Laman
Monolog Tak Terdengar
♥ Label Monolog ♥
Friday, August 18, 2017
Aku Saat Ini
Hidup ini sepi sekali Tuhan? Tidakkah aku masih memiliki kisahku sendiri untuk bisa aku tulis. Terkadang aku lelah membaca kisah-kisah orang lain. Tapi jika yang kumiliki hanya terus-terusan rasa sepi dengan hari yang tiap harinya sama. Apa bedanya aku dengan mayat? Tak memiliki jalan keluar dari kebuntuanku sendiri. Tak mampu memiliki kertas baru dalam lembaran-lembaranku. Tiap hari adalah kertas yang sama. Lalu apa yang harus kutulis jika semua seragam?
Sungguh aku lelah Tuhan. Tak ada bedanya aku dari orang mati. Tak lagi memiliki arti tak lagi memiliki guna. Bagi siapapun.
Betapa menyedihkannya hidup semacam ini. Hilang dari orang-orang. Hilang dari hiruk pikuk manusia yang dulu pernah aku kenal. Masa-masa itu. Aku sebenarnya rindu. Masa saat tak ada sedetikpun waktu untuk aku bisa berpikir bahwa hidup ini sepi. Bahkan tak pernah terpikirkan aku akan mengalami masa sesepi ini. Aku harus mengalami masa dengan kesendirian yang sangat panjang. Masa dimana aku menjadi manusia yang tak memiliki arti dan guna sedikitpun bagi orang lain bahkan untuk diri sendiri sekalipun. Masa aku benar-benar menjadi sang pecundang. Sepi dan suwung.
Entah kapan aku akan keluar dari kebuntuanku sendiri. Entah kapan.
Tuhan, tolong kasihanilah aku.
Monday, June 12, 2017
Puisi Dalam Pulau Buru Tanah Air Beta
Dan geraham terkunci
Tidak lebih dari seorang bandit
Ketika ia diseret
Kedepan penguasa di bumi
Dengan dada telanjang
Tidak lebih dari bertaruh mati
Karena dia anak dewasa, anak dewasa
Di depan altar pengadilan dia disiksa, bukan diperiksa
Dia diperkosa, bukan ditanya
Bisa apa dia?
Selain bertahan
Di dalam mulut terkatup, sobekan koran dia telan
Melecut merobek tubuh darah mengucur
Bisa apa dia?
Selain bertahan
Dan berkata sepatah
Aku anak dewasa yang berjanji berani
Mengangkat sumpah
Ekor ikan pari
Gagang karabin
Cincin listrik
Gilir berganti
Dan ia rebah
Ujung telunjukmu bergetar
Terbayang menuding ke udara
Bersama suaramu, penghabisan
Aku anak kemenangan, anak kemenangan
Dia sudah bertahan
Dia sudah berlawan
Kemudian ia rebah
Pada kompas dalam nafas
Gelung bergulung dalam gugur
Ada amanat dalam maut
Kumandang nyaring dari gugur
Pantai Sanleko,
Aku mencium angin pantai
Asin laut berdebur mengusap bibir
Getaran sepi melibur datang besama
Gelombang bergulung
Bayangan seragam loreng
Mata tentara dendam kesumat
Bayangan gagang karabin
Bersambar di atas kepala
Oleh rasa sendiri
Basah tampuk mataku
Dua puluh tahun lalu
Delapan ratus lima puluh tapol-tapol tak berdaya
Merangkak dipanasnya pasir
Masing-masing hanya bisa mencoba bertahan
Angka-angka nomor deportasi
Hitam di dada dan pantat seragam
Seperti komunis-komunis dan yahudi
Musuh-musuh Hitler yang harus mati
Tangan-tangan dan kaki-kaki kurus
Melindungi dada dan kepala mereka
Dari sambaran gagang-gagang karabin
Kenangan dua puluh tahun
Kembali mengalir bersama tetes air mata
Ziarah,
Papan-papan mati
Lebih hitam dari tanah
Tenggelam dalam sejarah
Tanah sejarah
Berjajar-jajar terpahat nama-nama
Di atas tanah
Tanda kematian
Tetanam tegak-tegak
Makin dipandang makin membisu
Makin terdiam
Makin berseru
Membisikan pesan
Papan-papan mati, tanda kehidupan
Orang-orang kalah kembali berpisah
Pantang menyerah, pantang menyerah
Wednesday, March 15, 2017
Air Mata
Apa yang kumiliki dari kesendirian?
Selain hanya air mata yang berkata-kata
Mengatakan segala sakit
Sragen, 15 Maret 2017
Selain hanya air mata yang berkata-kata
Mengatakan segala sakit
Sragen, 15 Maret 2017
Saturday, March 11, 2017
Jangan Kau Ramu Pilu
Kulihat kau begitu kalut
Lalu kudengar kau mengutuk kabut
Gelap merambat lembut
Nyala matamu lalu terenggut
Kenapa sayang?
Sini duduk cerita
Jangan terus kau peluk diam
Karena kau jelas tahu
Diammu adalah suwung malam-malamku
Dan murammu meramu pilu untukku
Memadamkan juga nyala mataku
Sinilah sayang
Sedih jangan kau timang
Buang
Buanglah yang jauh
Biar lekuk sabit bibirmu kembali utuh
Biar gelak tawamu yang lucu kembali utuh
Sragen, 11 Maret 2017
Pagi tadi masih kau cumbu tawa
Dalam malam kenapa kau biarkan sirna?
Lalu kudengar kau mengutuk kabut
Gelap merambat lembut
Nyala matamu lalu terenggut
Kenapa sayang?
Sini duduk cerita
Jangan terus kau peluk diam
Karena kau jelas tahu
Diammu adalah suwung malam-malamku
Dan murammu meramu pilu untukku
Memadamkan juga nyala mataku
Sinilah sayang
Sedih jangan kau timang
Buang
Buanglah yang jauh
Biar lekuk sabit bibirmu kembali utuh
Biar gelak tawamu yang lucu kembali utuh
Sragen, 11 Maret 2017
Pagi tadi masih kau cumbu tawa
Dalam malam kenapa kau biarkan sirna?
Kiriman Sihir Darimu
Kiriman sihir tawa darimu
Menyelinap dalam bantalku
Jika tidak begitu
Orang tuaku bisa tahu
Betapa gaduh ombak di hatiku
Deburnya sampai menggelitiki kaki
Tapi biarlah
Karena aku menikmatinya
Di situ terselip sebait bahagia
Membuai diri
Tanpa tidur tapi aku mampu bermimpi
Saat ini
Di sini detik jam mematri
Saat ini
Di sini detik jam mematri
Dan malam mulai menjemput pagi
Pagi yang masih bagitu dini
Pagi pucat pasi
Dan kirimanmu datang lagi
Pagi pucat pasi
Dan kirimanmu datang lagi
Segelas kopi dan semanis janji
Kirimanmu telah kumiliki
Seluruhnya
Seutuhnya
Tak bercedera
Tak berdera
Seutuhnya
Tak bercedera
Tak berdera
Sragen, 11 Maret 2017
Tuesday, March 7, 2017
Berugak Tua
Tanah basah diresapi embun
Kicau kenari melintas di atas kebun
Terendus bau panggang ayam semalam
Anjing liar berlari mengejar
Dalam sapuan liur karena lapar
Aku masih duduk di atas berugak tua
Melihat kenari terbang menjauh
Melihat anjing liar menjilat tulang separuh
Di bawah berugak tua
Cericit anak ayam kehilangan induknya
Sepagi ini mengais remah nasi
Mondar mandir sendiri
Induknya belum ketemu juga
Tapi dia tidak terlalu peduli
Terus mengais mencari remah nasi
Berugak tua teduh di bawah pohon mahoni
Dan aku bersandar pada tiangnya merapuh
Sambil berpikir tentang perjalanan yang jauh
Tentang nyiur dan bau ikan di Pelabuhan Lembar
Tentang silau matahari senja di pantai
Tentang bukit hijau dan langit yang biru jernih
Tentang roda-roda motor yang menggilas kenangan sepanjang Semarang-Lombok
Berugak tua yang teduh
Menghalau panas dan peluh
Penghimpun lamunan yang membasuh
Dalam diam dalam angan yang bersimpuh
Dan berugak tua menagih
Akan aku duduk di atasnya lagi
Sragen, 7 Maret 2017
Terkenang tentang suasana di Lombok
Friday, March 3, 2017
Kemangi Mati
Pagi dengan mendung yang sama
Petir topan menguasai udara
Embun ringkih tiada berani muncul
Terbekap daun-daun dipukul angin
Lalu mati berkafan dingin
Pagi begini lagi
Kemangi layu mati di kebun depan
Tanpa dekap dan pelukan
Tanpa tangis dan ratapan
Kemangi mati dipayung mendung pagi
Kemangi berwangi melati
Sragen, 3 Maret 2017
Petir topan menguasai udara
Embun ringkih tiada berani muncul
Terbekap daun-daun dipukul angin
Lalu mati berkafan dingin
Pagi begini lagi
Kemangi layu mati di kebun depan
Tanpa dekap dan pelukan
Tanpa tangis dan ratapan
Kemangi mati dipayung mendung pagi
Kemangi berwangi melati
Sragen, 3 Maret 2017
Thursday, March 2, 2017
Makhluk Lemah Yang Bernama Perempuan
Beberapa hari yang lalu
aku selesai membaca buku Gadis Pantai milik Pramoedya Ananta Toer. Buku dengan
kisah seorang gadis dari keluarga nelayan miskin yang diambil menjadi gundik
seorang pembesar Bendoro di Pesisir Utara. Mereka memberi sebutan pada gadis
pantai tersebut dengan Mas Nganten yang berarti seorang perempuan yang melayani
kebutuhan seks pembesar sampai kemudian pembesar tersebut memutuskan untuk
menikah dengan perempuan yang sekelas atau sederajat dengannya. Begitulah
takdir gadis pantai hanya sebagai pengantin percobaan. Meski dia telah lahirkan
selusin anak sekalipun, dia bukanlah seorang istri tapi hanya seorang hamba
sahaya dari Bendoronya. Sebenarnya bukan hanya satu dua perempuan yang memiliki
takdir suram semacam itu, tapi ada banyak dan tak berjumlah banyaknya. Dan
kisah semacam itu telah benar-benar pernah terjadi pada masa dulu.
Kisah semacam itu,
bukan hanya terjadi di Tlatah Jawa ini tapi juga terjadi di banyak belahan bumi
yang lain. Kisah yang menempatkan perempuan sebagai objek pesakitan. Yang
paling menonjol saja, contohnya seperti di India. Adat istiadat dan kepercayaan
di sana bagitu mengikat perempuan sangat erat sampai pada tahap bahkan untuk
bernapas pun harus dengan seizin orang lain yang berwenang atas tubuhnya, atas
hidupnya. Dari sinetron-sinteron ANTV yang berparade siang sampai malam yang
biasa aku tonton sambil bekerja, dari situ aku juga banyak belajar. Seorang
perempuan yang harus menjalani hidup dalam bebatan tradisi. Sejak kecil, bahkan
sebelum mendapat haid sudah harus dijodohkan, yang kemudian harus tinggal ikut
di rumah mertuanya. Pada fase ini, perempuan kecil sudah harus mulai belajar
bukan hanya sebagai istri tapi juga sebagai menantu. Karena memang tradisi di
India perempuan yang sudah menikah harus ikut dengan mertua. Bayangkan saja,
bagaimana beratnya adaptasi dalam sebuah keluarga baru apalagi untuk seorang
anak. Tapi memang begitulah takdir sebagai seorang perempuan India, ketika
kecil dia adalah anak orang tuanya yang harus hormat dan tunduk pada orang
tuanya sendiri. Kemudian menjadi seorang istri dan menantu, yang harus mengabdi
dan taat pada suami yang bahkan untuk makan sekalipun harus menunggu sang suami
selesai makan barulah dia bisa makan dengan piring sisa makan sang suami. Juga
harus melayani mertua karena memang harus hidup ikut dengan mertuanya. Lalu
menjadi seorang ibu, yang jika memiliki anak perempuan maka juga harus
mengalami ditinggal sang anak.
Di China pada masa
lalu, seorang anak perempuan harus melakukan tradisi ikat kaki atau foot
binding, yang harus membuat tulang telapak kakinya hancur. Mereka beranggapan semakin
kecil kaki seorang perempuan, maka ia dianggap semakin cantik. Sehingga ayunan
langkah mereka tampak anggun dan feminin dan menunjukkan status sosialnya.
Untuk keluarga miskin, budaya ini hanya diterapkan pada putri tertua agar
segera mendapatkan calon suami yang mengangkat derajat mereka. Bayangkan, sejak
kecil perempuan di China harus merasakan kesakitan seperti itu hanya karena
tradisi. Tradisi kecantikan yang tidak kalah ekstrim juga terdapat pada suku
Padaung (Kayan Lahwi). Para perempuan di sana akan dianggap cantik bila
memiliki leher yang jenjang dan panjang. Oleh karena itu, perempuan Kayan mulai
mengenakan cincin logam di lehernya sejak usia 5 tahun, yang semakin lama akan
semakin banyak seiring dengan bertambahnya usia mereka. Selain sebagai penanda
kecantikan, banyaknya kalung logam yang memperpanjang leher mereka juga
menunjukkan status sosial. Tradisi ini ternyata masih dilakukan hingga sekarang
oleh suku yang berada di antara Burma dan Thailand ini. Hal tersebut
sesungguhnya bukan hanya sekedar demi sebuah kecantikan, karena bagi seorang
anak perempuan apakah dia akan mengerti arti sebuah kecantikan. Dari tradisi
yang mengikat dengan rasa sakit tersebut, anak perempuan kecil harus terikat.
Sesungguhnya di Jawa
sendiri kedudukan seorang perempuan tak jauh rendahnya dari negara India. Tradisi
yang menempatan perempuan sebagai konco
wingking atau teman belakang begitu kentara pada masa dulu. Yang bahkan
bagi seorang perempuan jawa dalam kehidupan rumah tangganya mendengar berita
buruk adalah dua hal yaitu jika tidak tentang kematian suaminya atau tentang
suaminya yang ingin memiliki istri lagi. Dan jika telah mendengar kabar seperti
itu perempuan Jawa hanya mampu sumarah, pasrah menerima keadaan.
Lalu pada masa saat
ini, memang perbudakan terhadap perempuan telah berubah, tapi hanya wajahnya
saja sedang jiwanya masih saja sama. Dengan melejitnya pemahaman emansipasi
wanita yang banyak terdengar di sana sini tapi pada pelaksanaanya aku rasa
malah semakin kebablasan. Perempuan memang memiliki hak yang sama dalam
menuntut pendidikan dan pekerjaan. Tapi hal tersebut menjadi kebablasan, kenapa
aku katakan seperti itu. Lihat saja, perempuan pun juga dipersamaderajatkan
untuk berdiri sejajar dengan laki-laki dalam mencari nafkah. Namun disamping
itu perempuan juga memiliki tanggungjawab lahiriah, yaitu mengurus seluruh
pekerjaan rumah. Perempuan mencari nafkah untuk keluarganya tapi juga sekaligus
mengurus rumah dan keluarganya. Beban yang begitu dua kali lipat dipundaknya.
Tapi apa itu salah? Tidak! Yang salah adalah munculnya cerita setelah itu,
cerita bahwa sang suami menjadi lupa akan tanggungjawabnya. Merasa istrinya
telah mampu membantu mencari nafkah sehingga membuat suami lalai akan
tanggungjawabnya sendiri.
