Monolog Tak Terdengar

Monolog Tak Terdengar
Biarkan skizofrenia menjamah mewarnai mozaik-mozaik hidupku

Sunday, December 8, 2013

Hadiah Ulang Tahun Dari Allah


Sebelumnya aku menuliskan ini bukan karena aku ingin pamer aku sholat, sungguh tidak ada sedikitpun terbersit pikiran seperti itu, karena pernah beberapa hari yang lalu aku update status di facebook ku yang intinya bercerita kalo aku mau sholat subuh. Tetapi malah ditanggap negatif sama temanku, dianggap bahwa aku pamer. Dalam hati aku mengatakan “Maaf tidak semua orang itu memiliki pikiran yang buruk seperti kamu”. Aku menulis cerita ini bukan karena aku ingin pamer atau disebut kalo aku orang yang beriman, menjalankan sholat lima waktu, serta begitu patuhnya terhadap Allah. Justru sebaliknya, aku ingin menceritakan semua apa adanya. Aku berharap ceritaku ini yang kutulis dalam blog ini bisa memberikan secuil pencerahan dan semoga bisa bermanfaat bagi pembacanya itu saja.

Sebenarnya aku hanya ingin mengingatkan, bukankah kita sesama manusia harus saling mengingatkan? Saling memberi kabar jika itu bermanfaat, bahkan sesuatu yang senegatif apapun dan semengerikan apapun itu, aku tahu semua itu bisa jadi bermanfaat ketika kita mampu mengambil sisi baiknya. Karena itu aku bercerita dalam blog ini, memang tidak secara detail aku menceritakan tentang mimpi yang aku alami, tapi sungguh gambaran tentang hari kiamat yang secuil aku rasakan dalam mimpiku itu sangat mengerikan.

Semengerikan apapun mimpi semalam, tapi aku menyebutnya sebagai mimpi indah. Terbangun dengan rasa takut luar biasa, rasa ketercengangan hingga aku tak bergerak dari tempat tidurku beberapa detik. Lalu dengan terhuyung dan kesadaran yang belum sepenuhnya kumiliki, aku berjalan ke kamar mandi setelah menatap jam dinding yang menunjukan pukul enam pagi. Namun melihat kran yang menyala tetapi tidak mengeluarkan air aku sadar bahwa air di atas sedang mati. Masih dengan kesadaran yang setengah ku putuskan untuk mencari air di kamar mandi bawah. Menuruni tangga entah kenapa detak jantungku tak karuan.

Kamar mandi satu penuh, kamar mandi kedua juga dalam keadaan yang sama, tertutup. Tapi aku tetap melanjutkan berjalan ke kamar mandi di belakang, dekat kamar kost cowok. Meski dengan hati yang gentar, karena malu dan takut jika terlihat oleh cowok. Pertama karena tidak sedang berkerudung, kedua karena baju tidur yang kugunakan berwarna pink. Namun mempertimbangkan bahwa hari masih terlalu pagi, terlebih ini adalah hari minggu, aku berpikir tentu mereka masih nyenyak tidur. Benar saja, aku sangat beruntung karena tidak satupun kutemui makhluk adam tersebut.

Ini semua demi air wudhu, masih belum terlambat untuk sholat subuh. Kulihat matahari belum sepenggalah naik, semoga saja memang masih belum terlambat dan aku sendiri pun juga baru terbangun jam segitu. Kurasa masih bisa ditoleransi oleh Allah, ada yang bilang Islam itu fleksibel. Aku berjanji untuk hari berikutnya aku akan bangun lebih pagi, saat adzan subuh.

Kembali ke kamarku di kost atas, lalu menunaikan sholat dua raka’at. Menangis dalam doa dan memohon ampun. Sungguh, lagi-lagi Allah menegurku dengan cara yang tak pernah kusangka. Mungkin karena diri ini kelewat nakal sebagai hamba, benar begitu ya Rabb?

Selesai melaksanakan kewajibanku, aku duduk disamping tempat tidur, sambil menyeka air mata kucoba memikirkan apa yang barusan aku alami dalam mimpiku. Aku tidak akan menceritakan secara detail dalam blog ini, intinya aku bermimpi melihat matahari yang hampir tenggelam di sebelah barat lalu kembali terbit, hari itu senja begitu indah dan matahari berwarna orenz dengan bulatnya. Tapi dengan mata terbelalak aku beserta orang-orang yang berada dalam mimpiku tersebut tak mampu berkedip melihat matahari tersebut terbit lagi dari ufuk barat. Berangsur-angsur dengan biasan yang tak pernah kulihat sebelumnya matahari tersebut bergerak kearah timur. Dengan hati yang menciut dan rasa takut luar biasa aku tahu betul ini semua maksudnya apa. Sambil berharap bahwa semua ini hanya mimpi saja. Namun dalam mimpiku tersebut semua terasa begitu nyata. Rasa takutnya, rasa penyesalannya, rasa ingin mengulang waktu lalu bisa menjadi orang yang beriman, keberharapan bahwa semua ini hanyalah sebuah mimpi, namun saat kucubit diriku sendiri merasakan sakit. Semua seperti nyata kualami. Lalu setelah itu seperti yang telah di tuliskan dalam Al-Qur’an. Tak kusangka aku mengalami mimpi yang membuat hatiku begitu bergetar bahkan setelah aku terbangun dalam kasur empuk dalam kamarku sendiri.

Ada yang bilang bahwa kita hidup di dunia ini hanya mampir  ngombe alias numpang minum saja. Dunia yang fana dan hanya sebentar kita berada di sini, tapi mungkin disinilah bagian yang paling melenakan manusia. Alam kandungan, alam dunia, alam kubur dan yang paling kekal dari kesemuanya, akhirat. Aku berharap bisa meraih kebahagiyaan di alam yang terakhir tersebut. Tapi tentu tidak akan semudah itu. Aku pernah naik turun, pernah merasa begitu bergetar hatiku ketika hanya menyebut kata bismillah saja, tapi aku juga bahkan pernah begitu muak dan malah memasang hetset ketika mendengar seruan adzan. Semua ini butuh proses, namun kegagalan yang selama ini aku jalani mungkin karena aku melakukan semua dengan naik lift, bukan naik tangga yang selangkah demi selangkah. Buatku sekarang yang terdekat adalah membetulkan lagi sholatku. Selama ini tak pernah terjaga baik sholatku, aku juga masih terkadang memperlihatkan auratku kemana-mana, bahkan jika disebut aku menutup aurat dengan benar-pun mungkin masih belum meskipun dalam keadaan memakai jilbab.

Mendapat mimpi yang mengerikan seperti itu, kuanggap adalah kado terindah dari Allah menjelang berkurangnya umurku. Iya mendekati ke-20 tahun aku berada di dunia fana ini, Allah telah menyadarkan aku dengan memberikan hidayah dengan cara seperti itu. Aku ingin dekat lagi dengan Pencipta-ku yang selama ini sudah begitu baik, namun diri ini memang tak pandai berterima kasih. Hingga membuatku selalu menjauh dan semakin jauh. Aku tidak ingin menyia-nyiakan lagi hidupku ini, lalu merugi setelah itu. Aku benar-benar berterima kasih atas mimpi yang semalam aku alami, karena mimpi itulah aku jadi tersadar atas kedurhakaanku pada Sang Maha Pengasih dan Maha Penyayang.

No comments:

Post a Comment