Tubuhnya
melayang tepat di atasku dan hampir membuatku memekik saking kagetnya. Tapi
dengan sangat cepat dia menyentuh pipiku dengan tangannya yang sedingin es. Makhluk
itu, iya aku mengingatnya. Rambutnya yang kusut dan tubuhnya yang bau anyir tak
mungkin bisa aku lupakan. Sosok yang dulu begitu akrab denganku tiap hari,
dengan wujud yang bisa mambuat anak kecil manapun akan menangis bahkan orang
dewasa juga akan lari ketakutan. Tapi tidak untukku, karena aku memang
mengenalnya. Dia ibuku.
Kenapa
ibu menemuiku lagi, seingatku ibu tiba-tiba menghilang saat aku masuk bangku
sekolah menengah pertama. Waktu itu aku benar-benar kehilangan sosok ibu,
meskipun kenyataannya aku memang sudah kehilangan ibuku saat dia melahirkanku.
Iya ibu memang meninggal saat melihirkanku, tapi sejak aku mulai di sekolahkan
di taman kanak-kanak aku mulai bisa melihat wanita yang berdiri di pojok
ruangan memperhatikanku. Dengan baju putihnya yang terkena bercak darah dan
wajahnya yang pucat dia akan tersenyum tipis jika aku balik memandangnya. Wajah
itu sangat mirip dengan foto yang ayah perkenalkan padaku bahwa dia ibuku.
Meskipun dalam foto wajah ibu terlihat segar ceria dengan senyumnya yang
mengembang lebar memeluk ayah. Tapi memang tidak salah lagi bahwa dia ibuku.
Hanya
aku yang bisa melihatnya sehingga teman-temanku yang lain menganggapku aneh,
bahkan ayah selalu memarahiku tiap kali aku berbicara tentang ibu. Jadi
kusimpan sendiri rahasia bahwa aku bisa melihat ibu, karena aku tidak ingin
dijauhi teman-temanku dan dianggap aneh oleh mereka. Aku juga tidak ingin
dimarahi ayah dan ibu tiriku.
Ibu
memang muncul hanya saat-saat tertentu saja, seperti saat aku pertama kali
masuk sekolah, saat aku menangis dan saat aku sedang terkena masalah. Atau saat
aku mendapat menstruasi pertamaku. Waktu itu kulihat ibu berdiri menghadap
tembok sambil menjilati pembalutku, mulutnya penuh darah segar dan membuatku
hampir memuntahkan seluruh isi perutku. Sejak saat itu aku tidak pernah lagi
membuang pembalut di tempat sampah kamar mandi, aku akan mencucinya bersih
terlebih dahulu lalu membungkusnya untuk selanjutnya kubuang di kali. Kuanggap
itu sebagai nasehat dari ibu agar aku tidak seenaknya membuang barang
pribadiku. Ibu memang selalu memperingatkanku dengan caranya sendiri.
Ibu
tidak pernah berbicara sedikitpun padaku. Saat aku menangis sedih, ibu akan
menutup mataku dengan telapak tangan kirinya lalu membuatku seolah seperti
bermimpi. Aku seperti tiba-tiba berada di tempat lain. Pernah saat itu, saat
aku masih duduk dibangku kelas satu sekolah dasar. Aku benar-benar sedih karena
teman sebangkuku marah padaku, berhari-hari dia menjauhiku dan saat kuajak
bicara sama sekali tidak menjawabku malah melengos pergi. Lalu saat pulang dia
sengaja melemparkan tasku ke tong sampah. Aku tidak tau apa salahku, aku
benar-benar marah padanya tapi aku tidak bisa mengungkapkannya. Sampai rumah
aku menangis sejadinya, lalu ibu datang melayang mendekat kearahku, aku pikir
dia akan menghapus air mataku karena kulihat tangannya menyentuh wajahku tapi
ternyata dia hanya menutup kedua mataku. Beberapa detik gelap menyergapku, lalu
kulihat aku seperti sedang berada pada tempat yang lain.
Di
tempat itu kulihat temanku tersebut, dia sedang berlari keluar dari rumahnya
dengan membawa buku gambar yang mirip dengan buku gambarku yang hilang. Di
sudut kiri sampulnya terdapat nama yang sengaja dihapus dengan typex. Jadi
selama ini dia yang mengambilnya, aku akan memarahinya jika besok bertemu. Kulihat
temanku begitu senang sambil membuka buku gambarku dan menyebrang jalan menuju
rumah temanku yang lain. Lalu dari arah kiri, tiba-tiba sebuah sedan melaju
menghantam tubuh temanku tersebut. Tubuh kecilnya terlempar sebelum terguling
menghantam aspal jalanan. Keadaan itu begitu cepat sampai aku tergagap lalu
tersadar tersentak kubuka mataku, aku masih berada di dalam kamarku sendiri.
