Menjadi wanita kedua tidak selalu
menyenangkan seperti yang kalian bayangkan, semua rumit bahkan sejak awal.
Sepagi ini bahkan aku sudah menangisi nasib sampai ribuan kali. Sambil
menatap pekarangan rumah yang bagitu gelap, mungkin juga segelap nasibku. Harum
bunga kemuning dibalut embun pagi memenuhi basah dalam hati.
Lama aku tidak ingin beranjak dari
ketermenungan rasa sakitku sendiri. Hingga raungan tangis pecah dari dalam
rumah, membuatku tersentak kaget dan tanpa aba-aba lebih lama langsungku berlari
masuk.
Dalam kamarnya yang bau pesing kulihat
matanya yang hampa tanpa cahaya meneteskan air mata nan miris. Aku usap air
mata tersebut sambil membetulkan posisinya dalam kursi roda yang talah
menyangganya selama dua tahun terakhir ini. Air mata ini juga mengingatkanku
saat pertama kali ayah dan ibu wanita ini memungutku dari jalanan belasan tahun
silam. Membuatku merasakan hangatnya sebuah keluarga dengan kasih sayang yang
penuh, membuatku merasakan hidup tanpa kekurangan lagi. Iya wanita ini adalah kakak angkatku, namun juga sekaligus istri pertama dari suamiku. Dan inilah nasibku
menjadi wanita kedua.
Semarang, 14 April 2014
Menyangga tangis dalam perenungan ketika kaki cinta
menginjak-injakku bahkan setelah aku jatuh tersungkur. Namun inilah janjiku, aku
tidak akan bangkit ditempat yang sama.
No comments:
Post a Comment