Masih teringat olehku, jari-jari yang
begitu akrab dengan plester. Akibat terlalu seringnya jari-jariku bergumul
dengan bawang merah dan bawang putih berkarung-karung yang wajib dikupas tiap
harinya. Tapi teringat juga kebersamaan dengan nenek dan bulekku yang dengan
pekerjaan serupa kami lakukan sambil bercerita tentang banyak hal. Cerita
tentang masa lalu, tentang masa sekarang dan tentang masa depan. Meski lebih
banyak didominasi tentang cerita masa lalu, tentu saja untuk yang satu ini
nenekku yang banyak mendominasi. Jadilah pekerjaan mengupas bawang sekaligus
sebagai ajang curhat bagi nenekku.
Teringat itu, teringat juga sekarang.
Meski bukan sekali ini aku bekerja di tempat laundry yang dikelola oleh bulekku
sendiri. Tiap liburan semester aku memang selalu menyibukan diri dengan
berbagai pekerjaan yang bisa mengisi kantong agar tetap berstamina jika
tiba-tiba ada keperluan mendesak yang harus dipenuhi. Sekedar berjaga-jaga atau
juga untuk memenuhi nafsu travelingku.
Mungkin karena memang terbiasa sejak
kecil aku sudah dikenalkan dengan kerja keras atau karena aku yang tidak
terbiasa duduk diam saat tak ada pekerjaan. Aku kadang berpikir hidup yang
sesingkat ini pasti akan sia-sia kalau kita hanya berleha-leha tanpa ada secuil
pun hal yang bisa kita lakukan. Akan sangat merugi sekali.
Tengah malam begini, berbagai pikiran
begitu menyesak di otak. Diantara tumpukan baju-baju laundry-an yang sudah
selesai aku bungkusi dengan sebelumnya tak lupa kuberi pewangi dan lebel harga
masing-masing sesuai timbangan, aku merebahkan diri diantara sepi. Suwung dan
nglangut menyerbu melingkupiku.
Bayangan-bayangan hadir serupa layar
bioskop bersliweran silih berganti tepat di depanku. Banyak sekali yang telah
kulewati. Dan malam seolah menggenapkan semuanya, malam menjadi latar sekaligus
pengantar yang begitu sempurna bagi setiap ingatan yang dinamakan kenangan.
Tentang malam yang dingin di akhir
Desember dengan gemerisik padi dan hinaan petani (WA). Tentang malam yang
menyakitkan diantara sorak sorai orang bernyanyi tapi aku menangis sendiri (B).
Tentang malam yang dingin juga penantian ternyakitkan yang pernah kualami (SM).
Tentang malam yang menerbangkan ringkih rasa sakitku tanpa ada yang peduli
(MK). Tentang malam yang kutangisi di teras rumahku sendiri memeluk kaki sepi
(DP). Tentang malam yang menamparku hingga otakku bertebaran terserak di lantai
kostku sendiri, kupunguti sebelum ada yang memperkosanya (IYK). Tentang malam
yang melumpuhkanku, meracuniku sekaligusku menumbangkanku dengan perasaan mati
(DPN).
Tentang malam, bahwa aku pernah
begitu tersayat merasakan sakit berkali-kali yang tak terperi. Semua yang hadir
menyerbuku berhias malam-malam termenyakitkan yang pernah ku lalui. Namun
sekarang, semua mampu ku senyumi. Aku telah mampu melewati semua itu, menjadikanku
begitu kaya akan rasa, menjadikanku cukup kuat dan lebih kuat dari sebelumnya.
Membuatku belajar tentang bagaimana memperlakukan cinta, bukan bagaimana
diperlakukan cinta. Semoga, doakan saja.
Sragen, 20 Juni 2015
Tengah malam berteman tumpukan pakaian.
Aduh -_- :-(
ReplyDeleteKowe ngopo e lek ? :p
Delete