Monolog Tak Terdengar

Monolog Tak Terdengar
Biarkan skizofrenia menjamah mewarnai mozaik-mozaik hidupku

Saturday, June 20, 2015

Tentang Malam

Masih teringat olehku, jari-jari yang begitu akrab dengan plester. Akibat terlalu seringnya jari-jariku bergumul dengan bawang merah dan bawang putih berkarung-karung yang wajib dikupas tiap harinya. Tapi teringat juga kebersamaan dengan nenek dan bulekku yang dengan pekerjaan serupa kami lakukan sambil bercerita tentang banyak hal. Cerita tentang masa lalu, tentang masa sekarang dan tentang masa depan. Meski lebih banyak didominasi tentang cerita masa lalu, tentu saja untuk yang satu ini nenekku yang banyak mendominasi. Jadilah pekerjaan mengupas bawang sekaligus sebagai ajang curhat bagi nenekku.

Teringat itu, teringat juga sekarang. Meski bukan sekali ini aku bekerja di tempat laundry yang dikelola oleh bulekku sendiri. Tiap liburan semester aku memang selalu menyibukan diri dengan berbagai pekerjaan yang bisa mengisi kantong agar tetap berstamina jika tiba-tiba ada keperluan mendesak yang harus dipenuhi. Sekedar berjaga-jaga atau juga untuk memenuhi nafsu travelingku.

Mungkin karena memang terbiasa sejak kecil aku sudah dikenalkan dengan kerja keras atau karena aku yang tidak terbiasa duduk diam saat tak ada pekerjaan. Aku kadang berpikir hidup yang sesingkat ini pasti akan sia-sia kalau kita hanya berleha-leha tanpa ada secuil pun hal yang bisa kita lakukan. Akan sangat merugi sekali.


Tengah malam begini, berbagai pikiran begitu menyesak di otak. Diantara tumpukan baju-baju laundry-an yang sudah selesai aku bungkusi dengan sebelumnya tak lupa kuberi pewangi dan lebel harga masing-masing sesuai timbangan, aku merebahkan diri diantara sepi. Suwung dan nglangut menyerbu melingkupiku.

Bayangan-bayangan hadir serupa layar bioskop bersliweran silih berganti tepat di depanku. Banyak sekali yang telah kulewati. Dan malam seolah menggenapkan semuanya, malam menjadi latar sekaligus pengantar yang begitu sempurna bagi setiap ingatan yang dinamakan kenangan.

Tentang malam yang dingin di akhir Desember dengan gemerisik padi dan hinaan petani (WA). Tentang malam yang menyakitkan diantara sorak sorai orang bernyanyi tapi aku menangis sendiri (B). Tentang malam yang dingin juga penantian ternyakitkan yang pernah kualami (SM). Tentang malam yang menerbangkan ringkih rasa sakitku tanpa ada yang peduli (MK). Tentang malam yang kutangisi di teras rumahku sendiri memeluk kaki sepi (DP). Tentang malam yang menamparku hingga otakku bertebaran terserak di lantai kostku sendiri, kupunguti sebelum ada yang memperkosanya (IYK). Tentang malam yang melumpuhkanku, meracuniku sekaligusku menumbangkanku dengan perasaan mati (DPN).


Tentang malam, bahwa aku pernah begitu tersayat merasakan sakit berkali-kali yang tak terperi. Semua yang hadir menyerbuku berhias malam-malam termenyakitkan yang pernah ku lalui. Namun sekarang, semua mampu ku senyumi. Aku telah mampu melewati semua itu, menjadikanku begitu kaya akan rasa, menjadikanku cukup kuat dan lebih kuat dari sebelumnya. Membuatku belajar tentang bagaimana memperlakukan cinta, bukan bagaimana diperlakukan cinta. Semoga, doakan saja. 

Sragen, 20 Juni 2015

Tengah malam berteman tumpukan pakaian.



2 comments: