Monolog Tak Terdengar

Monolog Tak Terdengar
Biarkan skizofrenia menjamah mewarnai mozaik-mozaik hidupku

Friday, July 17, 2015

Tangan Ibu

Tubuhnya melayang tepat di atasku dan hampir membuatku memekik saking kagetnya. Tapi dengan sangat cepat dia menyentuh pipiku dengan tangannya yang sedingin es. Makhluk itu, iya aku mengingatnya. Rambutnya yang kusut dan tubuhnya yang bau anyir tak mungkin bisa aku lupakan. Sosok yang dulu begitu akrab denganku tiap hari, dengan wujud yang bisa mambuat anak kecil manapun akan menangis bahkan orang dewasa juga akan lari ketakutan. Tapi tidak untukku, karena aku memang mengenalnya. Dia ibuku.


Kenapa ibu menemuiku lagi, seingatku ibu tiba-tiba menghilang saat aku masuk bangku sekolah menengah pertama. Waktu itu aku benar-benar kehilangan sosok ibu, meskipun kenyataannya aku memang sudah kehilangan ibuku saat dia melahirkanku. Iya ibu memang meninggal saat melihirkanku, tapi sejak aku mulai di sekolahkan di taman kanak-kanak aku mulai bisa melihat wanita yang berdiri di pojok ruangan memperhatikanku. Dengan baju putihnya yang terkena bercak darah dan wajahnya yang pucat dia akan tersenyum tipis jika aku balik memandangnya. Wajah itu sangat mirip dengan foto yang ayah perkenalkan padaku bahwa dia ibuku. Meskipun dalam foto wajah ibu terlihat segar ceria dengan senyumnya yang mengembang lebar memeluk ayah. Tapi memang tidak salah lagi bahwa dia ibuku.

Hanya aku yang bisa melihatnya sehingga teman-temanku yang lain menganggapku aneh, bahkan ayah selalu memarahiku tiap kali aku berbicara tentang ibu. Jadi kusimpan sendiri rahasia bahwa aku bisa melihat ibu, karena aku tidak ingin dijauhi teman-temanku dan dianggap aneh oleh mereka. Aku juga tidak ingin dimarahi ayah dan ibu tiriku.

Ibu memang muncul hanya saat-saat tertentu saja, seperti saat aku pertama kali masuk sekolah, saat aku menangis dan saat aku sedang terkena masalah. Atau saat aku mendapat menstruasi pertamaku. Waktu itu kulihat ibu berdiri menghadap tembok sambil menjilati pembalutku, mulutnya penuh darah segar dan membuatku hampir memuntahkan seluruh isi perutku. Sejak saat itu aku tidak pernah lagi membuang pembalut di tempat sampah kamar mandi, aku akan mencucinya bersih terlebih dahulu lalu membungkusnya untuk selanjutnya kubuang di kali. Kuanggap itu sebagai nasehat dari ibu agar aku tidak seenaknya membuang barang pribadiku. Ibu memang selalu memperingatkanku dengan caranya sendiri.

Ibu tidak pernah berbicara sedikitpun padaku. Saat aku menangis sedih, ibu akan menutup mataku dengan telapak tangan kirinya lalu membuatku seolah seperti bermimpi. Aku seperti tiba-tiba berada di tempat lain. Pernah saat itu, saat aku masih duduk dibangku kelas satu sekolah dasar. Aku benar-benar sedih karena teman sebangkuku marah padaku, berhari-hari dia menjauhiku dan saat kuajak bicara sama sekali tidak menjawabku malah melengos pergi. Lalu saat pulang dia sengaja melemparkan tasku ke tong sampah. Aku tidak tau apa salahku, aku benar-benar marah padanya tapi aku tidak bisa mengungkapkannya. Sampai rumah aku menangis sejadinya, lalu ibu datang melayang mendekat kearahku, aku pikir dia akan menghapus air mataku karena kulihat tangannya menyentuh wajahku tapi ternyata dia hanya menutup kedua mataku. Beberapa detik gelap menyergapku, lalu kulihat aku seperti sedang berada pada tempat yang lain.

Di tempat itu kulihat temanku tersebut, dia sedang berlari keluar dari rumahnya dengan membawa buku gambar yang mirip dengan buku gambarku yang hilang. Di sudut kiri sampulnya terdapat nama yang sengaja dihapus dengan typex. Jadi selama ini dia yang mengambilnya, aku akan memarahinya jika besok bertemu. Kulihat temanku begitu senang sambil membuka buku gambarku dan menyebrang jalan menuju rumah temanku yang lain. Lalu dari arah kiri, tiba-tiba sebuah sedan melaju menghantam tubuh temanku tersebut. Tubuh kecilnya terlempar sebelum terguling menghantam aspal jalanan. Keadaan itu begitu cepat sampai aku tergagap lalu tersadar tersentak kubuka mataku, aku masih berada di dalam kamarku sendiri. Keringat menitik di dahiku dan aku mengigil. Di depanku sudah tidak ada ibu, dia menghilang. Dua jam setelah itu, aku mendapat kabar bahwa temanku tersebut meninggal karena kecelakaan.

