Meskipun aku bukan
dari Divisi Rajawali atau Divisi Penjelajahan namun aku diajak ketua dari
divisi tersebut untuk ikut dalam survey ke Blora. Karena memang tugas dari
divisi ini adalah melakukan survey tempat sebelum lawatan.
Setelah acara
Pelatsa (Pelatihan Kesehatan Exsara) selesai, kami berunding tentang
keberangkatan survey siang nanti sehabis Zuhur. Sebenarnya aku tidak ada
rencana sama sekali pergi ke Blora, bahkan aku baru tahu saat diajak oleh Ketua
Divisi Rajawali (Mas Bayu). Rasanya mendadak sekali, aku juga tidak langsung
mengiyakan ajakan tersebut “Aku kan Merpati mas, mosok yo melu survey” kataku
dengan spontan menanggapi ajakan dari Mas Bayu. Namun setelah aku pikir, aku
belum pernah ke Blora dan aku juga sangat ingin pergi menghilangan penat yang memekat
lekat di pikiran minggu belakangan ini. Jadi kuputuskan untuk mengiyakan ajakan
tersebut.
Pergi dengan tiga
motor dan kami berenam pun menembus gerimis dari Unnes. Kata Mas Buduk “Jangan
jadikan hujan sebagai halangan, tapi jadikan hujan sebagai tantangan” dan saat
kata ‘tantangan’ tersebut aku pun ikut berkata. Karena kalimat tersebut memang
sudah sering aku dengar dari dia. Dalam survey ini ada aku, Ardit, Riwan,
Bahol, Mas Bayu dan Mas Buduk.
Pemberhentian
pertama adalah SPBU Sampangan yang letaknya dibawah kampusku, untuk pengisian
energi motor-motor kami. Lalu setelah itu tancap gas menuju Kota Sweikee
Purwodadi. Selain mengisi bensin lagi juga untuk Sholat Ashar dan yang tak
pernah kulupakan saat wudhu air krannya berasa seperti air belerang, berbau dan
berasa. Cukup ragu apakah harus sholat disitu atau tidak, tetapi aku rasa Allah
akan memaklumi dan daripada menunda sholat jadi kulakukan 4 raka’at di mushola
SPBU tersebut.
Hujan tetap saja
menderas sepanjang perjalanan hingga sampai di Alun-Alun Purwodadi, kali
memarkirkan motor di parkiran masjid sebelah alun-alun. Lalu makan nasi kucing
yang ada di dekat masjid. “Gak di Semarang, Gak di Purwodadi, makannya nasi
kucing lagi” candaan dari Hap alias Riwan. Namun aku rasa memang beginilah
Exsara dengan kesederhanaannya, karena nasi kucing memang porsiku. Meski ada
celetuk juga “Nasi kucing aja tidak abis.” Yahh.. mau bagaimana kouta perutku
memang segitu. Tak ketinggalan kami memutari alun-alun dibawah gerimis, tak
lupa juga untuk mengabadikan sejarah pertama di Purwodadi dengan berpoto.
Sudah cukup malam
ketika memasuki Blora. Ardit yang memboncengkan aku pun berteriak girang dengan
semangatnya ketika melihat gapura yang bertuliskan BLORA MUSTIKA. Rasanya
seperti menghapus segala lelah perjalanan karena kami melewati jalan yang
begitu banyak lubang disana sini ditambah dengan hujan yang tak henti. Cukup
memberikan rasa ngeri juga saat berkali-kali motor menerjang lubang. Namun
kewaspadaan dan selalu percaya pada perlindungan-Nya tak pernah kami lepas.
Yang pertama kami tuju adalah Masjid Agung Blora yang berada di sebelah Alun-Alun Blora, beristirahat
dengan baju dan celana yang basah.
Setelah sholat dan
meminta izin dari takmir untuk menginap di masjid, kami pun jalan-jalan dibawah
gerimis. Dan ternyata sedang ada konser Edane di sana, nonton sebentar lalu
lanjut ke kucingan lagi. The Real Exsara J
Menuju tengah malam
kami membahas objek-objek mana saja yang akan dijadikan tempat lawatan.
Tidur di beranda
masjid dan mendapat kebaikan hati dari takmirnya yang meminjami kami tikar
untuk tidur.
Paginya kami dapat
CFD di alun-alun Blora, lari-lari pagi sambil foto-foto juga dan sarapan nasi
kuning.
Bercanda, saling
bercerita namun juga menjadi bahan bully-an, cukup menyenangkan sekaligus
menyebalkan. Dari alun-alun Blora Hap hap beli keong lukis sampai sepuluh ribu.
Entah sekarang masih hidup atau sudah mati semua.
Setelah dengan
perundingan, kami pun menuju tempat pertama yaitu Perpustakaan Pataba. Disana
kebetulan sekali bertemu pemilik dari Museum Mahameru yang mendaji tujuan
kedua. Di Pataba kami benar-benar disambut dengan kehangatan dan keramahan dari
Pak Soes adik Pramodya, selain itu juga disuguhi nasi pecel untuk sarapan. Mendapatkan
banyak sekali pengetahuan, semoga tidak mengukung pemikiran tapi menjadi
pencerah.
Selanjutnya survey
ke Mahameru lalu perjalanan jauh ke Cepu di Situs Wura-wuri dan Pesanggrahan
Arya Panangsang. Jarak dari Blora ke Cepu ternyata sangat jauh. Disana pun
tidak ketemu Situs Wura-wuri yang dicari, hanya sampai di pesanggrahan namun
juga tidak banyak yang bisa didapat dari sana.
Capek dengan
perjalanan Blora-Cepu yang ternyata jauh, maka kami putuskan untuk bertamasya
ke Waduk, dan Waduk Tempuran adalah pilihan kami.
Setelah puas
poto-poto dan jajan di waduk kupikir kami akan pulang, ternyata masih mampir di
Waduk Greneng. Lalu baru pulang kembali ke Semarang.
Meskipun dengan
perjalanan yang begitu melelahkan namun aku rasa pergi dengan orang-orang yang
tepat menjadikan semua rasa lelah tidak terasa. Canda tawa yang selalu ada,
sungguh menjadi obat paling ampuh :)
No comments:
Post a Comment