Monolog Tak Terdengar

Monolog Tak Terdengar
Biarkan skizofrenia menjamah mewarnai mozaik-mozaik hidupku

Saturday, February 1, 2014

Puncak Pertamaku pada 2050 mdpl

Dilatar belakangi karena buku-buku lyric lagu OST. Anime ku jaman aku masih SMP yang sukses jadi bahan bakar memasak, maka kuciptakan blog ini. Aku rasa buku-buku antologi puisi dan buku cerpen ku tidak boleh mengalami nasip yang sama seperti buku lyric lagu yang di dalamnya juga terdapat gambar-gambar anime buatanku sendiri. Sungguh sedih :( hikz hikz
Jadi setiap kisah memang haruslah dirumahkan. Agar tidak jadi gelandangan atau lebih kerennya tuna wisma. Duh Jangan deh.
So This is it, Rumah Monolog.

Kali ini aku akan bercerita tentang pendakian pertamaku, yaitu di Gunung Ungaran. 



Pendakian pertama dan Alhamdulillah dapat puncak pertama juga, dengan ketinggian 2050 mdpl, kembali kuucapkan Alhamdulillah lagi karena menjadi pengalaman yang bagitu istimebret buatku. Karena yang pertama memang selalu menjadi yang paling istimewa.


Pendakian ini dalam rangka merayakan Ulang Tahun Exsara yang ke-3, pada waktu itu aku sebagai calon anggota Exsara wajib mengikuti kegiatan ini. Meskipun pada saat itu aku dihadapkan pada pilihan yang sulit, tapi inilah pilihan yang kuambil, ikut dalam pendakian, dan tidak mengecewakan dengan kata lain aku memilih pilihan yang tepat akurat.


Perjalanan dimulai dengan armada truk dari kampus tercinta UNNES sampai kami diturunkan di samping sebuah SD yang kulupa namanya. Lalu dilanjutkan dengan berjalan kaki sampai Post Mawar.


Dan di Post Mawar ini ternyata terdapat warung makanan. Sekedar mengisi perut, es marimas dan tempe mendoan pun tiba-tiba sudah berpindah tempat. Selesai maksiat (baca : makan, istirahat dan sholat) kami pun disiapkan untuk memulai pendakian. Melewati medan dengan track naik dan turunan, melewati jurang, melewati kolam renang, air terjun, kebun kopi, kebun teh. Dan setiap moment tak lupa kami sejarahkan dalam bentuk poto-poto ^^


Lelah perjalanan dengan dahaga yang menyekat tenggorokan, Alhamdulillah banget dipertengahan sebelum kolam renang terdapat sumber mata air. Mengambil secara manual langsung dari sumbernya dan ketika air tersebut mengalir melewati kerongkongan gleg ahhh terdengar bunyi "suegeree" secara ajaib. Hahaha itulah yang melatari jargon Exsara Suegeree.



Kurang sempurna kalo setelah perjalanan nan membanjirkan keringat tersebut kami tidak menikmati segarnya air kolam renang. Tapi rupanya ini hanya dilakukan oleh kaum dengan gaya pipis berdiri saja, kami para kaum wanita sudah harus cukup puas dengan hanya mencelupkan kaki di kolam dengan air warna hijau tersebut.



Selesai jeblur-jeblur kami pun kembali melangkahkan kaki menapaki jalan dengan pemandangan kanan kiri kebun kopi lalu kebun teh. Hingga tiba di penginapan-penuh-dengan-rasa-kebersamaan-dan-kekeluargaan yaitu di Desa Promasan. Selesai meletakan bawaan, kami pun diajak mengelilingi goa. Kegiatan yang ini dinamai Menelusuri Jejak Imperialis Jepang di Desa Promasan Lereng Gunung Ungaran dalam kurung Goa Jepang. Begitulah.


Selesai menelusuri jejak imperialis Jepang, kami dipersialahkan untuk bebas melakukan apa saja. Babas asal tidak membahayakan dan tidak merugikan. Ada yang sholat (nah yang ini wajib didahulukan) ada yang tidur, ada yang ngobrol. Bagi yang kelaparan, ya memasak bekalnya. Bagi yang penasaran, dia akan jalan-jalan disetapak dengan pemandangan kebun teh. Bagi yang gadis sekali maka dia buru-buru ke kamar mandi terdekat, buat apa lagi kalo bukan buat mandi. Bagi yang narsis maka akan menggunakan pemandangan yang mempesona tersebut untuk poto-poto. Disinilah terlihat gerombolan-gerombolan dengan jenis masing-masing. Aku termasuk komplotan yang duduk di lapangan ngobrol, jajan, becanda-becanda dan poto-poto itu jelas. Walaupun begitu setelah itu ya tetap antri buat mandi bersih diri.