Di lain waktu saat ayah sudah seminggu tidak pulang karena harus menunggui ibu tiriku yang sedang mengandung dan meminta tinggal di rumah orang tuanya selama menjelang persalinan. Padahal saat itu adalah Hari Natal, tapi aku harus kesepian, tiba-tiba ibu juga menemuiku. Awalnya dia hanya berdiri disudut ruangan sambil memperhatikanku. Aku sendiri hanya duduk sedih di depan TV sambil menonton acara yang menyiarkan film sebuah keluarga yang sedang merayakan natal bersama. Ibu lalu mendekatiku dan menutup kedua mataku dengan telapak tangannya yang dingin. Seperti mimpi, aku kembali dibawa kesebuah tempat yang tidak aku ketahui.

Di situ terdapat sebuah aula cukup besar, tempatnya seperti rumah bangunan belanda. Ada seorang anak kecil dengan rambut yang dikepang dua. Dia melihat keluar jendela, dimana di luar terdapat sebuah taman yang cukup luas dengan banyak permainan anak-anak lengkap dengan belasan anak-anak yang sedang bermain. Ada yang berayun di atas sebuah ayunan yang tergantung di sebuah cabang pohon besar yang menghuni taman tersebut. Ada juga yang sedang bermain petak umpet dan permainan lompat tali. Ada juga anak laki-laki yang meluncur dari sebuah perosotan yang terbuat dari bangunan beton. Sedangkan anak kecil berkepang dua itu hanya melihat semuanya dari jendela yang terbuka. Kalau kuperhatikan mungkin usianya seumuran denganku. Tangannya memegang sebuah foto separuh terbakar, dia tetap mematung menatap keluar jendela. Matanya dingin tanpa ekspresi dengan tatapan yang kosong.

Belakangan kuketahui dari nenek bahwa dulu ibuku yatim piatu, setelah kedua orang tuanya meninggal akibat kebakaran rumah yang menghambiskan seluruh rumahnya beserta kedua orang tuanya. Sedangkan yang selamat dari peristiwa tersebut hanya ibuku. Warga sekitar menemukannya pingsan di dalam bak mandi. Lalu karena tidak memiliki keluarga lagi, ibu dititipkan disebuah panti asuhan. Jadi kusimpulkan bahwa anak kecil berkepang dua memegang foto setengah terbakar tersebut adalah ibuku.

Banyak yang ibu perlihatkan dengan tangannya yang dingin saat menutup kedua mataku. Namun itu semua berlangsung saat aku masih kanak-kanak. Dan saat aku sudah menginjak remaja ibu tidak pernah lagi menemuiku. Terakhir adalah saat kulihat ibu hanya duduk di ruang kerja ayah, rambutnya yang kusut dihiasi tanah liat menjuntai sampai lantai. Ibu tersenyum melihatku. Terkadang aku sangat ingin dipeluk ibu meski keadaan ibu seperti itu. Lalu sekarang setelah bertahun-tahun ibu menemui kembali. Apa yang membuat ibu menemuiku lagi?

Sosoknya menghilang berbarengan dengan suara bel dan pintu yang dibukakan oleh pembantuku. Mungkin itu suamiku yang pulang. Dan benar saja, dengan wajah yang kuyu dan penuh guratan lelah, Mas Nugroho langsung mengehempaskan badannya di sebelahku. Aku memeluknya dari samping lalu kutawarkan untuk memijitnya, tapi dia menolaknya sambil mencium keningku. Sepertinya dia memang sangat kelelahan, aku hanya tersenyum. Dia memiringkan badannya memunggungiku, lalu beberapa menit kemudian kudengar dengkuran halus. Dia pasti sangat kelelahan sehabis kerja.

