Wanita itu berjalan dengan menundukan kepalanya, melewati setiap
bangsal-bangsal penuh raungan kesakitan yang terdengar begitu menyayat hati.
Lalu saat dia telah berada di ujung lorong, ditatapnya pintu keluar yang
berwarna putih dengan catnya yang masih baru. Sejenak dia betulkan genggaman
tas yang ia pegang dan memastikan kunci mobilnya sudah ia masukan dalam tas.
Menuju mobil putih yang terparkir diantara deretan mobilnya yang lain.
Mengendarai dalam keadaan yang luar biasa carut-marut pikirannya tanpa ia
sadari telah ada tangan jahat yang memotong rem mobilnya. Hingga saat mobilnya
melaju dengan kencang di jalan tol dan rem yang jelas tidak berfungsi itu
membuatnya menghantam pembatas jalan. Darah mengalir melewati pelipisnya dan
malam naas itulah menjadi akhir cerita hidupnya.
Di sudut lain seorang wanita sedang berlari sekencangnya, hingga
tersengal-sengal ia kehabisan nafas. Dibelakangnya beberapa laki-laki dengan
postur dan perawakan besar mengejarnya dengan dipersenjatai pistol. Lalu
beberapa detik kemudian terdengar bunyi ‘doorrr’ yang memecah hening malam. Sekejap
saja wanita tadi sudah tergeletak dengan dada yang berlumuran darah. Melemahkan
pandanganannya dan seluruh kesadarannya hingga dengan mudahnya jasad wanita
tersebut dilemparkan ke sungai oleh pengejarnya.
Sudah hampir tengah malam saat Nindia menyelesaikan kedua
cerpennya, dengan ending yang sama, yaitu kematian tokoh wanita. Dia klik
tombol shut down lalu beranjak ketempat tidur dengan pikiran yang sudah diperas
habis karena kegiatan seharian penuh yang begitu menyita tenaganya. Dan kasur
empuk nyamannya dengan boneka beruang pink yang sudah sedari tadi merayunya.
Namun dari ruang tengah terdengar suara benda keras dibanting lalu isakan
tangis seorang wanita. Gadis yang sekarang masih duduk dibangku sma itu tak
juga bergeming dengan keributan yang ada, karena memang ia sudah sangat
terbiasa dengan suara-suara itu. Di atas meja belajarnya terdengar ada suara
sms yang masuk, dengan sangat enggan dia bangun dan mengambil ponselnya. “Nin
orang tua lu kurang kerjaan banget sih, jam segini berantem. Berisik tauk!!” begitu
sms dari Agnes teman sekolahnya sekaligus rivalnya yang rumah mereka hanya
dipisahkan dengan tembok setinggi pundak.
Begitu geram Nindia hingga ia banting ponselnya sendiri, malu
jengkel dan begitu benci ia pada orang tuanya. Dibukanya pintu kamar dan
dibantingnya. Didapatinya ruangan yang sudah sangat berantakan, perabot yang
tak seberapa jumlahnya pecah berantakan dilantai, televisi juga sudah berpindah
tempat. Ibunya meringkuk dipojokan sambil menangis memegangi perutnya. Bapaknya
yang bau alkohol membentak-bentak sambil memukul ibunya. Nindia yang sudah
mengenggam pisau mengacungkannya pada bapaknya, menyuruh diam dan berhenti.
Namun bapaknya malah semakin marah dan kesetanan tidak bergeming pada ancaman
anaknya sendiri.
Hingga dengan mudah pisau itu direbutnya lalu menikamnya keperut
anaknya sendiri. Si ibu berteriak histeris sejadinya dan sang bapak terkaget
karena darah keluar begitu banyaknya dari perut putri semata wayangnya.
Seketika sang ibu memeluk anaknya lalu menangis memohon anaknya untuk berbicara
namun percuma saja karena anaknya sudah tidak bernafas lagi.
Terbangun karena mimpi buruk, cukup membuat dia bercucuran air
mata. Dia kembali mengalami mimpi-mimpi yang aneh, melihat begitu banyak
kematian didalamnya. Dan dia seolah selalu menjadi tokoh pada setiap kematian
itu dengan berbagai adegan. Tetapi dia jelas betul merasakan setiap ketakutan
dan rasa sakitnya seperti nyata. Dia bangkit dari tempat tidur lalu ke dapur,
menuangkan air putih memenuhi gelas dan meneguknya hingga tandas. Dilihatnya
jam dinding yang menunjukan pukul dua dini hari, lalu dia lanjutkan tidurnya.
Disampingnya suaminya masih dengan nyenyaknya tidur tak sedikitpun terganggu
oleh dirinya yang terbangun karena mimpi buruk.
Paginya setelah menyelesaikan seluruh pekerjaan sebagai ibu rumah
tangga dan dipamiti oleh suaminya untuk pergi ke kantor. Dia pun berdandan lalu
pergi ke sebuah apartemen kamar nomor B76 seperti biasanya saat telah ditinggal
suaminya. Disanalah dia bertemu dengan kekasihnya tanpa sepengetahuan suaminya.
Setelah mengeluhkan berbagai hal pada kekasihnya dia pun menghempaskan diri di
kasur. Laki-kali teman sekantornya dulu itu membuatkan segelas air sirup dan menyodorkannya
untuk diminum. “Makasih sayang, emang cuma kamu yang ngerti aku” sambil
diminumnya isi dalam gelas tersebut hingga habis. Tak lama setelah itupun dia
terjatuh tak sadarkan diri. Laki-laki selingkuhannya itu ternyata belum puas
dengan hanya membuatnya mati meminum racun tetapi juga berulang kali menikamnya
dan memutilasinya. Mamotong-motong tubuh wanita selingkuhannya dengan dingin
tanpa perasaan seperti ia sedang memotong wortel.
Disebuah ruangan berukuran kotak, seorang gadis menangis. Dia
berlari kearah pintu dan mengoyak-oyak pintu yang berbentuk seperti jeruji besi
kurungan penjara. “Tolong saya, saya baru saja mendapat mukjizat. Saya bisa
melihat seorang dokter aborsi yang mati karena kecelakaan tapi sebenarnya dia
dibunuh. Lalu saya juga melihat wanita mafia itu dibunuh dan mayatnya dibuang
di kali. Juga gadis yang dibunuh oleh bapaknya sendiri. Dan juga seorang wanita
yang diracun lalu dimutilasi selingkuhannya di sebuah kamar apartemen. Tolong keluarkan saya
dokter, suster kalian harus percaya.” Sambil berteriak-teriak gadis yang
berpakaian putih itu mulai membentur-benturkan kepalanya ke pintu besi.
Dokter yang melihat itu langsung membuka kunci pintu dan setelah
masuk dengan beberapa suster, dia pun menyuntikan semacam obat penenang. Tak
pelak membuat gadis yang sudah 6 tahun menderita penyakit mental yang dinamakan
skizofrenia itu pun tertidur.
“Kemarin ia berpikir bahwa dia ikut tenggelam dalam Kapal Titanic,
sekarang dia berpikir bahwa dia bisa melihat banyak pembunuhan. Tolong Suster
Ani jangan ajak dia menonton berita kriminal di TV lagi.” Kata dokter Rumah
Sakit Jiwa Tangerang Pusat pada salah satu bawahannya.
“Iya Dok, maafkan saya.” Jawab suster berwajah keibuan itu.
“Iya Dok, maafkan saya.” Jawab suster berwajah keibuan itu.
No comments:
Post a Comment