelahan mungkin, aku tidur tanpa berdoa lebih dulu. Sampai entah antara mimpi atau benar-benar sadar aku tidak dapat bangun. Badan bagian belakang terasa sangat berat dan panas. Hingga bagian tengkuk adalah puncaknya, lalu aku hilang kesadaran. Ingin bangun, ingin berteriak tapi tidak mampu. Segala macam doa yang kubisa yang kuhafal, semua aku panjatkan meski untuk membuka mulutpun aku tidak bisa, tapi aku tetap berusaha menguasai diriku sendiri. Sampai pada Surat Al-Ikhlas malah membuat tubuhku seperti terbakar, panas luar biasa. Tapi aku tetap paksakan untuk membaca surat itu. Mencapai 3x aku baca, lalu tubuhku sudah berangsur bisa aku kuasai. Tanpa mengumpulkan tenaga, dengan kesadaran yang belum sepenuhnya kukuasai, aku berlari kekamar temanku yang bersebelahan dari kamarku. Kugedor-gedor pintunya berharap dia akan terbangun, tetapi ternyata temanku masih belum tidur. Dengan mukena yang masih menempel dibadan temanku membukakan pintu, sebenarnya aku ingin menangis menghambur ke temanku tapi rasanya pasti akan terlihat lebay, karena itu aku coba untuk menenangkan diri sendiri, sambil bercertita kalo aku tindihan. Lalu aku disuruh solat, tapi karena aku sedang halangan jadi aku diantarkan untuk wudhu saja.
Sebenarnya aku bukan orang yang penakut karena itu setelah diantarkan wudhu aku balik tidur dikamarku sendiri, sebenarnya aku sudah disuruh temanku untuk menyalakan lampu tapi aku tidak biasa tidur dengan lampu yang menyala. Dalam kamar yang gelap gulita dan hawa dingin yang merasuk dari luar, karena akupun juga tidak biasa jika tidur dengan pintu kamar tertutup, rasanya gerah dan sumpek. Kamar kostku dilantai dua dan langsung menghadap ke luar, yang jika kulihat pemandangan depan adalah gang kecil dan tembok kampus lalu gedung kampusku yang menjulang megah tapi gelap gulita.
Dengan kesadaran yang sepenuhnya masih kukuasai aku belum juga mampu tertidur lagi, sampai samar-samar kulihat di pojok sebelah lemariku ada bayangan hitam dengan wajah yang hitam legam tak terlalu jelas. Yang terlihat hanya bayangan hitam dengan sepasang tanduk hitam dikepala. Aku hanya melihat badanku kaku tidak mampu bergerak. Lalu setelah bayangan itu mulai memudar, aku berlari lagi kekamar disebelah, mengetuk pintu kamar temanku, dan untungnya temanku masih juga belum tidur.
Kuputuskan malam itu menerima tawaran temanku untuk tidur bertiga dikamarnya, dengan pikiran yang kusut kucoba pejamkan mata sambil kupasang hetset dan kuputar Surat Ar-Rahman yang ada di mp3 hapeku, berharap dengan ini aku bisa mendapat ketenangan.
Seperti yang sudah kubilang aku bukan orang yang penakut, sebelum ini aku sudah sering ketindihan. Pernah tiga hari berturut-turut meskipun sudah kubaca doa sebelum tidur tapi tetap saja keadaan aneh yang menimpa antara sadar dan tidak itu menimpaku juga. Sampai saat itu teman kampusku aku suruh menelponku dan kuwanti-wanti jangan dimatikan sebelum aku benar-benar tidur.
Pulang malam atau pagi buta berjalan sendirian diantara deretan gedung-gedung kampus yang terkenal dengan kisah-kisah misterinya juga tidak membuatku merinding sama sekali. Bahkan buatku antara malam, tengah malam, siang, atau pagi buta buatku itu sama saja.
Dulu karena aku sedang dalam pikiran yang kacau juga pernah tidur sendirian di teras sebuah rumah dipinggir Jalan Raya Ungaran-Salatiga. Tak ada rasa takut bahkan saat aku dihampiri oleh anak-anak punk. Aku memang selalu percaya bahwa Allah tidak akan mungkin sampai setega itu, dan aku juga selalu berpatokan pada pasrah ngalah karo Sing Kuoso.