Paginya kumasakan makanan kesukaan Mas Nugroho. Meskipun kami memang menyewa jasa pembantu tapi untuk urusan dapur semua aku sendiri yang mengurusi. Aku ingin menyenangkan hati suamiku, aku yang selalu memasak untuknya. Selama ini Mas Nugroho memang sangat baik sebagai suami, dia adalah adalah suami yang sempurna bahkan selama 5 tahun lebih pernikahan kami masih selalu mesra. Karena itu aku ingin dia merasa beruntung telah menikahiku serta selalu merindukanku dan masakanku. Aku selalu ingin menyenangkan hatinya dengan itu. Tapi untuk hari ini kulihat Mas Nugroho makan seperti tidak selera. Aku khawatir dia sakit, tapi setelah kutanyakan dia hanya menjawab bahwa dia sedang pusing dengan masalah pekerjaan.

Hari ini adalah hari minggu, tapi Mas Nugroho berpamitan untuk pergi untuk urusan kantor. Kulihat wajahnya memang seperti sedang memusingkan sesuatu. Dia pergi juga dengan terburu-buru. Mungkin memang masalah pekerjaannya sangat berat. Aku jadi kasihan melihatnya seperti itu.

Aku merapikan meja makan dari piring-piring kotor yang berada di atasnya, tapi melihat sisa ayam goreng aku merasa sangat mual. Hingga akhirnya kumuntahkan seluruh sarapanku. Beberapa hari terakhir ini memang aku sering sekali mual dan setelah kupikir memang aku sudah telat mestruasi selama satu bulan. Aku harus ke rumah sakit untuk mengeceknya.

Pulang dari rumah sakit keadaan sudah cukup sore dan hampir magrib, tapi aku merasa sangat bahagia. Surat keterangan yang kuterima setelah cek di dokter sangat menggembirakan untukku. Karena setelah 5 tahun lebih usia pernikahanku dengan Mas Nugroho, akhirnya kami akan memiliki anak. Selama ini meskipun aku tidak kunjung hamil tapi Mas Nugroho tidak pernah mempermasalahkan itu, dia tetap mencintaiku. Rumah tangga kami tetap utuh dan tidak pernah ada masalah yang berarti. Aku sangat beruntung mempunyai suami seperti dia yang mampu menerima aku apa adanya.


Dia pasti akan sangat senang mendengar kabar gembira ini, ku kirim pesan untuk menanyakan kapan dia pulang sambil kumasakkan nasi goreng untuknya. Setelah mendapat balasan bahwa dia sebentar lagi sampai rumah, kusiapkan nasi goreng yang sudah matang diatas meja makan sambil menungguinya. Tanpa kusadari sosok berbaju putih dengan rambutnya yang panjang telah berdiri di sampingku. Kakinya yang tidak menapak lantai rumahku, mengambang dan melayang semakin mendekatiku. Aku tersenyum menatapnya, inikah alasan kenapa ibu kembali menemuiku, karena aku juga sebentar lagi akan menjadi ibu.

Tangan ibu yang dingin menyentuh mataku. Menutupnya hingga gelap sesaat lalu setelah itu kulihat seorang laki-laki tergopoh-gopoh masuk ke dalam sebuah rumah. Ada seorang wanita cantik menyambutnya lalu menggandeng tangannya menuju sebuah kamar berwarna merah jambu, disitu seorang anak kecil mungkin berusia dua tahun sedang tertidur. Laki-laki itu menyentuh kening anak itu, lalu tersenyum. Sang wanita juga tersenyum lalu bergelayut mesra pada si laki-laki. Mereka keluar kamar merah jambu tersebut dan masuk ke kamar yang lain sambil berciuman.

Aku terengah-engah membuka mata. Air mata tanpa kusadari menetes membasahi pipiku. Dengan sangat jelas aku melihat adegan itu, laki-laki itu adalah suamiku dan wanita itu adalah adik tiriku. Aku hanya mematung ditempat dudukku dengan perasaan hancur. Suamiku dengan adik tiriku sudah berselingkuh bahkan memiliki anak berusia 2 tahun. Selama itu mereka berhubungan tapi aku sama sekali tidak tau, wanita macam apa aku? Aku harus bagaimana? Terlebih aku sedang mengandung, apa aku harus menceraikannya? Lalu bagaimana dengan nasib anakku? Tidak, mungkin saja yang diperlihatkan ibuku tadi salah atau itu hanya halusinasiku. Tapi selama ini ibu selalu menunjukanku tentang kenyataan dan itu pasti benar terjadi. Lalu apa yang harus aku lakukan? Pikiranku tiba-tiba tumpul, hatiku sudah hancur.

Bel berbunyi, pembantuku yang membukakan pintu, suamiku pulang. Dia menghampiriku dengan tersenyum padahal tadi pagi dia meninggalkanku dengan muka yang begitu sedih. Tapi sekarang dia bahagia. Air mata sudah kuhapus dari pipiku. Dia mencium keningku. Aku tersenyum untuknya. Yang terpenting kamu bahagia.


6 comments: