Lama
juga ya rentang penulisan part 2, lanjutan dari cerita Jangan Tilang Aku Pak! (Part 1) dan inilah kisahku selanjutnya bersama Pak Polisi.
Ceritanya
begini. Pagi itu sudah cukup terik di Semarang, sekitar Pukul 09.00 WIB aku dan
pacarku (yang sekarang sudah kuedit menjadi mantan) kita berdua melakukan perjalan ke Jogja untuk menonton bola, pertandingan
antara PSS Sleman vs Arema. Karena kami berdua sama-sama Suporter Aremania, jadi
yah kompak saja dari Sragen dia menghampiri aku ke Semarang terus lanjut ke
Stadion Maguwoharjo Jogja.
Perjalanan
sampai Ungaran lancar saja, lalu berbelok jalur Ambarawa. Di Terminal
Bawen aku sempatkan bertanya apa gak sebaiknya gantian aja, biar aku yang di
depan boncengin dia. Karena memang sudah terbiasa kita gantian boncengan. Tapi dia
jawab tidak katanya belum lelah. Ya sudah, padahal aku mengajukan diri buat bergantian bonceng bukan masalah karena dia sudah lelah perjalanan Sragen-Semarang
terus harus lanjut Semarang-Jogja, tapi memang karena dia belum hafal jalan dan
medannya Ambarawa-Temanggung sampai Magelang yang berkelok-kelok naik turun
bersebelahan dengan truk-truk besar yang harus disalipi satu-persatu. Tapi berhubung dia menolaknya ya sudah aku
nurut saja, toh aku juga tidak begitu terampil mengendarai motor gigi (sebut saja aku spesialis racing motor metic, heheheh).
Sampai
di jalan alternatif yang cukup lenggang karena di kanan kiri hanya sawah dan
Rawa Pening, maka terlihatlah dari kejauhan ada segerombolan Pak Polisi dan
motor-motor yang berhentikan. Panik lalu menepi, pacarku terlihat bingung harus
bagaimana karena dia tidak punya SIM. Aku yang memang memiliki kelengkapan
surat-surat seperti SIM dan STNK jelas tidak terlalu bingung harus bagaimana,
jadi kugantikan dia di depan. Tapi dia tetap saja ngotot mengajak balik arah.
Resiko jika nanti dikejar Pak Polisi, jadi kuputuskan tetap jalan saja, dia aku
suruh jalan kaki di kanan jalan. Aku sendiri tidak berani memboncengkan dia karena
jelas helm yang dia pakai tidak SNI. Kalo kengkapan surat ada tapi helm yang dipakai
tidak yang seharusnya kan sama juga bo’ong, pasti surat tilang juga ketemunya. Jadi aku
suruh dia jalan kaki dan aku melaju menghampiri operasi tersebut.
Sampai di
TKP (Tempat Kejadian Penilangan) aku cukup heran Pak Polisi tidak bilang
apa-apa seperti skenario biasanya (hormat kepada pengendara lalu menanyakan
kelengkapan surat-surat) mungkin Pak Polisinya sedang betmut atau sedang
sariawan. Tapi ya sudah toh aku juga mengerti apa yang seharusnya aku lakukan (menunjukan SIM beserta STNK-ku) beres dilihat-lihat oleh Pak Polisi jadi aku
rasa sudah lolos, tanpa dipersilahkan melanjutkan perjalanan karena
kulihat Pak Polisinya balik badan ngeluyur pergi meninggalkan ku sendiri, kan
sedih huhuhu L
Motor
yang ku jalankan tidak juga mau nyala, sudah ku pancal-pancal berulang-ulang
tidak juga menyala. Ckckck pingsan mungkin ini motor karena takut berhadapan dengan Pak Polisi atau malah jangan-jangan terkena serangan jantung
mendadak. Menyebalkan menghadapi motor yang cemen seperti pemiliknya, upsss
sengaja J
Tanpa
pikir panjang aku minta tolong saja pada Pak Polisi untuk membantu menyalakan
motor pacarku ini, kan memang tugas polisi adalah melayani dan menafkahi
masyarakat, ehhh salah maksudku menanyai masyarakat, duh salah lagi yah, sampai
lupa apa ya tugas Volisi? Melayani dan mengayomi masyarakat, bener gak?
Yupss, Pak Polisi baru berjalan menghampiriku, malah disalip duluan oleh pacarku yang
juga berjalan kaki mendekatiku. Dalam hati aku sudah nyumpah-nyumpah gobl*k
kenapa malah dia menghampiriku? Apa karena gak rela aku dibantuin polisi? Atau kangen berlama-lama aku tinggal? Atau bagaimana?
Pak Polisinya jadi curuga dah, sebelum ketahuan jadi aku ngacir duluan.
Dipertengahan jalan yang cukup jauh, aku berhenti untuk menunggu pacarku. Tapi
tidak datang juga si pejalan yang membawa helm batok. Yang akhirnya datang
adalah suara dering telpon dari pacarku, yang katanya aku disuruh balik lagi ke pos.
Aku merasa sebal, kenapa harus balik, kan tinggal dia yang menghampiriku,
karena aku sudah lolos pemeriksaan dan sudah dipersilahkan melanjutkan
perjalanan. Tapi dari seberang telepon, pacarku ngotot katanya malah dicurigai
kalo motornya colongan -___- kan konyol, terus yang memeriksa STNK tadi serius atau tidak?
Ya
sudah kuputuskan kembali ke TKP tadi, sampai disana ditanyai macam-macam,
aku jelaskan semuanya tanpa aku kurangi dan aku tambahi. Pak Polisinya sudah
menyiapkan slip merahnya. Aku yang merasa tidak salah jadi kutanyakan, atas
dasar apa ditilang? Pak Polisi menjawab katanya karena aku tidak mematuhi
petugas, disuruh berhenti malah nyelonong pergi. Aku jelaskan saja meski
sedikit emosi, bahwa tadi sudah melewati pemeriksaan dari polisi yang aku masih
hafal wajahnya bahkan aku tunjuk orangnya. Pak Polisinya tetap ngotot dengan
alasan karena gantian boncengan itu tidak boleh. Dan pacarku juga tetap ngotot
untuk sudah berdamai saja. Ini kenapa semua pada ngotot ke aku? Mentang-mentang
pada punya otot?
Debat
dengan petugas pun berlangsung cukup pelik, adu argumentasi antara aku dan Pak
Polisi yang mulai memasang muka galak tidak juga menemui titik terang. Hingga bertambah dengan polisi lain
juga mulai ikut-ikutan, jadi aku dikeroyok nih? Mungkin kehabisan stok kesabaran Pak Polisinya akhirnya mengeluarkan juga kata-kata yang menghina kerudungku. Dalam hati aku terbahak, lucu
rasanya jika aku memang salah ya silahkan monggo untuk menyalahkanku bukan
malah menyalahkan kerudungku. Dari situ aku mulai paham, aku menang argumen
satu kosong dengan Pak Polisi di depanku, terlihat dari Pak Polisinya sudah keluar
jalur debat dan tidak logis lagi pembicaraannya K
Aku
masih ingin maju membela diri, pacarku tetap keukeuh untuk mengakhiri “sudah
sudah” hanya itu yang dia katakan padaku. Pak Polisi tetap ngotot menyalahkanku
karena bergantian boncengan. Aku tetap pada pendirianku bahwa aku tidak salah,
karena memang tidak bergantian boncengan tapi malah meninggalkan pacarku untuk
berjalan kaki dan aku yang mengendarai motor dengan surat yang lengkap. Hingga
tahap ini Pak Polisi sampai mengajakku buat berjabat tangan (bukan untuk
berkenalan tapi untuk bersumpah kalo aku tidak salah) sambil bilang kalo aku
salah nanti di jalan aku tidak akan selamat, dengan kata lain Pak Polisi
menyumpahi aku akan mengalami kecelakaan. Dalam hati aku semakin bingung,
bukankah yang seperti itu semua adalah kehendak Allah, terus kenapa polisi ini
yang berhak menentukan aku akan mengalami kecelakaan?
Sudah
kuulurkan tanganku hendak menyalami Pak Polisi. Tapi dicegah oleh pacarku yang langsung mengajakku
untuk berdiskusi sendiri, katanya “sudah sudah” dalam hati aku begitu kecewa kenapa dia mempunyai sikap sepayah itu? Dan hanya bisa berkata sudah, yang memang dia pasrah menyerah dari awal. Baiklah aku ikut mengalah saja (mengalah bukan berarti mengakui kesalahan tapi dalam arti kata ini mengalah artinya ng-Allah atau ke Allah maksudnya adalah kukembalian semua kepada Allah yang Maha Mengatur). Toh yang mengurusi segala urusan pertilangan/peruangan adalah pacarku
bukan aku. Ya silahkan saja, aku hanya bertanya pada Pak Polisi “ditilang
karena apa Pak?” Pak Polisi tanpa melihatku karena sibuk menulisi slip merah menjawab “tidak
punya SIM”.
The
Power of Kepepet-ku kembali keluar, aku nyeletuk saja ke Pak Polisi “percuma Pak saya punya SIM mahal-mahal akhirnya ditilang juga”, Pak Polisinya menyahut “Mas-nya
ini yang ditilang”.
