Monolog Tak Terdengar

Monolog Tak Terdengar
Biarkan skizofrenia menjamah mewarnai mozaik-mozaik hidupku

Thursday, December 12, 2013

Bahagiya itu kita sendiri yg ciptain


Aku beruntung menjadi pribadi yang seperti ini, yang jika merasa sedih tidak pernah bisa awet tahan lama. Karena aku memang bukan tipe yang berpikir harus merasa sedih berlarut-larut. Buatku hidup cuma sekali, akan sangat rugi jika hanya dihabiskan untuk bersedih. Selain itu aku juga percaya bahwa tiap diri kita itu berhak bahagiya. Tapi ketika kebahagiyaan yang kita damba tersebut tidak kunjung datang juga, maka yang selalu aku yakini adalah aku harus menciptakan kebahagiyaan untuk diri sendiri.

Ketika setiap orang disekitar kita begitu sibuknya dengan rutinitas mereka masing-masing, akankah kita berharap mendapatkan kebahagiyaan dari mereka? Aku rasa jawabannya adalah tidak perlu, jika kita tidak ingin kecewa maka kita tidak perlu berharap pada orang lain. Selagi kita masih mampu untuk mewujudkan sendiri apa yang kita harapkan, maka berharap pada diri sendiri dan berusaha untuk menjadikannya sebuah kebahagiyaan yang kita senyumi aku rasa itu jauh lebih baik.

Jika ku ulas balik. Aku ingat pada masa aku masih berseragam putih merah dulu, yang selalu aku yakini bahwa setiap mendung dan hujan pasti ada hari yang cerah dan jika beruntung akan ada juga pelangi yang melengkung dengan indahnya di langit. Maksudnya adalah bahwa setelah kesedihan pasti ada kebahagiyaan dan aku juga percaya jika hari ini sedih pasti besok akan bahagiya. Begitulah aku hidup pada masa kanak-kanak dulu. Paling tidak pemikiran seperti itu selalu mendatangkan semangat luar biasa dalam aku melalui setiap masalahku di waktu dulu. Saat begitu putus asa yang ada, hanya ingin mati yang dirasa dan ketakutan luar biasa akan hidup dan terpaan masalah, aku pasti dengan memunculkan rasa optimis berpikir, semua ini akan cepat berlalu, akan ada saatnya semua masalah dan rasa tidak menyenangkan ini hanya akan menjadi hal yang terlupa. Begitulah waktu dengan fungsinya, melindas apapun yang dibelakang.

Aku tersenyum dan sangat bersyukur memiliki pribadi yang seperti itu bahkan sudah tercipta pada masa kanak-kanak dulu. Aku yang terbangun dari sebuah pemikiran positif masa kanak-kanak pun menjalani hidup dengan mencipta kebahagiyaan. Pemikiranku sekarang meski tak sama persis lagi dengan masa itu namun aku rasa tidak jauh berbeda, yang jika aku dulu menempa semangat dengan berpikir seperti itu sembari pasrah menunggu bahagiya. Maka aku yang sekarang ternyata adalah pribadi yang benar-benar menciptakan kebahagiyaan untuk diriku. Saat sedih datang, perlahan aku menghapusnya dengan caraku. Melakukan hal-hal yang membuatku kembali bahagiya, seperti mendengarkan lagu, mencari hal-hal baru di internet, atau sekedar menyalurkannya pada puisi. Tiap-tiap kita pasti punya hal yang disenangi masing-masing, maka lakukanlah itu untuk sekedar melupakan rasa sedih yang sedang melanda diri.

Dan dari keseluruhan aku rasa adalah yang terpenting mensugesti diri untuk tidak melihat ruang sedih dalam diri kita ini seperti sebuah gunung menjulang tinggi besar, dengan kata lain jangan selalu membesar-besarkan rasa sedih yang ada. Karena dengan diri kita yang lebay menghadapi rasa sedih maka kita akan terperosok pada rasa sedih yang berkepanjangan. Jadi jangan biarkan diri kita sendiri bermanja-manja dengan rasa yang menyakitkan tersebut. Ketika cara memperoleh kebahagiyaan di dunia dalam hal ini tidak melanggar atau bertentangan dengan aturan Allah, rasanya kita memang harus melakukan cara tersebut.

Hidup cuma sekali, jangan dihabiskan untuk bersedih. Kebahagiyaan itu ada bukan hanya untuk ditunggu kedatangannya tapi harus kita cari dan perjuangkan untuk memperolehnya. Karena kebahagiyaan itu kita yang ciptain. Percayalah kita semua berhak bahagiya.



No comments:

Post a Comment