Masih teringat olehku “Nami Monolog Tak Terdengar, kowe kuwi apdet
status opo ngunu? Hahhaa” reaksi teman-temanku setelah baca status facebookku
yang bertuliskan lyric lagu Endank Soekamti yang Asu Tenanan, yah mungkin bagi
mereka itu status yang cukup aneh dan layak untuk ditertawai. Mereka tidak tahu
kalo itu sebenarnya lyric lagu. Kejadian itu sudah satu tahun yang lalu,
tepatnya saat aku masih kelas satu es-em-a dan sekarang setelah aku kelas dua
es-em-a bukan secara tiba-tiba aku teringat akan kata-kata itu. Tapi
dikarenakan suatu sebab, teman-temanku tersebut sekarang menjadi Kamtis!!! (apa
ini sejenis mukjizat?)
Ini aku jaman masih es-em-a |
Ku buka pendaftaran, ayo siapa ikutan
Bila tak kebagian, coba lain kesempatan
Ku buka pendaftaran, Audisi Percintaan
Bila kau jadi pilihan, langsung saja pelaminan
Lagu Audisi itu menggelorakan semangat dalam atmosphere kelasku
saat jam istirahat pertama ini. Speaker dari Music Angel milik temanku itu ternyata berisi penuh lagu-lagu dari album
Soekamti.Com yaitu album terbaru dari Endank Soekamti. Aku yang sedari bel
istirahat tadi tidak beranjak dari tempat dudukku cukup menikmati setiap suntikan
semangat dari lagu-lagu itu. Memang begitulah aku, menjadi penghuni kelas saat
istirahat pertama semua demi penghematan uang saku, ditemani dengan segelintir
teman yang sedang malas keluar. Biasanya ritual mendekam dikelas saat istirahat
ku isi dengan ngerumpi atau sekedar ikut ngerampok teman yang membawa makanan
dari rumah atau membaca novel atau menulis puisi atau apa saja yang bisa
membunuh rasa bosanku, tapi kali ini hanya sekedar duduk sambil sesekali
mengikuti bernyanyi J
Rasanya semakin semangat saja karena banyak temanku yang sekarang menjadi
Kamtis. Aku sendiri suka lagu-lagu Endank Soekamti sudah sejak berbaju putih
biru, teringat dulu pertama kali kudengarkan lagunya disalah satu station radio
amatir. Jujur bukan dari lagunya yang menarik perhatianku waktu itu, tapi dari
gaya penyiarnya yang begitu menarik dalam mempromosikan lagu tersebut. “Aku
juga suka lagu yang slow melow tapi yang penting gak cengeng, dan lagu-lagu
melodic punk itu selalu membuatku semangat” begitu kata mas penyiar radio itu
kurang lebihnya, memang kalimat itu ditunjukan buatku saat ku sms dia, dan
semakin dekat aku dengan penyiar itu semakin aku tahu banyak tentang Endank
Soekamti, juga band-band yang ber-genre sejenis. Boleh dibilang penyiar
tersebut yang mengenalkan aku pada Endank Soekamti dan apa yang disebut musik
menghidupkan. Nah kan, cinta itu gak selalu harus dari mata turun ke hati,
dalam kasusku ini, cinta itu dari telinga turun ke hati. (ciyeee)
Hasil karyaku sendiri |
Tapi meskipun begitu aku sampai sekarang masih belum berani
menyebut diriku Kamtis. Hal tersebut karena aku jarang nonton konser mereka,
Kaos Kamtis juga tidak punya waktu itu, paling banter cuma punya lagu-lagu
mereka dalam mp3 hape. Hanya sebatas itu, sedangkan teman-temanku yang dulunya
kutahu sama sekali tidak tahu apa itu Endank Soekamti dan sekarang menjadi
kamtis, dalam sebulan saja lemari baju telah dipenuhi Kaos Kamtis, bikin grub Kamtis
dan merapat sampai keluar kota mereka sambangi. Meskipun mereka mendadak Kamtis
tapi aku pikir mereka lebih fanatik daripada aku. Banyak hal yang mendukung
mereka salah satu hal yang paling mendasar dan hal tersebut tidak ku punya,
yaitu mereka laki-laki!!! (hikz terus apa fungsinya perjuangan Ibu Kita
Kartini). Mereka punya kebebasan itu, untuk bisa pergi kemana saja dimana
Konser Endank Soekamti digelar.
Jadi teringat konser pertama Endank Soekamti yang kulihat, saat
itu di kotaku sendiri Sragen. Susah sekali mendapat ijin keluar malam, tapi
beruntungnya aku punya bapak yang pengertian. Sore itu kupijiti kaki bapakku
lalu aku bilang “Pak, ayo tak ajak nonton Endank Soekamti” sambil pasang
tampang semanis mungkin. (ehh jangan pada muntah loh). Memang begitu triknya
dan setelah rapat PBA alias Perundingan Bapak-Anak yang begitu menguras tenaga
dan pikiran akhirnya diputuskan bahwa permintaanku dikabulkan. (hehe saatnya
bilang Alhamdulillah).