Acara selanjutnya adalah makan malam dilanjut kearaban, kami berkumpul bersama. Ada pengenalan divisi, pengenalan tentang sejarah Exsara, ada stand up comedy, ada bercanda-bercanda bersama, seru pokoknya.


Poto diatas itu aku yang tiba-tiba jadi jayengan dadakan :) hehe


Ada yang bobo imut juga diantara senior-senior yang sedang menjelaskan alias mengisi acara. Yah dimaklumi mungkin sudah sangat capek.


Tapi kalo untuk aku pribadi sebagai penderita insomnia-akud jelas tidur pada jam yang bahkan belum menunjuk angka 8 pasti akan ditertawakan oleh bantal. Huhu belum ngantuk sekaligus karena aku sangat antusias dengan acara yang disuguhkan tersebut jadi mata melek dan masih sangat semangat. Fire~

Kami yang berniat bulat untuk naik ke puncak dibangunkan Pukul 01.00 WIB untuk memulai perjalanan. Aku sih jelas ikut karena memang benar-benar menggebu, aku pikir semua yang mengikuti acara ini pastilah ikut, tetapi ternyata ada juga yang merasa tidak enak badan dan tidak ikut ke puncak, yah rugi sekali. Tapi memang lebih baik begitu daripada memaksakan diri, karena memang malamnya hujan mengguyur dan memberikan hawa dingin yang menusuk. Ditambah medan yang akan dilewati pastilah becek dan licin hasil dari hujan kemarin.


Untukku pribadi ini adalah pendakian pertama yang jelas begitu kunikmati setiap langkah kaki yang harus pintar-pintar dalam memilih pijakan. Hawa dingin tak terasa karena terus berjalan sambil mengobrol dengan teman. Pemandangan gelap dengan hanya bersinarkan cahaya senter. Diantara kata "kurang lima menit lagi" yang diucapkan oleh senior juga teriakan "Exsara" yang harus kami sambut dengan teriakan "Suegeree" sesemangat mungkin semua itu memacu kami untuk terus mendaki.

Dan taraaa . . . .
Aku yang banyak berhenti istirahat ternyata menjadi salah satu yang tercepat sampai puncak. *angkat topi*


Yey itulah ekspresi kegembiraanku, meskipun sampai puncak pun masih saja gelap. Mataharinya masih tidur, jadi kami harus menunggu untuk melihat sunrise. Sembari menunggu kami pun mencari yang bisa dibakar, kayu kering, daun kering, bungkus mie, sampah, kenangan *ehh
Pokoknya yang bisa dibakar untuk membuat api unggun kecil. Karena di puncak dingin bbbrrrr~


Menghangatkan diri men, gak lucu kan kalo tiba-tiba aku jadi Nami beku.
Dan yang kami tunggu akhirnya datang juga. Menantikan detik-detiknya dengan poto-poto bersama. Mengabudikan *ehh salah maksudnya mengabadikan moment bersejarah kami di puncak Gunung Ungaran.


Selain poto-poto juga membuat video, maaf jika video dari hape The Riwan's tidak bisa aku bagi disini, karena aku rasa itu cukup menjadi video kenangan pribadi saja, hehehe ngeles. Padahal sih emang aku belum ngerti cara upload video dalam blog. Ribet juga (maybe)


Kebersamaan yang kami bingkai dalam setiap poto dan kenangan manis dikepala.



Segala makna dari mendaki sepertinya sudah kuceritakan gamblang dalam diary onlenku yang sebelumnya, yang berjudul Failed Mt. Lawu 3265 mdpl 
Jadi tidak kupanjang lebarkan lagi segala bla bla bla tentang tujuan, fungsi, manfaat, hasil, keuntungan, semua yang berbentuk keformilan.



Menatap matahari terbit yang Subhanallah indahnya. Penantian yang kunamai Ngenteni Srengenge Jedul ini ternyata lebih indah dari yang kubayangkan. Gak bisa diungkapkan dengan kata-kata, semua tercekat ditenggorokan namun tergambar jelas dalam ingatan.


Bagaimana sebuah perasaan harus melukiskan pemandangan yang luar biasa indahnya? Yah ini pun baru secuil yang bisa kami nikmati dari seluruh keindahan yang Allah ciptakan.


Mamandang suguhan alam yang menakjubkan sambil mencipta sepotong puisi. Bermonolog ria yang kujuduli Negri Diatas Awan :)


Dan sesi poto-poto pun masih belum usai, ternyata kami memilih tempat yang sangat bagus untuk berpoto. Yah meskipun dengan kata lain kami cukup jauh terpisah dari rombongan lain.




Menciptakan sejarah secara langsung, dengan slogan "tidak mengambil apapun kecuali poto dan tidak meninggalkan apapun kecuali jejak"



Waktu bercinta sekoead tenaga dengan pemandangan indah Puncak Ungaran pun harus disudahi dan harus lambaikan tangan pada suasana di puncak. *cium jauh n' daa daa*

No comments:

Post a Comment