Sebenarnya tak perlu
jauh-jauh melihat dalam perbandingan yang samasekali tak jauh berbeda. Dalam hidupku
sendiri, aku telah banyak mengenal perempuan-perempuan kuat yang harus hidup
berat lebih dari laki-laki. Yang meski memiliki tulang punggung keluarga tapi
pada kenyataannya malah dialah yang menjadi tulang punggung itu sendiri. Dari
situ terkadang aku bertanya, apakah memang sudah takdirnya bagi perempuan harus
menjalani hidup yang jauh lebih berat dari pada laki-laki. Bahkan sejak lahir,
sejak hadirnya seorang manusia baru di dunia. Perempuan lah yang harus
menghadirkan manusia baru tersebut dengan kesakitan luar biasa bahkan kadang
juga dengan taruhan nyawa. Hingga setelah kematian pun telah disebutkan bahwa
penghuni neraka paling banyak adalah perempuan. Jika pertanyaan seperti ini
memang tidak semestinya dipertanyakan karena dianggap mempersalahkan Tuhan,
maka biarlah aku yang dihukum. Tapi, manusia yang diberi akal pikiran tidakkah
dia boleh berpikir dan bertanya atas ketidak tahuannya?
Kisah penghancuran
perempuan yang dianggap makhluk lemah tak berdaya telah banyak aku tonton, aku
baca dari buku dan bahkan aku lihat sendiri. Spirits’ Homecoming, merupakan
sebuah film tentang jugun ianfu yang ada di Korea Selatan. Film yang berlatar
perang dunia ke-2 yang terjadi daratan Korea tersebut sebenarnya kisahnya pun
tidak akan jauh berbeda dengan jugun ianfu yang terjadi di Indonesia pada masa
itu. Dimana perempuan dipaksa menjadi pemuas nafsu tentara Jepang. Lalu jaman
yang bergati juga dengan kebengisannya yang lain masuk pada masa 65. Gerwani,
sebuah organisasi yang bernaung dibawah PKI. Gerwani dan organisasi-organisasi
perempuan yang lain juga terseret dalam kemelut saat meletus peristiwa 1965.
Perempuan yang mengikuti organisasi semacam itu bahkan yang tidak mengikuti
organisasi apapun tetapi suaminya tertuduh anggota PKI juga harus merasakan
geger 65. Berbagai siksaan yang dialami, terlebih bagi seorang perempuan penghancuran
bukan hanya dalam bentuk fisik tapi juga mental. Dan dari itu semua sejarah
telah mencatatnya.
Makhluk lemah yang
hanya diibaratkan sebagai tulang rusuk dari laki-laki. Yang tugasnya bukan
hanya menjaga organ jantung dalam tubuh tapi terkadang juga harus menjadi
sekuat tulang punggung dalam menyangga beban hidup seluruh keluarga di atas
punggungnya. Kisah semacam itu tentu terlalu sering aku saksikan sendiri, juga
kalian pasti pernah melihatnya sendiri, entah itu ibumu, nenekmu, kakak
perempuanmu, adik perempuanmu, saudara perempuanmu atau hanya sekedar tetangga
saja. Sebanyak apapun kita melihatnya, tapi keadilan tidak pernah akan bisa
dituntut karena memang begitulah takdir perempuan. Terkadang kita memang harus
sadar, ada keadilan yang ibarat seperti danau yang tenang tak beriak sedikitpun
tetapi sangat dalam. Biarlah ini hanya menjadi sebuah perenungan. Merenung di
tepian danau tersebut.
Thursday, February 23, 2017
Aku Tidak Mampu
Pagi yang berongga
Derap masa kembali mengorek luka
Memaku aku dalam beku
Kursi pesakitan yang selalu menunjukku sambil berkata "kamu tidak mampu"
Aku terdiam
Tersadar dalam ketidakmampuan
Hanya hati yang mampu berteriak
Hingga tersedak memuntahkan semua riak-riak sesak
Memang, ketika semua terpaku
Diam menyediaan hati untuk bicara bertanya
Benarkah?
Lalu apa yang harus aku lalukan?
Sedang tawa palsu telah lenyap dalam selokan
Senyum semu yang kemarin hilang di kelokan
Kembali sesal yang dulu terkumpul
Menyembul di permukaan
Melingkupiku dalam khayal yang mewujud
Ingin aku tentang semua mata yang menatapku pada maniknya
Namun pandangan semakin kabur
Menunjukkan aku yang akhirnya karam terkubur
Sragen, 23 Februari 2017
Derap masa kembali mengorek luka
Memaku aku dalam beku
Kursi pesakitan yang selalu menunjukku sambil berkata "kamu tidak mampu"
Aku terdiam
Tersadar dalam ketidakmampuan
Hanya hati yang mampu berteriak
Hingga tersedak memuntahkan semua riak-riak sesak
Memang, ketika semua terpaku
Diam menyediaan hati untuk bicara bertanya
Benarkah?
Lalu apa yang harus aku lalukan?
Sedang tawa palsu telah lenyap dalam selokan
Senyum semu yang kemarin hilang di kelokan
Kembali sesal yang dulu terkumpul
Menyembul di permukaan
Melingkupiku dalam khayal yang mewujud
Ingin aku tentang semua mata yang menatapku pada maniknya
Namun pandangan semakin kabur
Menunjukkan aku yang akhirnya karam terkubur
Sragen, 23 Februari 2017
Wednesday, February 22, 2017
Sajak-Sajak Yang Jatuh Cinta
Ada yang bilang bahwa jatuh cinta bisa membuat seseorang menjadi penyair dadakan. Mungkin itu juga yang terjadi padaku saat itu. Rasa berbunga dalam hati seolah menjadi mesin mencetak kata, terketik-ketik tanpa titik. Jantung yang berdetak menghadirkan sajak. Rapi menyusuri lekuk sabit dalam dupa pemujaan atas nama si dia. Dia yang mampu menjelma ribuan kerlip bintang meskipun langit begitu gelap pekat.