Pergi nonton konser ditemani bapak? Tak jadi masalah yang penting
bisa nonton Grub Band Pujaan yang dari dulu begitu di impikan bisa nonton
secara langsung. Setelah tiba di TKP, aku memisahkan diri dari bapakku, bukan
bermaksud durhaka tapi sekedar menyelamatkan mukaku dari teman-temanku yang
sebelumnya sudah janjian untuk bertemu disana. (M.A.A.F ya pak, hehe). Saat itu
suasana alam begitu mendukung, langit cerah bulan bulat bersinar tepat diatas
kepala dan bintang-bintang begitu ramai bertaburan. (Subanallah banget dech).
Sambil melihat langit dalam hati aku berkata ‘Kita sedang melihat langit yang
sama sekarang dan ku yakin ditempat yang sama juga, sayang kita tak mampu
saling sapa’ kalimat tersebut aku tunjukan pada mas penyiar yang dari dia lah
aku mengenal Endank Soekamti. (aku berhutang terima kasih pada kamu mas
penyiar)
Bisa berpogo, bernyanyi, gembira bersama Kamtis Family itu sangat
istimebret buatku, sungguh tidak bisa terlupakan. Disana pun aku tak sengaja
bertemu teman-teman sekolahku yang sebelumnya aku ceritakan tak tahu menahu
Endank Soekamti itu sejenis makanan apa, tapi setelah itu menjadi kamtis yang
fanatik. Mereka hanya berdiri melihat sambil melipat tangan didada gak bergerak
sedikitpun. (sebut saja mematung) -____- Bagiku mereka yang aneh, bukan status
facebookku (see!). Disuguhi tontonan sebegitu menariknya tapi tak juga
bergeming dari kepatungan mereka. Bahkan ikut menyanyi pun tidak, aku sebagai
orang yang selalu dibuat semangat oleh lagu-lagu Endank Soekamti cukup shock
dibuatnya. Terus apa gunanya mereka lintas provinsi demi nonton konser Endank
Soekamti? Oke baiklah itu hak kalian bagaimana menikmati konser. (see!)
Hingga aku ditemukan lagi oleh bapakku dalam kerumunan
teman-temanku dan bapak pun mengajak pulang. Dengan mengeryitkan dahi karena
mungkin juga shock melihat anak gadisnya ikut berpogo “Wis bengi iki ayo mulih”
aku pun pasrah saja digandeng bapak pulang. Meninggalkan konser yang belum
usai, tapi tak apalah harus sadar waktu karena memang besok aku harus sekolah.
Dengan memboncengkan aku, bapak pun tancap gas pulang kerumah. Tiba dirumah
bapak hanya bilang “Tiwas gelem mbok ajak, tak pikir Endank Soekamti kuwi
penyanyi dangdut.” (oh jadi itu alasannya) -_____-
Masa sekolah memang begitu menyenangkan, saat kelas dua jumlah
kamtis dalam kelasku mengalami peningkatan. Pertama memang dari temanku yang
aku ceritakan diatas, karena dia anaknya memang lumayan berpengaruh jadi banyak
yang mengikuti jejaknya menjadi Kamtis. Aku pun setelah sekian tahun suka
lagu-lagu Endank Soekamti kini mulai berani menyebut diriku Kamtis. Ikut
gethering, merapat nonton konser, bikin kaos kamtis bareng. Segala hal seolah
selalu berkiblat pada Endank Soekamti, buku pelajaran yang digambari tulisan
Endank Soekamti, bahkan tulisan desain kaos olahraga untuk kelas saja juga
menggunakan font Endank Soekamti. Sampai-sampai saat itu dalam kelas musik-pun
kami accoustik-kan membawakan lagu Endank Soekamti di depan kelas. Nyanyi
bareng teman-teman dan dinilai oleh guru, menjadi bagian dari kenangan indah
masa putih abu-abu. (hikz jadi kangen)
Kaos Olahraga kelas |
Ini pas Ngamtis di Kota Kudus |
Ini pas Ngamtis di Purwokerto |
Ini pas Ngamtis di Semarang |
Ini di kotaku sendiri Sragen |
Yang ini Ngamtis dengan wajah dekil abis dari Kebumen langsung Ngamtis di UNDIP |
Ini pas di Maguwoharjo, Jogja |
Merapat ditemani sahabat-sahabatku kuliah yang sebenarnya bukan Kamtis
tapi begitu senangnya menemani aku nonton konser, mungkin itulah yang disebut
Angka 8. Bahkan mereka diam-diam juga hafal seluruh lagu di Album Angka 8,
benar-benar membuatku terbengong-bengong. Kadang juga merapat bersama kakak
tingkat yang Kamtis. Pernah juga kuajak pacarku merapat meskipun dia seorang
Rezpector, dan dari situlah kupahami lagu Mix Couple. Tiap kali merapat pasti
selalu mendapat kenalan Kamtis Family dari berbagai kota, Kamtis memang selalu
ramah dan terbuka. (aku tidak bangga menjadi kamtis, tapi aku bersyukur menjadi
kamtis)
Terlepas dari kamu Kamtis dadakan yang malamnya nonton konser tapi
hanya diam saja dan paginya memakai Kaos Kamtis ataupun seorang Kamtis yang
sudah bertahun-tahun menjadi Kamtis tanpa atribut. Kamtis adalah diaklektika
jiwa. Bagiku sendiri menjadi kamtis adalah serangkaian proses perjalanan hidup
yang sangat kunikmati tiap anak tangganya. Only God Can Stop Kamtis J
Semarang, 4 September 2013
No comments:
Post a Comment