Karena itu dengan keadan tidur berdesakan bertiga dengan lampu yang menyala dan pintu kamar tertutup, aku tetap tak dapat tidur juga, rasa takut kalo-kalo aku bocor juga menghantui pikiranku, karena ini aku sedang numpang tidur dikamar temanku. Aku tidak ingin membuat kotor seprei temanku, karena itu aku kembali ke kamarku, aku pamit dan tidur di kamarku sendiri, dengan pintu kamar yang kubiarkan terbuka, sedikit hawa dingin dan ketenangan dari alam tetap bisa kurasakan dan kali ini lampu kunyalakan. Rasanya konyol sekali, tidur di perko sudah pernah, tidur di kampus juga pernah, di SPBU malah sudah terlanjur sering, tapi tidur di kamar sendiri dengan bantal dan guling yang bisa dipeluk serta kasur empuk dan selimut yang nyaman masak aku malah takut.
Pikiran buruk tentang entah makhluk apa yang kulihat itu ku coba nalar, bagaimanapun manusia hidup di dunia ini memang tidak sendiri, ada makhluk tak kasat mata juga yang diciptakan oleh Allah. Kupasrahkan semua pada Sang Pemilik semesta raya ini. Meskipun begitu sampai pagi menjelang aku juga tidak dapat tertidur.
Jujur sebenarnya memang akhir-akhir ini hidupku sedang horror-horrornya, semua berawal saat setelah aku turun dari Gunung Ungaran, padahal mendaki yang lebih tinggi dari Ungaran aku sudah pernah, bahkan mendaki Ungaran juga bukan yang pertama buatku. Tapi yang kali ini terasa aneh, karena badan terasa sangat berat, kaki untuk melangkah juga sangat berat seperti membawa beban berkilo-kilo. Aku awalnya berpikir kalo mungkin hanya efek kecapekan karena aku bekerja melebihi kapasitas kekuatan tubuhku sendiri. Tapi berhari-hari kenapa tak hilang juga, terbersit dalam pikiran mungkinkah aku di ikuti oleh makhluk halus dari Gunung Ungaran, tapi kutampik juga pikiran itu. Hingga saat aku pulang kerumah dan terbangun dipagi yang buta karena mimpi buruk, aku tidak dapat tidur lagi, lalu aku mengecek sms dalam ponselku. Ada banyak sms, tapi satu sms yang begitu mengejutkan adalah sms dari temanku yang berbunyi bahwa iya benar kalo aku di ikuti dari Ungaran, aku balik sms temanku hingga ingin kutelpon saat itu juga. Tapi mungkin akan mengganggu karena keadaan masih sangat pagi saat itu. Lalu aku bangunkan bapakku dikamarnya, bapak malah nasehatin aku dengan wejangan yang tak terlalu aku perhatikan, intinya aku disuruh lebih rajin Sholat.
Kembali ke Semarang, aku mendapat secarik kertas yang berisi supaya aku melakukan apa yang dituliskan dalam kertas tersebut sebagai benteng untuk diriku biar tidak diganggu. Disitu juga digambarkan makhluk yang mengikuti aku dari Gunung Ungaran, bentuknya hitam, memiliki ekor dan sepasang tanduk, juga membawa seperti tongkat. Jika kata kakak tingkat yang mengurusi teater makhluk itu mengikuti aku saat dipertigaan sebelum belokan ke Kolam Renang yang ada di Ungaran. Memang saat itu aku turun gunung dengan pikiran yang sedang menuntutku untuk dibawah, tidak seperti biasanya aku yang penuh percaya diri. Apalagi saat turun itu aku berbarengan dengan gerombolan kakak tingkat dan disitu juga ada orang yang aku sukai, aku hanya diam, tidak seperti biasanya aku yang cerewet dan sekali ngomong pasti asal yang ada dipikiran dikeluarkan. Tapi saat itu aku hanya diam, rasanya tiap kali akan ngomong aku takut salah, aku takut dibilang banyak tingkah oleh orang yang aku sukai tersebut, aku takut kalo dia berpikiran bahwa aku terlalu arogan dan seenaknya sekenanya sebagai seorang cewek. Intinya aku takut kalo aku salah bicara dan menimbulkan pikiran negarif dia tentang aku. Karena itu aku hanya memilih diam, bahkan dipikir oleh ketua organisasiku tersebut kalo aku sedang marah, sedang ngambek. Mereka semua pada ngobrol dan bercanda, tapi sepanjang perjalanan aku hanya menekuri jalan menunduk dan diam sibuk dengan pikiranku sendiri. Bahkan terkadang suwung. Yang jelas memang aku tidak sedang ingin bicara, apapun.