Dia yang kucinta, masih ingatkah dengan ini semua?
Dia yang kucinta, masih ingatkah dengan ini semua?
Sajak, tolong ingatkanlah ini semua pada dia.
Sajak, semoga dia tak akan pernah berjarak meski seinci pun dari diriku.
Sajak, tolong semogakan.
Kisah Anak-Anak Dalam Film Perang Dunia
Masa kanak-kanak ditentukan oleh suara,
bau-bauan, dan penglihatan, sebelum alasan kegelapan berkembang (John
Betjeman).
Anak-anak merupakan masa awal dalam mempelajari kehidupan. Lalu
bagaimana kehidupan anak-anak tersebut dalam keadaan perang dunia yang tak
menentu. Disini ada 10 film tentang kisah anak-anak dalam perang dunia yang
pernah aku tonton.
1. The Boy In The Striped Pajamas
Sudah banyak film perang dunia yang aku tonton, namun film ini
adalah film pertama tentang perang dunia yang berkisah tentang anak-anak.
Sedikit cerita film ini berkisah pada tahun 1930-an, saat Nazi berkuasa di
Jerman, tentang seorang anak bernama Bruno, berusia 8 tahun. Dia adalah anak
dari Kolonel tentara Nazi kesatuan Waffen SS (Schutzstaffel). Setiap hari
ketika Bruno bermain ayunan di halaman rumahnya, dia menyaksikan adanya kepulan
asap membumbung tinggi keluar dari satu cerobong asap. Kepulan asap itu adalah
hasil dari pembakaran orang-orang Yahudi di Kamp Konsentrasi itu. Suatu saat,
Bruno mengikuti arah kepulan asap dan dia sampai di pagar berkawat dari kamp di
halaman belakang. Di sana Bruno melihat seorang anak laki-laki seumurnya,
Shmuel, sedang duduk di balik pagar berkawat dengan gerobak kecilnya (gerobak
yang biasa digunakan untuk mengangkat pasir). Sejak itu terjadilah persahabatan
antara kedua anak yang berbeda ras, tingkat ekonomi, sosial, dan politik; seperti
bumi dan langit. Bruno kemudian rajin mengunjungi sahabatnya ini, Shmuel,
dengan membawa bekal yang diambilnya dari rumahnya secara sembunyi-sembunyi.
Tidak ada yang mengetahui tentang persahabatan “terlarang” itu. Singkat cerita,
suatu hari ibu Bruno menyadari bahwa anaknya hilang. Rupanya Bruno pergi ke
Kamp Konsentrasi itu, menerobos masuk dengan merayap melalui bawah pagar
listrik yang sudah digali. Ia menukar baju dengan baju tahanan yang diberikan
Shmuel kepadanya. Mereka ingin mencari ayah Shmuel namun mereka kemudian
terperangkap di antara orang-orang dewasa yang sedang digiring tentara Nazi
untuk dimasukkan ke dalam ruang gas kematian. Ibu Bruno meraung-raung ketika
menyadari anaknya meninggal di dalam ruang gas itu. Dan entah apa yang ada dalam
pikiran ayah Bruno yang seorang tentara Nazi, apakah kecewa menyesal atau
perasaan sedih dengan semua rangkaian kejadian tersebut.
Begitulah potongan cerita dari film yang membuat aku berhenti
untuk berpikir sejenak lalu kembali dengan rasa ingin tahu yang lebih banyak
mengenai kisah anak-anak dalam perang dunia. Tentang kepolosan diantara
kesemruwetan masa perang. Buatku film ini bukan hanya bagus tapi juga sangat
menyentu terutama pada bagian akhirnya, jadi jika kalian penasaran dengan film
ini, silahkan menontonnya.
2. The Book Thief
Sebenarnya dulu sekali, aku sudah pernah menonton film ini, mungkin pernah ditayangkan di TV atau aku memang memiliki filmnya, aku sudah lupa. Lalu kemudian aku mencoba mencari film ini lagi dan menontonnya.
Sinopsisnya seperti ini. Ditengah kengerian Perang Dunia II, seorang gadis muda bernama Liesel Meminger hadir ditengah keluarga barunya dan memberikan perubahan untuk orang-orang disekitarnya. Ayah angkatnya memberi ia tempat untuk belajar membaca dan menulis. Sejak saat itu Liesel gemar mengumpulkan buku-buku yang ia peroleh dari mana saja.
Sampai pada akhirnya ia bertemu dengan
Max Vandenburg, seorang pemuda Yahudi yang tengah bersembunyi dari kejaran
Nazi. Hans sangat berhutang budi pada Ayah Max dan mengambil resiko untuk
menyembunyikan Max dirumahnya. Max yang kagum dengan semangat Liesel
mengajarkannya membaca dan membuat Liesel tahu banyak hal tentang dunia. Di
satu sisi, Liesel sangat senang dengan kehadiran Max namun disisi lain ia tahu
bahwa Max akan menjadi ancaman bagi dirinya dan keluarga angkatnya. Bagaimana
kisah Liesel selanjutnya yang membawa perubahan pada orang-orang disekitarnya
dan bagaimana juga ia bertahan hidup bertaruh nyawa di tengah ganasnya Perang
Dunia II? Tonton saja film ini.
