Monolog Tak Terdengar

Monolog Tak Terdengar
Biarkan skizofrenia menjamah mewarnai mozaik-mozaik hidupku

Thursday, January 12, 2017

Lagu Penuh Haru

Ingatkan engkau kepada
embun pagi bersahaja
yang menemanimu
sebelum cahaya
Ingatkan engkau kepada
angin yang berhembus mesra
yang kan membelaimu cinta

Sebagian lirik lagu Letto judulnya Sebelum Cahaya

Seakan menerbangkanku pada masa yang begitu dingin
Pada seseorang yang membawa kebekuan abadi untukku
Yang sekejap mampu mengembunkan mataku




Saturday, January 7, 2017

Semesta

Aku kecil adalah seorang yang memuja langit. Mungkin seperti kebanyakan anak kecil yang lain, bercita-cita sebagai astronot. Meskipun lebih besar mustahilnya daripada tercapainya. Tapi memang kecintaan kepada langit, kepada galaksi, kepada bintang gemintang, planet-planet serta gugusan rahasia yang ribuan banyaknya di angkasa sana telah mengimpiku untuk bercita-cita sebagai astronot. Hingga sekumpulan pemikiran yang mengantarku menuju tumbuh besar dan semakin dewasa datang, menggeser cita-cita masa kecil yang terlalu besar untuk dapat tercapai. Memupus ikhlas cita-cita sebagai astronot, namun tidak akan kecintaanku terhadap semesta di angkasa.

Dalam otak kecilku, aku memiliki banyak pertanyaan tentang semesta ini. Ribuan jumlahnya. Semakin aku diperkenalkan pada angka, huruf, hingga bacaan dan hitungan yang luar biasa rumitnya, hanya semakin menambah-nambah pertanyaan di kepalaku. Pertanyaan yang tak mampu kujawabi sendiri, bahkan tak mampu untuk hanya sekedar kulontarkan pertanyaan-pertanyaan tersebut.

Alam ini selalu sebanding lurus dengan kerahasiaan-Nya. Bisakah meskipun secuil aku mendapat jawaban, karena pertanyaan-pertanyaan itu seperti banjir di kepala, semakin penuh semakin ingin tumpah.

Tentang semesta alam raya ini. Langit yang maha luas, tempat tinggal para bintang yang digambarkan memiliki 5 sudut lancip yang diajarkan dalam pelajaran sejak aku mampu menggores kertas gambar. Benarkah bintang berbentuk seperti itu? Lalu kubah langit yang kokoh dan berlapis, benarkah itu ada di sana? Itukah yang tempat meletakan bintang-bintang tersebut? Lalu tentang bulan, bersinar di waktu malam dan pucat di waktu pagi atau siang. Berubah bentuk selalu. Bagaimana keadaan di bulan sana? Indahkah, seperti saat manusia memandangnya dari sini dari bumi? Tentang awan yang kubayangkan lembut seperti kapas, berarak ikut menjadi pengisi langit. Awan benarkah seperti itu? Juga ribuan pertanyaan-pertanyaan lain. Rasa-rasanya sampai matipun aku tidak akan mampu menemui jawaban yang sebenarnya. Jawaban yang aku temui sendiri dengan mendatanginya secara langsung. Bukan dari google atau dari youtube di masa keterbukaan seperti sekarang. Tapi benar-benar kudatangi sendiri. Tidak akan mampu.

Dalam hidupku yang cuma satu kali, aku tetap mencintai langit. Tetap bermimpi indah jika diterbangkan dalam angkasa raya yang hitam namun penuh gemintang dan arakan awan. Bulan? Jika diperkenankan ada tentu juga menambah indah. Lalu lebih lenggi lebih luas lagi lebih indah lagi. Tentang langit yang dipenuhi bintik-bintik cahaya. Langit hitam namun tidak kelam.