Aku
kembali terbahak dalam hati, ”baru pertama ini saya melihat pejalan kaki
ditilang karena tidak punya SIM. Kalau bisa slip biru saja Pak”. Pak Polisi menjawab “Oke kalo slip biru denda
maksimal ya!” sambil memberi lingkaran pada nominal satu juta. Aku menghampiri
motor dan menyalakan motor, karena aku rasa aku sudah tidak ada urusan, yang
kubela habis-habisan saja sudah nyerah untuk apa aku tetap mengurusi urusannya. Dari depan pos (yang sebenarnya adalah pos tiket masuk
tempat wisata Kampung Rawa tapi dijadikan tempat operasi dadakan) pacarku
kembali menanyaiku slip merah atau slip biru, aku jawab acuh terserah saja toh
dia yang berurusan.
Kulirik slip merah yang ditulisi entah apa tulisannya karena memang yang terlihat hanya oret-oretan tidak jelas, lalu aku bertanya dalam hati 'ini surat tilang atau resep obat?' muncul juga pertanyaan 'jangan-jangan itu bukan Volisi tapi Dokter yang menyamar sebagai Volisi?' ahh membuat vusing saja, kuputuskan aku tidak harus menafsirkan tulisannya karena aku kuliah di keguruan bukan apoteker.
Setelah
mengantongi slip merah dan STNK yang ditahan, aku boncengkan pacarku sampai di
Jogja. Sepanjang perjalanan aku tidak berhenti misuh-misuh ke pacarku (ingat, sekarang sudah jadi mantan). Kalo
seperti itu kasusnya, yang bodoh sebenarnya siapa?
Berurusan
dengan slip biru dan slip merah sebenarnya tidak hanya kali ini saja. Dulu saat
aku akan pulang kampung juga pernah menemui operasi di tengah-tengah jalan
hutan yang sepi. Belum juga masuk di jalan raya dan baru juga keluar dari
kawasan UNNES sudah dicegat oleh begal siang hari. Dan celakanya saat itu
aku masih belum punya SIM, dari situ aku tetap ngotot meminta slip biru karena
memang aku tidak punya duit sepeserpun, hanya dua puluh ribu rupiah dalam
dompet. Karena memang rencananya aku pulang kampung untuk mengambil uang. Dan
yang teringat di otakku adalah saldo ATM bapakku yang mencapai tiga jeti, so
pasti dari sini aku berani meminta slip biru saja meski dendanya adalah satu
juta. Entah kenapa aku lebih ikhlas memberikan uang pada kas negara bukannya pada petugas, padahal kalo petugas tak perlu sampai jutaan beres di tempat.
Pak
Polisi yang tetap ngotot bahkan sampai membentak-bentakku katanya aku pasti
akan datang mencari rumahnya untuk minta maaf dan berdamai. Aku tetap pada
keinginanku meminta slip biru, karena mau bagaimana lagi aku benar-benar tidak
ada duit. Akhirnya polisi yang lain menghampiriku dan mengajakku bisik-bisik tetangga berdua, dia memintaku untuk tidak membantah polisi dan aku dipersilahkan untuk
melakukan perjalanan. Aku benar-benar terima kasih lahir batin pada Pak Polisi
yang satu ini, yang sudah memahami kantong anak kost ngenesnya seperti apa. Berbeda dari kisah pertama yang berakhir bencana, kisah yang ini berakhir manis
dengan aku berteriak-teriak kegirangan sudah bisa lolos dari tilangan J
Kisahku bersama Pak Polisi masih belum habis sebenarnya jadi aku sambung di tulisanku selanjutnya yah.
To Be Continued
Hahahahaha muke gile mau2 nya si P di tilang gara - gara jalan kaki tdk punya SIM
ReplyDeletehaaaaaahhaaaaa
Hahahahaha muke gile mau2 nya si P di tilang gara - gara jalan kaki tdk punya SIM
ReplyDeletehaaaaaahhaaaaa
P siapa?
ReplyDeletePejalan kaki wkk :v
ReplyDeletekamvret wkwkwkwk aq mudeng kamsudmu mas
ReplyDeleteMas qm kamu kan mantanku, mantan yg baik hehee qm jangan dendam ke david yah
ReplyDeleteWhy ?
ReplyDeletelhah sapa tau qm smpe sekarang masih gak suka sama david mas? kan dulu prnah pisu2an sama dia
ReplyDeleteowalah seharuse kolom komen kenw to,maap maap mau salah
ReplyDeleteYokpo sam, sesama blogger hlo, mohon bimbingannya
ReplyDeleteYa dak tau juga sih yaa, hmm
ReplyDeleteKnp saya jd mls yah klo bahas nesu ato tidak nyaa wkkk -_-