3. Grave Of The Fireflies
Film anime buatan Jepang ini ceritanya begitu menyedihkan. Setelah menonton film ini hati terasa kosong suwung dan hanya diisi oleh angin-angin dingin. Film ini diawali dengan gambaran tentang pertistiwa penyerangan pasukan udara sekutu, yang menyerang salah satu kota di Jepang. Di salah satu kota tersebut, film ini menceritakan dua orang anak tentara angkatan laut Jepang, yakni Setsuko dan Seita. Kehidupan mereka sebelum penyerangan itu, berjalan harmonis. Sampai suatu ketika, datang sebuah ancaman yang mengharuskan mereka berdua beserta ibunya mengungsi ke tempat persembunyian.
Dalam keadaan dimana Setsuko dan Seita harus mengungsi, dan menyusul ibunya yang sudah terlebih dulu sampai di tempat pengungsian, mereka kehilangan kontak dengan sang ibu. Setelah peneyerangan untuk sementara reda, mereka pun mendatangi satu persatu tempat-tempat pengungsian yang di duga menjadi persinggahan ibu. Namun, usaha mereka hampir menemui jalan buntu, sampai suatu ketika salah satu dari mereka, yakni kakak dari Setsuko (Seita) mendatangi sebuah rumah sakit. Di sana, atas petunjuk dari seorang perawat, ia berhasil menemukan ibunya, akan tetapi dalam keadaan mengalami luka bakar hampir 90%. Dengan kondisi ibu yang seperti itu, Seita tak memberi tahu adiknya, karena dia khawatir kabar tersebut akan membuat adiknya sangat terpukul. Keesokan harinya, dokter yang merawat ibu, mengabarkan bahwa nyawa beliau tak dapat diselamatkan lagi. Seita pun menerima kenyataan itu dengan ikhlas. Sepulangnya dari prosesi pembakaran jenazah ibunya, Seita membawa abu kremasi ibunya dan tak berniat untuk tidak memberi tahu tentang kepergian sang ibu.
Kehidupan mereka setelah kepergian sosok
ibu, berjalan dengan keceriaan yang dikondisikan. Seita mencoba menutupi
kesedihan yang ada dengan keceriaan. Dia mencoba menghibur adiknya
ditengah-tengah carut-marut kehidupan bangsa Jepang yang sedang terpuruk. Lalu
bangaimana caranya menghibur adik kecilnya tersebut, sebaiknya kalian menonton
filmnya sendiri, kalian akan banyak belajar dari film ini.
4. Giovanni's Island
Meskipun film ini tidak semenyedihkan
film Grave Of The Fireflies, namun film anak-anak tentang perang ini juga
memiliki sisi yang membuat sedih. Dimana pun film yang berkisah tentang perang
pastilah memiliki sisi yang menyedihkan. Bercerita
tentang dua orang kakak beradik bernama Junpei dan Kanta yang hidup di pesisir
di salah satu pulau yang berada dalam gugusan kepulauan Kuril, Jepang. Film ini
bersetting tahun 1945, periode yang menjadi titik balik kehidupan sosial
politik Jepang karena kekalahan Jepang pada era Perang Dunia ke 2.
Inti cerita dimulai ketika Kaisar Jepang mengumumkan bahwa Jepang telah menyerah kepada Sekutu dibawah kepemimpinan Amerika Serikat dan didengarkan oleh seluruh penduduk di pulau tersebut dan tak lama kemudian mendengar kabar bahwa dalam waktu dekat tentara Soviet akan tiba di pulau tersebut. Ini adalah salah satu hal yang menarik di film ini dimana memperlihatkan situasi pasca perang. Selain mengambil setting di kawasan paling utara Jepang (kepulauan Kuril) film ini pun menceritakan “kisah” antara Jepang dan Soviet (yang kadang terlupakan sebagai bagian dari Allied Force) yang jarang diceritakan. Dalam waktu singkat Tentara Soviet yang oleh penduduk disebut Russkies datang dan menduduki pulau tersebut dan mendirikan basis pertahanan di sana. Rumah Junpei dan Kanta pun harus rela dirampas dan dijadikan rumah komandan dari tentara Soviet sehingga harus tinggal di bagian dapur merangkap kandang kuda. Begitu pula dengan sekolah meraka yang harus rela dibagi dua, setengah untuk sekolah warga pulau dan setengahnya untuk sekolah bagi anak-anak prajurit yang ditugaskan.
Di sekolah inilah Junpei dan Kanta kemudian bertemu dengan seorang gadis Soviet bermata biru bernama Tanya yang kemudian diketahui ternyata adalah putri dari sang Komandan Pasukan Soviet. Meskipun mereka berbeda kultur, bahasa, budaya dan situasi politik antar negara yang seakan memposisikan Jepang sebagai terjajah dan Soviet sebagai penjajah, namun tak menjadi halangan bagi mereka untuk menjalin persahabatan.
