Mengenali perasaanku sendiri, harus lebih pintar-pintar. Karena aku memang benar-benar pribadi bertipe sanguin, yang dalam menetapkan sebuah keputusan dan pilihan senantiasa menggunakan perasaan daripada pemikiran. Ternyata meskipun aku dari dulu bilang pada diriku sendiri bahwa aku merupakan orang yang selalu memelihara logika daripada terlalu memanja hati, namun kenyataan berkata tak selalu seperti itu.
Begitulah, maka
dari itu setelah aku memahami keaslian pribadiku sendiri, aku harus lebih bisa
mengontrol perilaku, terlebih sekarang aku sudah berkepala dua.
Menghela nafas
berulang kali tiap ketemu dia yang akhir-akhir ini kembali dekat. Perhatian,
canda tawa, kebersamaan yang dulu pernah pudar karena nama lain yang mengisi
hatiku, kini terasa lagi. Sebenarnya aku takut membiarkan rasa itu menyapa
hatiku lagi, karena dulu dengan nama itu pernah mengendap disana, dan cukup
mengoyak hatiku juga saat aku berusaha mati-matian melupakan nama itu. Namun
kenapa sekarang muncul lagi? karena aku bukan orang yang pengecut dalam
mengidentifikasi perasaan itu, jadi benar sudah kupastikan itu memang perasaan
yang sama, dengan nama yang sama.
Sungguh melelahkan
sebenarnya, mengulang apa yang pernah dirasa dengan orang yang sama. Endingnya
pun bisa dipastikan juga sama. Harus seperti dulu, mencintai dalam diam lalu
lenyapkan. Aku cukup belajar dari hubunganku yang kemarin, dari sahabat menjadi
pacar lalu karena meskipun sudah ribuan kata cinta dan sayang diucapkan tetap
saja hatiku tidak mendekat ke dia seinchi pun maka harus ku akhiri, hingga
sekarang berubah menjadi orang asing. Benar rusak persahabatan sangat merugi
rasanya.
Pernah benar-benar
aku sukses tidak lagi peduli dengan dia, namun kenapa sekarang timbul lagi
perasaan seperti dulu? Belum mati atau memang tumbuh lagi? Cinta lama belum
kelar atau cinta lama bersemi kembali?
No comments:
Post a Comment