Sedangkan kalo kakak tingkatku yang dari organisasiku, sebenarnya aku ini sudah di ikuti bahkan sejak survey ke Gunung Ungaran dua minggu sebelumnya. Dimata airnya pun aku sampai muntah-muntah, aku pikir saat itu mungkin karena magh aku kambuh, meskipun diperut tidak terasa sakit, namun hanya tubuh yang sangat berat untuk melangkah. Namun setelah muntah tubuh terasa enteng dan aku berjalan yang paling depan.
Setelah menerima secarik kertas berisi pertintah-perintah yang sebaiknya aku lakukan itu, aku malah hanya slengekan, hal itu malah aku jadikan lelucon. Aku ya tetap menjadi aku yang bertingkah sesukaku. Aku bilang pada makhluk yang mengikuti aku tersebut tidak ada gunyanya mengikuti aku, aku tidak cantik, tidak punya uang juga jadi tidak ada untungnya mengikuti aku. Bukan bermaksud menantang atau menyepelekan tapi memang aku orangnya suka bercanda, untuk mencairkan suasana teman-temanku yang takut. Aku tetap menjadi aku yang meskipun sepenuhnya percaya bahwa hal-hal yang seperti itu memang ada tapi tak kubiarkan rasa takut berlebih malah mengganggu kenyamananku untuk hidup. Kertas tersebut hanya sebatas aku baca isinya dan kumasukan dalam tas, tak satupun ada yang kulaksanakan bukan karena aku tidak percaya tapi rasa malas melakukan itu yang membuat aku mengabaikan kertas tersebut.
Meskipun setelah banyak kejadian gaib yang diceritakan teman-teman dan kakak tingkat diteter itu juga, meskipun sampai setelah bertemu kakak itu dan di nasehatin banyak hal. Bahkan sampai kejadian horror di kampus juga, karena mungkin suro kalo menurut pikiranku. Jadi hal-hal gaib sedang kuat-kuatnya, atau entah apa. Yang katanya makhluk-makhluk dari dunia lain malah sedang banyak-banyaknya menghuni di gedung kampus depan kostku. Aku juga hanya menanggapinya dengan biasa, kuanggap pengalam baru yang menarik dengan kisah horror tersebut, bukan berarti aku tidak percaya, aku memang percaya. Sepenuhnya percaya, tapi bukan berarti itu membuat aku merasa takut dengan kampusku sendiri, tempat aku mengasah ilmu, mencari ilmu dan menjadikan aku berguna disuatu saat nanti.
Banyak cerita-cerita horror yang sudah aku dengarkan, bahkan aku mengalaminya sendiri hari ini, dengan ketindihan dan melihat langsung bayangan hitam bertanduk tersebut. Mungkinkah bayangan tersebut adalah makhluk yang sama dengan yang digambarkan oleh kakak tingkat diteater yang katanya mengikuti aku. Aku tidak ingin membesar-besarkan cerita itu atau takut berlebihan setelah ini. Aku juga tidak ingin menyebut bahwa puncaknya adalah hari ini dimana setelah aku tindihan lalu ada bayangan hitam bertanduk yang menampakan diri didepanku yang jauh sebelumnya memang sudah digambarkan oleh kakak tingkat di teater, tapi buatku hal tersebut kujadikan sebagai teguran dari Allah agar aku lebih mendekatkan diri dengan-Nya, lebih rajin Sholat, dan mungkin juga harus lebih bisa menjaga tingkah lakuku. Aku tetap harus menjadi aku yang meskipun dimalam hari tapi tetap harus berani, bukan berarti aku tidak percaya akan hal gaib semacam itu tetapi harus lebih santun dalam menghadapinya bukannya menyepelekan dan seenaknya. Dan aku tetap harus menjadi aku yeng percaya sepenuhnya bahwa Allah akan tetap menjaga aku sekalipun itu dalam tidurku. Aku tetap pasrah dan ikhlas pada kehendak dan ketetapan-Nya atas diriku. Yang jelas semua ini telah menjadi pelajaran yang sangat berharga buatku.