Film ini sangat menarik bagi saya karena meskipun mengambil setting pasca PD2, dimana memang kondisi Jepang cukup mengenaskan sebetulnya, namun film ini memberikan nuansa ceria dan menghibur dari segi cerita dan art-nya. Misalnya ketika saat sekolah dimana satu kelas menyanyikan lagu rakyat Jepang tetapi di kelas lain yang tepat di sebelahnya menyanyikan lagu rakyat Soviet yang cukup terkenal “Katyusha” dan kemudian dua kelas ini saling bergantian menyanyikan lagu rakyat, dimana “Kelas Jepang” menyanyikan Katyusha dan sebaliknya. Dan saya kira film ini sangat bagus untuk memberikan gambaran awal khususnya yang mempelajari mengenai sosial politik Jepang, apa yang terjadi di kepulauan Kuril (yang saat ini berada dibawah yurisdiksi Pemerintah Rusia) pasca PD 2. Melihat bagaimana sulitnya masyarakat mendapatkan bahan makanan pokok, hingga bagaimana penduduk Kuril sangat familiar dengan budaya Soviet.
Tidak hanya berhenti disitu, tapi anak-anak tersebut dan seluruh penduduk di Kepulauan Kuril dipindahkan ke Pulau Shakalin yang berada di bagian barat untuk dipekerjakan di logging camp. Kisah selanjutnya adalah kehidupan anak-anak itu dalam camp, silahkan kalian tonton sendiri dalam filmnya.
5. The Flowers Of War
Film ini memang tidak seluruhnya berkisah mengenai anak-anak tetapi dalam film ini terdapat kehidupan anak-anak yang juga harus melewati kerasnya kehidupan masa perang dunia. Ceritanya tentang kisah penyerangan dan pendudukan Jepang di Ibukota Cina, Nanking ketika perang dulu. Para tentara Jepang membunuh banyak penduduk, memperkosa para wanita dan kemudian membunuhnya. Ketakutan melanda seluruh kota. Di saat seperti ini, seorang perias mayat yang kemudian menjadi pendeta bernama John berusaha menyelamatkan sekelompok gadis-gadis muda anak sekolahan yang berlindung di gereja. Tidak lama setelah kedatangan John, para pelacur rumah bordil yang sedang mencari tempat persembunyian berdatangan ke gereja. Mereka beranggapan bahwa gereja lebih aman dibandingkan pengungsian. Kedatangan John dan para pelacur mendapatkan sambutan buruk dari George, asisten Pendeta Ingleman karena dianggap mengotori gereja. Lalu kisah selanjutnya akan tidak lagi menarik jika aku tuliskan disini, jadi alangka baiknya jika kalian menonton saja film ini.
6. La Rafle
Kisah mengenai peristiwa genosida kembali diceritakan dalam Film ini, La Rafle merupakan film tentang kekejaman Nazi yang membuatku begitu berpikir panjang. Penderitaan kaum Yahudi di jaman Perang Dunia ke-2 sudah menjadi tema dalam banyak perfilman, kadang cenderung terlihat over eksploitasi. Seakan tak cukup dijadikan pelajaran bahwa apapun namanya sentimen rasis memang harus dilenyapkan. FIlm ini adalah kisah nyata dari peristiwa penangkapan orang-orang Yahudi di Prancis pada waktu Perang Dunia ke-2 untuk dibawa ke kamp konsentrasi atau kamp pemusnahan di Auschwitz dsb. Cerita berawal dari rencana pemindahan orang-orang Yahudi ke Eropa Timur seperti yang diminta oleh Hitler, diktator Nazi Jerman, yang kemudian didiskusikan oleh petinggi rezim Vichy Prancis, Maréchal (Marsekal) Pétain dan Pierre Laval, deputinya. Disetujui untuk kuota 24.000 orang Yahudi, di tingkat operasional, Kepolisian Paris dan Milice yang akan bertugas menangkap orang-orang Yahudi non-Prancis yang sudah teregistrasi lengkap dan membawa mereka pada tgl 16 Juli 1942 ke Vélodrome d'Hiver sebagai tempat transit.
Adegan berpindah ke kalangan Yahudi, dengan fokus kehidupan anak-anak kecil Joseph Weismann dan Simon Zygler, serta keluarganya yang saling bertetangga. Kehidupan mereka sudah terhimpit oleh banyaknya larangan, termasuk bersekolah, bekerja dan mengunjungi area publik. Dengan dilaksanakannya Operasi 'Spring Breeze', nasib mereka makin mengenaskan. Di Vel' d'Hiv, ada dokter Yahudi, David yang bertugas di klinik mengurus puluhan orang sakit, hanya dibantu oleh sedikit perawat, termasuk seorang suster Protestan yang peduli dengan kaum Yahudi. Ia pun ikut ke tempat kamp transit selanjutnya di Beaune-La-Rolande khusus untuk merawat anak-anak. Suster tersebut tak berdaya melawan penguasa dan merelakan ketika anak-anak ini harus dipisahkan dari para orangtua mereka. Hanya soal waktu, tak terkecuali, semuanya pun akhirnya dikirim ke Timur untuk dihabisi.
Film yang cukup menyedihkan apalagi jika kita berpikir bahwa dulu kisah tersebut benar-benar terjadi. Bagaimanakah nasip anak-anak tersebut dalam masa perang yang begitu mengerikan. Silahkan nonton film ini.