Keringat menitik di dahiku dan aku mengigil. Di depanku sudah tidak ada ibu,
dia menghilang. Dua jam setelah itu, aku mendapat kabar bahwa temanku tersebut
meninggal karena kecelakaan.
Di
lain waktu saat ayah sudah seminggu tidak pulang karena harus menunggui ibu
tiriku yang sedang mengandung dan meminta tinggal di rumah orang tuanya selama
menjelang persalinan. Padahal saat itu adalah Hari Natal, tapi aku harus
kesepian, tiba-tiba ibu juga menemuiku. Awalnya dia hanya berdiri disudut
ruangan sambil memperhatikanku. Aku sendiri hanya duduk sedih di depan TV
sambil menonton acara yang menyiarkan film sebuah keluarga yang sedang
merayakan natal bersama. Ibu lalu mendekatiku dan menutup kedua mataku dengan
telapak tangannya yang dingin. Seperti mimpi, aku kembali dibawa kesebuah
tempat yang tidak aku ketahui.
Di
situ terdapat sebuah aula cukup besar, tempatnya seperti rumah bangunan
belanda. Ada seorang anak kecil dengan rambut yang dikepang dua. Dia melihat
keluar jendela, dimana di luar terdapat sebuah taman yang cukup luas dengan
banyak permainan anak-anak lengkap dengan belasan anak-anak yang sedang
bermain. Ada yang berayun di atas sebuah ayunan yang tergantung di sebuah
cabang pohon besar yang menghuni taman tersebut. Ada juga yang sedang bermain
petak umpet dan permainan lompat tali. Ada juga anak laki-laki yang meluncur
dari sebuah perosotan yang terbuat dari bangunan beton. Sedangkan anak kecil
berkepang dua itu hanya melihat semuanya dari jendela yang terbuka. Kalau
kuperhatikan mungkin usianya seumuran denganku. Tangannya memegang sebuah foto separuh
terbakar, dia tetap mematung menatap keluar jendela. Matanya dingin tanpa ekspresi
dengan tatapan yang kosong.
Belakangan
kuketahui dari nenek bahwa dulu ibuku yatim piatu, setelah kedua orang tuanya
meninggal akibat kebakaran rumah yang menghambiskan seluruh rumahnya beserta
kedua orang tuanya. Sedangkan yang selamat dari peristiwa tersebut hanya ibuku.
Warga sekitar menemukannya pingsan di dalam bak mandi. Lalu karena tidak
memiliki keluarga lagi, ibu dititipkan disebuah panti asuhan. Jadi kusimpulkan
bahwa anak kecil berkepang dua memegang foto setengah terbakar tersebut adalah
ibuku.
Banyak
yang ibu perlihatkan dengan tangannya yang dingin saat menutup kedua mataku.
Namun itu semua berlangsung saat aku masih kanak-kanak. Dan saat aku sudah
menginjak remaja ibu tidak pernah lagi menemuiku. Terakhir adalah saat kulihat
ibu hanya duduk di ruang kerja ayah, rambutnya yang kusut dihiasi tanah liat
menjuntai sampai lantai. Ibu tersenyum melihatku. Terkadang aku sangat ingin
dipeluk ibu meski keadaan ibu seperti itu. Lalu sekarang setelah bertahun-tahun
ibu menemui kembali. Apa yang membuat ibu menemuiku lagi?
Sosoknya
menghilang berbarengan dengan suara bel dan pintu yang dibukakan oleh
pembantuku. Mungkin itu suamiku yang pulang. Dan benar saja, dengan wajah yang
kuyu dan penuh guratan lelah, Mas Nugroho langsung mengehempaskan badannya di
sebelahku. Aku memeluknya dari samping lalu kutawarkan untuk memijitnya, tapi
dia menolaknya sambil mencium keningku. Sepertinya dia memang sangat kelelahan,
aku hanya tersenyum. Dia memiringkan badannya memunggungiku, lalu beberapa
menit kemudian kudengar dengkuran halus. Dia pasti sangat kelelahan sehabis
kerja.
Paginya
kumasakan makanan kesukaan Mas Nugroho. Meskipun kami memang menyewa jasa
pembantu tapi untuk urusan dapur semua aku sendiri yang mengurusi. Aku ingin
menyenangkan hati suamiku, aku yang selalu memasak untuknya. Selama ini Mas
Nugroho memang sangat baik sebagai suami, dia adalah adalah suami yang sempurna
bahkan selama 5 tahun lebih pernikahan kami masih selalu mesra. Karena itu aku
ingin dia merasa beruntung telah menikahiku serta selalu merindukanku dan
masakanku. Aku selalu ingin menyenangkan hatinya dengan itu. Tapi untuk hari
ini kulihat Mas Nugroho makan seperti tidak selera. Aku khawatir dia sakit,
tapi setelah kutanyakan dia hanya menjawab bahwa dia sedang pusing dengan
masalah pekerjaan.
