Monolog Tak Terdengar

Monolog Tak Terdengar
Biarkan skizofrenia menjamah mewarnai mozaik-mozaik hidupku

Wednesday, July 23, 2014

Tersesat Terkepung Asap Pekat

Ini belum mencapai akhir, tapi entah kenapa aku begitu ingin menulis "pada akhirnya"?
Aku berharap kesendirian dan kehampaan yang sedang kupilih ini mampu memberiku jalan yang terang. Jalan keikhlasan dalam proses pendewasaanku. Banyak hal yang kurenungi tiap kali sendiri. Banyak yang hadir dalam lamunan-lamunan atau angan-angan yang berada di atas kepalaku. Namun selain itu juga banyak memuculkan kekecewaan.

Sudah sejauh ini aku hidup, namun dengan kesendirian yang akud seperti ini sekarang aku merasa sadar aku telah berada pada banyak kesia-siaan. Banyak sekali waktu yang surut kebelakang dan itu malah mendamparkan aku pada suatu kerugian yang tak terhitung. Lalu pada titik ini aku harus berbuat apa? Sedangkan waktu yang surut kebelakang tersebut tidak mungkin akan terulang.

Sekarang aku hanya merasa kecewa, entah pada apa. Namun ketika kutelusuri itu berujung pada AKU. Kesadaran ini pada akhirnya menempatkan aku dalam suatu lingkaran dan aku terkurung disitu. Aku sadar, hal ini bukan berarti aku sedang berkubang dalam lumpur hisap. Karena aku cukup optimis aku mampu keluar dari "kesalahan", hanya aku merasa aku memang sedang tersesat terkepung dalam asap pekat. Aku belum mampu keluar. Saat aku melihat setitik cahaya, aku memang menghampirinya dengan harapan dapat keluar dari asap ini. Tapi sia-sia kaki yang kuajak pergi malah berbalik kembali. Cahaya itu kuabaikan.

Maka semua itu membuat aku selalu berpikir, setiap kali aku melihat orang lain mendapatkan kebahagiyaan dan aku juga menginginkan kebahagiyaan itu. Yang terpikir bahwa : AKU TIDAK PANTAS. Aku tidak pantas mengharapkan kebahagiyaan seperti orang lain, karena aku sendiri sedang berada dalam asap pekat yang ternyata diam-diam aku nikmati. Lalu akan seperti apa kebahagiyaan yang aku ingin? Yang jelas aku merasa tidak perlu menginginkan kebahagiyaan seperti mereka. Karena seharusnya yang aku lakukan adalah mencari kembali cahaya agar mampu keluar dari pekatnya asap. Itulah yang selalu terpikir.

Aku mengerti, karena sebenarnya setiap individu memiliki jatah kebahagiyaannya masing-masing. Jadi, aku tidak perlu ingin atau bahkan iri pada orang lain. Hanya saja memang benar sekarang ini aku begitu merasa merugi dengan banyaknya umur yang kubuang dengan terus berada pada kepulan asap pekat yang kucipta ini. Aku harus bagaimana?

Allah, aku percaya Engkau, aku begitu menunggu cahaya-Mu Allah. Cahaya yang tak kan kuabaikan lagi. Maka kuatkan aku, kuatkan langkahku. Aku ingin berlari dari ketersesatan ini. Aku ingin berada pada cahaya terang dimana tempat tersebut berisi banyak kebahagiyaan yang Kau ridhoi.

Aku ingin KEMBALI PANTAS mengharap suatu kebahagiyaan seperti mereka. Kebahagiyaan yang tercipta atas penghargaan dari apa yang benar.

Untuk saat ini, semoga langkah kecil menjauh dari kepekatan asap yang melilitku mampu menjadi penerang. Dengan langkah demi langkah aku akan mencoba menjauh. Allah, sungguh aku butuh Engkau.


Semarang, 22 Juli 2014


No comments:

Post a Comment