7. Empire Of The Sun
Film ini berkisah tentang seorang anak
laki-laki kecil dari keluarga ekspatriat, James terpisah dari keluarganya
ketika tentara Jepang masuk ke Cina. Ia adalah seorang anak kecil yang memiliki
cita-cita menguasai angkasa alias menjadi pilot pesawat tempur. Dia menjadi
tawanan di Longhua Civilian Assembly Center, sebuah kamp tentara Jepang, selama
Perang Dunia II. Film ini menceritakan bagaimana James berusaha bertahan hidup
ditengah konflik yang sedang bergejolak tersebut.
Sedikit cerita saja mengenai film ini.
Karena akan lebih bagus jika kalian menontonnya secara langsung. Sedikit cerita
bukan berati film ini tidak bagus, tetapi penggambaran dalam film ini memiliki
pemikiran yang akn berbeda dari setiap kepala yang menontonnya, jadi silahkan
menonton dan kalian bisa artikan sendiri bagaimana film ini.
8. Snow Flower And The Secret Fan
Awalnya aku bisa memperole film ini
adalah dari bagitu penasarannya aku terhadap kisah tradisi pengikatan kaki di
Cina. Kisah ini ditulis dengan gaya memoar seorang wanita berusia 80 tahun
yang bernama Lily, yang menceritakan pengalaman hidupnya bersama Bunga Salju
sebagai laotong alias “kembaran sehati”nya. Lily memulai kisahnya pada 1828,
ketika dia berusia 5 tahun dan tinggal di desa Puwei, di Baratdaya Cina.
Kebebasan masa kecilnya tiba-tiba terampas ketika dia harus menjalani
pengikatan kaki, sebuah tradisi menyakitkan yang harus dilalui oleh para wanita
Cina agar memperoleh status yang terhormat. Begitulah kemudian kisah itu
berlanjut yang dapat kalian tonton dalam filmnya jika kalian penasaran.
9. The Last Emperor
The Last Emperor menceritakan kisah hidup seorang Kaisar terakhir Cina, Puyi. Film ini diawali dengan adegan Puyi yang diangkat menjadi Kaisar ketika dia masih berumur 3 tahun. seorang kaisar cilik yang naif dan tidak tahu apa-apa dalam semalam dinobatkan menjadi seorang Kaisar Cina. Mereka menyebutnya , The Son of Heaven. Dijauhkan dari orang tuanya dan tinggal sendirian bersama dengan pelayan-pelayannnya di Istana terlarang membentuk karakter seorang Puyi menjadi sosok remaja yang kesepian. Istana terlarang bagaikan penjara dengan dirinya sebagai tahanan sehingga Puyi tidak pernah mengetahui bagaimana kehidupan di luar tembok Istana. mengutip kata seorang Guru kaisar puyi yang didatangkan dari Inggris, “The emperor is the loneliest boy on the earth”
Ketika Cina berubah menjadi Negara Republik dengan Dr.Sun Yat Sen sebagai presiden pertamanya, Puyi bukan lagi seorang Kaisar dengan kekuatan imperialnya,, meski begitu dia tetap diperbolehkan tinggal di Istana bersama ratu, Wen Rong dan selirnya Wen Xiu. Yang miris adalah ketika dirinya diharuskan meninggalkan Istana dan sudah tidak diperbolehkan lagi tinggal disana. untuk pertama kalinya, meskipun dirinya ingin sekali melihat dunia luar, kaisar yang tak pernah keluar Istana merasa takut menghadapi dunia luar…
10. Memoirs Of A Geisha
Tidak hanya sekali aku menonton film ini, mungkin dalam film ini tidak seluruhnya bercerita tentang kisah anak-anak tetapi dari seorang anak yang bertumbuh dengan takdirnya menjadi seorang geisha. Adalah seorang anak yang berasal dari kampung Nelayan “Yoroido”, sebuah kampung terpencil yang sangat jauh dari Gion, Kyoto. Keadaan ekonomi memaksa dia (Chiyo) dan kakaknya Satsu, dijual menjadi budak sejak mereka berusia 9 tahun. Chiyo dan Satsu dijual pada Okiya (rumah Geisha) yang berbeda. Chiyo yang memiliki mata berwarna cermin (abu-abu samar) terlihat sangat cantik dan menarik sehingga memiliki potensi untuk menjadi Geisha yang memikat.
Chiyo kecil yang mengalami berbagai peristiwa pahit dalam hidupnya hingga takdir menjadikan dia seorang Geisha bernama Sayuri, lika-liku kehidupan seorang gadis kacil dengan segala kisahnya sebaiknya kalian tonton sendiri dari film ini.
⇀⇀⇀⇀⇀⇀⇀⇀⇀⇀⇀⇀⇀⇀⇀⇀⇀⇀⇀⇀⇀⇀⇀⇀⇀⇀⇀⇀⇀⇀⇀⇀⇀⇀⇀⇀⇀⇀⇀⇀⇀⇀⇀⇀⇀⇀⇀⇀⇀⇀⇀⇀
Itulah film-film kisah anak dalam sejarah dan perang dunia yang pernah aku tonton, dari film-film tersebut aku banyak belajar tentang sejarah.
“Tak pernah ada perang untuk perang. Ada
banyak bangsa yang berperang bukan hendak keluar sebagai pemenang. Mereka turun
ke medan perang dan berguguran berkeping-keping seperti bangsa Aceh sekarang
ini, ada sesuatu yang dibela, sesuatu yang lebih berharga daripada hanya mati,
hidup atau kalah-menang.”
(Pramoedya Ananta Toer)
Subscribe to:
Posts (Atom)