Monolog Tak Terdengar

Monolog Tak Terdengar
Biarkan skizofrenia menjamah mewarnai mozaik-mozaik hidupku

Monday, January 6, 2014

Survey Blora



Meskipun aku bukan dari Divisi Rajawali atau Divisi Penjelajahan namun aku diajak ketua dari divisi tersebut untuk ikut dalam survey ke Blora. Karena memang tugas dari divisi ini adalah melakukan survey tempat sebelum lawatan.

Setelah acara Pelatsa (Pelatihan Kesehatan Exsara) selesai, kami berunding tentang keberangkatan survey siang nanti sehabis Zuhur. Sebenarnya aku tidak ada rencana sama sekali pergi ke Blora, bahkan aku baru tahu saat diajak oleh Ketua Divisi Rajawali (Mas Bayu). Rasanya mendadak sekali, aku juga tidak langsung mengiyakan ajakan tersebut “Aku kan Merpati mas, mosok yo melu survey” kataku dengan spontan menanggapi ajakan dari Mas Bayu. Namun setelah aku pikir, aku belum pernah ke Blora dan aku juga sangat ingin pergi menghilangan penat yang memekat lekat di pikiran minggu belakangan ini. Jadi kuputuskan untuk mengiyakan ajakan tersebut.

Pergi dengan tiga motor dan kami berenam pun menembus gerimis dari Unnes. Kata Mas Buduk “Jangan jadikan hujan sebagai halangan, tapi jadikan hujan sebagai tantangan” dan saat kata ‘tantangan’ tersebut aku pun ikut berkata. Karena kalimat tersebut memang sudah sering aku dengar dari dia. Dalam survey ini ada aku, Ardit, Riwan, Bahol, Mas Bayu dan Mas Buduk.

Pemberhentian pertama adalah SPBU Sampangan yang letaknya dibawah kampusku, untuk pengisian energi motor-motor kami. Lalu setelah itu tancap gas menuju Kota Sweikee Purwodadi. Selain mengisi bensin lagi juga untuk Sholat Ashar dan yang tak pernah kulupakan saat wudhu air krannya berasa seperti air belerang, berbau dan berasa. Cukup ragu apakah harus sholat disitu atau tidak, tetapi aku rasa Allah akan memaklumi dan daripada menunda sholat jadi kulakukan 4 raka’at di mushola SPBU tersebut.

Hujan tetap saja menderas sepanjang perjalanan hingga sampai di Alun-Alun Purwodadi, kali memarkirkan motor di parkiran masjid sebelah alun-alun. Lalu makan nasi kucing yang ada di dekat masjid. “Gak di Semarang, Gak di Purwodadi, makannya nasi kucing lagi” candaan dari Hap alias Riwan. Namun aku rasa memang beginilah Exsara dengan kesederhanaannya, karena nasi kucing memang porsiku. Meski ada celetuk juga “Nasi kucing aja tidak abis.” Yahh.. mau bagaimana kouta perutku memang segitu. Tak ketinggalan kami memutari alun-alun dibawah gerimis, tak lupa juga untuk mengabadikan sejarah pertama di Purwodadi dengan berpoto.


Sudah cukup malam ketika memasuki Blora. Ardit yang memboncengkan aku pun berteriak girang dengan semangatnya ketika melihat gapura yang bertuliskan BLORA MUSTIKA. Rasanya seperti menghapus segala lelah perjalanan karena kami melewati jalan yang begitu banyak lubang disana sini ditambah dengan hujan yang tak henti. Cukup memberikan rasa ngeri juga saat berkali-kali motor menerjang lubang. Namun kewaspadaan dan selalu percaya pada perlindungan-Nya tak pernah kami lepas.

Yang pertama kami tuju adalah Masjid Agung Blora yang berada di sebelah Alun-Alun Blora, beristirahat dengan baju dan celana yang basah.

Setelah sholat dan meminta izin dari takmir untuk menginap di masjid, kami pun jalan-jalan dibawah gerimis. Dan ternyata sedang ada konser Edane di sana, nonton sebentar lalu lanjut ke kucingan lagi. The Real Exsara J





Menuju tengah malam kami membahas objek-objek mana saja yang akan dijadikan tempat lawatan.

Tidur di beranda masjid dan mendapat kebaikan hati dari takmirnya yang meminjami kami tikar untuk tidur.

Paginya kami dapat CFD di alun-alun Blora, lari-lari pagi sambil foto-foto juga dan sarapan nasi kuning.



Bercanda, saling bercerita namun juga menjadi bahan bully-an, cukup menyenangkan sekaligus menyebalkan. Dari alun-alun Blora Hap hap beli keong lukis sampai sepuluh ribu. Entah sekarang masih hidup atau sudah mati semua.


Setelah dengan perundingan, kami pun menuju tempat pertama yaitu Perpustakaan Pataba. Disana kebetulan sekali bertemu pemilik dari Museum Mahameru yang mendaji tujuan kedua. Di Pataba kami benar-benar disambut dengan kehangatan dan keramahan dari Pak Soes adik Pramodya, selain itu juga disuguhi nasi pecel untuk sarapan. Mendapatkan banyak sekali pengetahuan, semoga tidak mengukung pemikiran tapi menjadi pencerah.


Selanjutnya survey ke Mahameru lalu perjalanan jauh ke Cepu di Situs Wura-wuri dan Pesanggrahan Arya Panangsang. Jarak dari Blora ke Cepu ternyata sangat jauh. Disana pun tidak ketemu Situs Wura-wuri yang dicari, hanya sampai di pesanggrahan namun juga tidak banyak yang bisa didapat dari sana.


Capek dengan perjalanan Blora-Cepu yang ternyata jauh, maka kami putuskan untuk bertamasya ke Waduk, dan Waduk Tempuran adalah pilihan kami.





Setelah puas poto-poto dan jajan di waduk kupikir kami akan pulang, ternyata masih mampir di Waduk Greneng. Lalu baru pulang kembali ke Semarang.



Meskipun dengan perjalanan yang begitu melelahkan namun aku rasa pergi dengan orang-orang yang tepat menjadikan semua rasa lelah tidak terasa. Canda tawa yang selalu ada, sungguh menjadi obat paling ampuh :)

No comments:

Post a Comment