Hari
ini adalah hari minggu, tapi Mas Nugroho berpamitan untuk pergi untuk urusan
kantor. Kulihat wajahnya memang seperti sedang memusingkan sesuatu. Dia pergi
juga dengan terburu-buru. Mungkin memang masalah pekerjaannya sangat berat. Aku
jadi kasihan melihatnya seperti itu.
Aku
merapikan meja makan dari piring-piring kotor yang berada di atasnya, tapi
melihat sisa ayam goreng aku merasa sangat mual. Hingga akhirnya kumuntahkan
seluruh sarapanku. Beberapa hari terakhir ini memang aku sering sekali mual dan
setelah kupikir memang aku sudah telat mestruasi selama satu bulan. Aku harus
ke rumah sakit untuk mengeceknya.
Pulang
dari rumah sakit keadaan sudah cukup sore dan hampir magrib, tapi aku merasa
sangat bahagia. Surat keterangan yang kuterima setelah cek di dokter sangat
menggembirakan untukku. Karena setelah 5 tahun lebih usia pernikahanku dengan
Mas Nugroho, akhirnya kami akan memiliki anak. Selama ini meskipun aku tidak
kunjung hamil tapi Mas Nugroho tidak pernah mempermasalahkan itu, dia tetap
mencintaiku. Rumah tangga kami tetap utuh dan tidak pernah ada masalah yang
berarti. Aku sangat beruntung mempunyai suami seperti dia yang mampu menerima
aku apa adanya.
Dia
pasti akan sangat senang mendengar kabar gembira ini, ku kirim pesan untuk
menanyakan kapan dia pulang sambil kumasakkan nasi goreng untuknya. Setelah
mendapat balasan bahwa dia sebentar lagi sampai rumah, kusiapkan nasi goreng
yang sudah matang diatas meja makan sambil menungguinya. Tanpa kusadari sosok
berbaju putih dengan rambutnya yang panjang telah berdiri di sampingku. Kakinya
yang tidak menapak lantai rumahku, mengambang dan melayang semakin mendekatiku.
Aku tersenyum menatapnya, inikah alasan kenapa ibu kembali menemuiku, karena
aku juga sebentar lagi akan menjadi ibu.
Tangan
ibu yang dingin menyentuh mataku. Menutupnya hingga gelap sesaat lalu setelah
itu kulihat seorang laki-laki tergopoh-gopoh masuk ke dalam sebuah rumah. Ada
seorang wanita cantik menyambutnya lalu menggandeng tangannya menuju sebuah
kamar berwarna merah jambu, disitu seorang anak kecil mungkin berusia dua tahun
sedang tertidur. Laki-laki itu menyentuh kening anak itu, lalu tersenyum. Sang
wanita juga tersenyum lalu bergelayut mesra pada si laki-laki. Mereka keluar
kamar merah jambu tersebut dan masuk ke kamar yang lain sambil berciuman.
Aku
terengah-engah membuka mata. Air mata tanpa kusadari menetes membasahi pipiku.
Dengan sangat jelas aku melihat adegan itu, laki-laki itu adalah suamiku dan
wanita itu adalah adik tiriku. Aku hanya mematung ditempat dudukku dengan
perasaan hancur. Suamiku dengan adik tiriku sudah berselingkuh bahkan memiliki
anak berusia 2 tahun. Selama itu mereka berhubungan tapi aku sama sekali tidak
tau, wanita macam apa aku? Aku harus bagaimana? Terlebih aku sedang mengandung,
apa aku harus menceraikannya? Lalu bagaimana dengan nasib anakku? Tidak,
mungkin saja yang diperlihatkan ibuku tadi salah atau itu hanya halusinasiku.
Tapi selama ini ibu selalu menunjukanku tentang kenyataan dan itu pasti benar terjadi.
Lalu apa yang harus aku lakukan? Pikiranku tiba-tiba tumpul, hatiku sudah
hancur.
Bel
berbunyi, pembantuku yang membukakan pintu, suamiku pulang. Dia menghampiriku
dengan tersenyum padahal tadi pagi dia meninggalkanku dengan muka yang begitu
sedih. Tapi sekarang dia bahagia. Air mata sudah kuhapus dari pipiku. Dia
mencium keningku. Aku tersenyum untuknya. Yang terpenting kamu bahagia.